Bisa dibilang perkenalanku dengan buku Everything in Between terjadi secara tidak sengaja. Aku masih ingat saat itu di bulan November tahun 2019. Saat itu aku mulai menyukai kegiatan bersepeda. Aku mulai mencari beberapa video referensi tentang bersepeda. Dari beberapa daftar video, terdapat video wawancara Marlies Fennema dan Diego Yanuar yang melakukan perjalanan bersepeda dari Belanda menuju Indonesia.
Dari wawancara tersebut, mereka bercerita bahwa perjalanan mereka telah dibukukan menjadi sebuah buku yang berjudul Everything in Between. Singkat cerita aku pun menambahkan buku ini ke dalam lemari ku bersama buku-buku perjalanan lainnya.
Blurb
Dear Diary,
Tidak ada lagi jalan untuk kembali. Akankah ada beruang di dalam tenda kami? Akankah kami merindukan Ben dan Jer, tikus peliharaan kami, setiap hari? Akankah kami jatuh sakit di negeri yang tidak kami kenal?
Akankah pundak saya cukup kuat untuk memikul seluruh pengalaman dan pelajaran yang saya temui?
Ya Tuhan, kuatkanlah keyakinan akan harapan dan mimpi kami, jadikanlah nyata. Biarkan kami menemukan kepercayaan di tengah keasingan dan ketidaktahuan yang jauh dari rasa nyaman. Ya Tuhan, tuntunlah kami pulang dengan aman.
Dear Diary, dalam setiap putaran pedal yang kami kayuh dari Belanda menuju Indonesia, saya berbagi kepadamu segala sesuatu yang ada di antaranya.
Buku Everything in Between tentang apa?
Buku Everything in Between bercerita tentang perjalanan bersepeda dari Belanda ke Indonesia yang dilakukan oleh Marlies Fennema dan Diego Yanuar. Perjalanan bersepeda ini menempuh jarak lebih dari 12 ribu kilometer dengan melintasi 23 negara dalam waktu 332 hari. Mereka berdua memulai perjalanannya dari Kota Nijmegen menuju Jakarta.
Marlies Fennema dan Diego pertama kali bertemu di Jakarta pada tahun 2013 dalam sebuah perlombaan lari. Sejak saat itu mereka sering pergi bertualang bersama. Mulai dari road trip sampai bertualang dengan sepeda. Dari lari, mendaki, sampai berkemah di alam bebas. Dari kecintaan mereka pada olahraga hingga alam, dan segala hal di antaranya, mereka mulai saling jatuh cinta.
Baca Juga: [Ulasan] Melawat ke Timur
Tidak disangka bahwa perjalanan bersepeda ini berawal dari candaan yang diucapkan oleh Marlies. Dia mengatakan bahwa dia bisa saja bersepeda ke Jakarta. Kemudian mereka berdua menamakan perjalanan ini dengan sebutan Everything in Between: karena ini adalah cara terbaik untuk menemukan semua yang ada di antara dua negara asal mereka.
It is not the moment that is unforgettable, it is the mind you have with it that makes it memorable.
Perjalanan ini adalah cara mereka untuk mengambil jeda sejenak dari kehidupan mereka yang sibuk dan mencari tahu yang sebenarnya ada di luar sana. Dengan bersepeda, dari satu hari ke hari berikutnya, untuk menjelajah, lebih menyadari sekeliling, dan menemukan jawaban tentang diri mereka.
Perjalanan bersepeda mereka juga memiliki tujuan yang lain, tidak hanya untuk memuaskan keingintahuan mereka. Tidak hanya bersepeda, mereka juga menggalang dana untuk amal. Dana yang terkumpul akan disalurkan dan dedikasikan untuk sesama manusia, binatang, dan pohon.
Diego memutuskan untuk pindah dan tinggal bersama Marlies di Belanda. Mereka menyiapkan semua kebutuhan untuk perjalanan mereka. Mulai dari kesehatan, keuangan, hingga barang apa saja yang akan mereka bawa. Mereka membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk menyiapkan semuanya. Pada bulan April 2018 mereka memulai perjalanan bersepeda mereka.
Baca Juga: [Ulasan] Keliling Gegunungan Luar Dalam
Di buku Everything in Between, mereka membagi cerita dalam tiga bagian, yaitu Eropa–Jalan Mulus, Kami Rasa, Asia Tengah–Menjelajahi Middle Earth, dan Asia Tenggara–Kita Sudah Sampai, Belum? Setiap bagian memuat beberapa cerita. Cerita tersebut tidak berurutan dari satu hari ke hari selanjutnya. Bahkan mereka malah lebih banyak bercerita tentang hal-hal unik yang mereka temui.
Di akhir cerita ditutup dengan bagian Setelah Semua Berakhir. Bagian ini berisi pertanyaan dan jawaban tentang apa yang mereka rasakan selama perjalanan Everything in Between. Seperti menyukai perjalanan ini, negara yang paling disukai, dan yang dilakukan pertama kali setelah tiba.
It is not about making your way from start to finish, but it is about Everything in Between.
Buku ini dilengkapi dengan foto-foto yang diambil oleh Diego. Tidak sekadar foto, tetapi foto yang bisa bercerita tentang hal-hal yang mereka temui dalam perjalanan bersepeda. Foto dicetak dengan berwarna dan dilengkapi dengan penjelasan singkat. Menurutku buku ini cocok bagi mereka yang menyukai perjalanan, bersepeda, dan menyukai segala hal yang ditemui dalam sebuah perjalanan.
Everything in Between
Marlies Fennema
Bentang
April 2019
22 comments
Masyaallah. Belanda-Indonesia pakai sepeda. 12 ribu km. Waktu tempuh 332 hari. Kira2 satu tahum. Perjalanan yang keren.
Perjalanan panjang, seru, dan melelahkan. Mungkin bisa dibilang akan menjadi pengalaman tersendiri dalam hidup
Makanya mas Vai tertarik ya dengan buku ini, hehehe..pas banget kan…perjalanan memang gak sekadar cerita , tapi segalanya yang ada di antara mereka berdua…dan apa saja yg mereka temui ,apalagi gak sekedar jalan bersepeda aja tapi juga turut menggalang dana yang di dedikasikan buat sesama,keren banget.
Aku suka bacanya mbak. Bahkan ada rencana untuk baca ulang. Konsep perjalanan yang sering aku pegang. Perjalanan ga hanya datang ke suatu tempat kemudian pulang, tapi juga segala hal yang aku temui dalam perjalanan tersebut. Penggalangan dananya terkumpul hingga ratusan juta. Selain itu, hasil pembelian buku juga donasikan untuk penanaman pohon.
Seru baca buku seperti ini buku paimo ataupun buku Gowes Go West, sama-sama bercerita tentang pesepeda, mas.
buku paimo aku sudah baca. Kalau buku gowes go west belum baca. Makasih rekomendasinya mas sitam 😀
Pasangan ini berarti niat banget untuk sepedaan dari Belanda ke indonesia. Memakan waktu hampir setahun pula. Apakah di buku ini juga diulas latar belakang hidupnya, seperti pekerjaannya apa? Sebab sebagai budak korporat, melakukan perjalanan sebegitu lama, rada enggak bisa diwujudkan. Hehe
Di awal buku juga diulas latar belakang mereka. Termasuk pekerjaan mereka sebelum melakukan perjalanan. Seperti Marlies yang merupakan seorang guru bahasa dan copywriter. Selain itu juga diceritakan bagaimana mereka bertemu dan berkenalan. Bagi budak korporat ya bisa memanfaatkan cuti atau kalau ada kebijakan kantor bisa melakukan work from anywhere. Atau mungkin bekerja di perusahaan agen wisata. Jadi kerjanya adalah jalan-jalan 😀
Keuntungan mereka yang di Eropa itu memang akses mereka ke berbagai negara banyak. Kebayang kita yang mau melakukan hal yang serupa, bersepeda dari Indonesia ke Belanda, pasti ribet banget apply visa di tiap negara hahahah.
Keren rekomendasi bukunya Mas Vay
bener banget yang mas cipu bilang. Di buku ini beberapa kali juga disinggung permasalahan paspor dan visa. Pada akhirnya membuat mereka tidak bisa berlama-lama di suatu negara, terutama diego yang memegang paspor indonesia. Kalau perjalanan panjang seperti ini visa memang jadi masalah tersendiri bagi orang indonesia 😀
Aku tuh penasaran, naik sepeda sejauh itu, apa ga ada rasa bosen atau ingin menyerah ya ? Trus cara persiapannya gimana. Ga kebayang lewatin imigrasi Negara2 eropa atau asia, dengan sepeda juga hahahahaha.
Salut sih mas. Jiwa adventures nya tinggi banget nih pasti . Segila2nya aku, ga bakal kepikir kliling dunia naik sepeda sih .
Belum lagi urusan visa dll.
Udah lama aku ga baca buku ttg traveling. Kayaknya hrs aku perbanyak lagi, biar jiwa jalan2nya ttp membara
Ga bisa dipungkiri sih bersepeda dengan waktu yang lama juga bisa mengalami kebosanan. Aku pun juga pernah mengalami hal itu. Padahal bersepedanya ga lama. Kalau bosan dan nyerah pasti dirasakan sih mbak 😀
Masalah visa ini jadi permasalahan tersendiri. Mereka pernah buru-buru untuk keluar dari sebuah negara gara-gara visa mereka sudah akan habis masa berlakunya.
Buku ini layak untuk dibaca mbak fanny. Ga cuma tentang bersepeda, tapi juga tentang hal-hal yang mereka temui selama perjalanan. Cerita tiap negara memberi kesan tersendiri bagi mereka.
Wah mantap jiwa, pake sepeda dari Belanda ke Jakarta Aku kayanya uda nyerah duluan Ga kebayang nanti nginapnya gimana, belum urusan kalo mau ke toilet kan… nanti lagi di antah berantah kaga ada toilet gimana cobaa hahaha Terus urusan visa sih tentunya. Maklum Indonesia kan terbatas bener dah visanya Kayanya seru deh baca buku iniii.. Jadi penasaran sama isinya hahaha
Kalau masalah tidur kadang mereka mendirikan tenda atau menginap di penginapan. Mereka juga pernah menginap dari orang-orang yang baru mereka kenal dalam perjalanan.
Permasalahan visa memang jadi pengalaman tersendiri. Mereka bercerita kalau mereka jadi terburu-buru untuk keluar sebuah negara karena masa visa yang hampir habis.
Bagi yang suka petualangan, buku ini layak untuk dibaca kak Furi 😀
Perjalanan Gowes dari Belanda ke Indonesia, sedikit banyak mengingatkanku seorang pesepeda Bentang Jawa Dzaki yang baru-baru ini baru menyelesaikan misinya di Trans AM Bike Race Amerika. Bersepeda sejauh lebih dari 4000 Mill atau lebih 5800km dalam kurun waktu 30 hari. Sebagai salah satu yang mengamati storynya setiap hari dengan banyak kejadian yang menimpa rasanya hampir releate dengan yang dikisahkan dalam buku ini, bedanya dia untuk kompetisi sedangkan ini untuk… Hehe
Nyatanya ada manusia yang sebegitu cintanya dengan bersepeda hingga rela melakukan perjalanan yang begitu jauh ditengah perkembangan teknologi transportasi. Salam kenal ya mas 🙂
Kemarin aku juga mengikuti cerita bersepeda yang dilakukan dzaki. Kalau bicara kompetisi bersepeda dari Indonesia, tentu ga bisa dilepaskan dari sosok Hendra Wijaya. Kang Hendra sering mengikuti lomba sepeda, lari yang diadakan di luar negeri. Rata-rata lomba yang diikuti memiliki kategori ekstrim. Tidak hanya itu, kang hendra juga merintis beberapa lomba sepeda dan lari di indonesia. Yang paling terakhir lomba sepeda trans nusantara race.
Mereka semua adalah pencinta bersepeda dan petualangan. Mereka mendedikasikan semuanya untuk sebuah pengalaman dan cerita tentang apa yang pernah mereka lakukan.
Salam kenal mbak dian 🙂
Bersepeda dari Belanda ke Indonesia? walaah… luar biasa sekali
benar sekali. Sungguh luar biasa dengan apa yang mereka lakukan.
Perjalanan yang begitu jauh….hampir 1 tahun perjalanan…saya memang tidak sanggup dan tidak semua orang sanggup berbaut demikian..kecuali orng betul-betul berminat
Setuju, kalau tidak ada niat dan minat perjalanan akan menjadi lebih sulit
Gak bisa bayangin gimana serunya. Terniat ya. Tapi banyak couple yang bikin seru-seruan seperti itu. Selain sepeda yang aku tahu juga ada yang sewa Karavan buat keliling dunia.
Sekarang banyak pasangan yang melakukan perjalanan bersama dan beberapa melakukannya dalam jangka waktu yang lama 😀