Bisa dibilang aku salut dan kagum sama salah satu temanku ini. Pasalnya, dia mengoleksi puluhan buku perjalanan yang tertata rapi dalam rak buku miliknya. Tidak hanya buku-buku baru, tetapi juga buku-buku perjalanan lama. Seperti buku perjalanan H.O.K Tanzil yang terbit pada periode 1980-an. Aku sering meminjam buku perjalanan koleksi miliknya. Ketika main ke rumahnya, aku selalu menyempatkan melihat-lihat buku koleksinya. Seperti yang aku lakukan pada sore itu. Setelah melihat-lihat, akhirnya aku memutuskan untuk meminjam buku Melawat ke Timur karya Kardono Setyorakhmadi.
BLURB
Kawasan Indonesia Timur mendapat banyak stereotip. Umumnya dianggap sebagai non-Islam. Padahal, di kawasan itu, Islam tumbuh dan berkembang dengan segala kekhasannya. Jika juga merunut ke belakang, ada empat Kerajaan Islam besar yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo.
Melalui lawatan ke daerah-daerah yang mempunyai ikatan dengan Islam di Maluku dan Papua, Kardono Setyorakhmadi mendapati kenyataan yang jauh berbeda. Ia melihat keberadaan Islam justru tumbuh dan berkembanga sangat kuat. Sama seperti di Jawa, Islam di Indonesia Timur juga mengalami proses pembumian dengan pengetahuan dan kearifan masyarakat setempat sehingga menimbulkan ragam keunikan.
Di sana pula, ia menyaksikan tumbuh subur rasa saling menghargai, toleransi, dan belas kasih di antara pemeluk agama satu dan lainnya. Suatu praktik kehidupan beragama yang diidamkan terwujud. Buku ini penting bagi Anda yang mencintai Indonesia, dan masih punya harapan atas berlangsungnya keragaman di negeri ini.
ULASAN
Salah satu yang membuatku tertarik untuk membaca buku ini adalah judulnya, Melawat ke Timur. Judulnya sangat unik, terutama pada kata melawat. Kata ini mengingatkanku pada Rudolf Lawalata, seorang pemuda dari Maluku yang melakukan perjalanan keliling dunia dengan jalan kaki yang dilakukan pada tahun 1954. Konon, kata lawatan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diserap dari namanya. Dalam kamus tersebut kata lawatan berarti ‘kunjungan ke negeri (negara) lain’. Bahkan kata lawalata juga bisa ditemukan dalam kamus KBBI yang dijelaskan sebagai ‘orang Indonesia pertama yang mengelilingi dunia dengan berjalan kaki’.
Buku Melawat ke Timur bercerita tentang pengalaman Kardono Setyorakhmadi yang melakukan perjalanan ke Maluku dan Papua pada bulan Ramadan tahun 2015. Banyak hal yang diceritakan dalam buku ini, tetapi buku ini lebih banyak membahas tentang keberagaman agama Islam, dan toleransi antar umat beragama di Maluku dan Papua. Kardono yang berprofesi sebagai seorang wartawan membuat buku ini mirip seperti sebuah liputan yang ditulis dengan gaya yang lugas, detail, dan mendalam.
Adat di Maluku masih dipegang sangat kuat. Orang Maluku takut melanggar hukum adat. Perkara tidak berarti hanya tari-tarian, pakaian tradisional, dan ritual-ritual saja. Adat bagi masyarakat Maluku merupakan tatanan kehidupan yang terinternalisasi dalam pola pikir sehari-hari. (Hal. 15)
Kardono memulai perjalanan dari Kota Ambon. Kemudian perjalanan berlanjut menuju Masjid Wapauwe yang berada di Negeri Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Menurut sejarah, masjid ini dibangun oleh juru dakwah dari Kesultanan Jailolo yang bernama Pemada Jamilu di Pegunungan Wawane pada tahun 1414.
Baca Juga: Merekam Karnaval & Pawai Ogoh-Ogoh di Kota Semarang
Setelah dari Ambon perjalanan berlanjut menuju ke Pulau Haruku. Di pulau ini terdapat kampung Islam dan kampung Kristen. Kampung Pelauw menjadi bukti hidup bahwa Islam sudah ada di Maluku sejak abad ke-13. Adat dan tradisi yang menyertai ibadah mereka pun juga masih dipertahankan hingga sekarang. Salah satunya tradisi berjalan dengan pakaian serta sorban tanpa menoleh kiri-kanan dengan laku tata tertib tertentu ke masjid adat yang sampai sekarang masih terjaga. Selain itu, bahasa Arab bisa dibilang menjadi bahasa kedua di desa ini.
Selain Kota Ambon, Kardono juga mengunjungi Pulau Saparua, Pulau Seram di Provinsi Maluku. Perjalanan berlanjut menuju Provinsi Maluku Utara. Di provinsi ini dia mengunjungi Kota Ternate, Kesultanan Jailolo, Pulau Tidore, Halmahera, dan Kesultanan Bacan. Sedangkan ketika berada di Papua, ia mengunjungi Fakfak dan Raja Ampat.
Di Indonesia, Islam memang mengalami banyak “pelokalan” oleh kearifan setempat. Mesti secara Tuhan dan Muhammad sebagai rasul-Nya, tapi secara zhahir (bentuk) bisa mengambil variasi yang berbeda-beda. (Hal. 21)
Buku Melawat ke Timur banyak bercerita tentang tradisi Islam yang masih dilestarikan hingga sekarang. Seperti halnya di Pulau Jawa, perkembangan Islam di wilayah Indonesia Timur juga tidak bisa dilepaskan dari adat yang berlaku. Masyarakat Maluku masih sangat teguh memegang adat. Maka masuknya Islam secara damai akan mengalami variasi ritual. Sebuah pandangan baru tidak bisa serta merta masuk dan menggantikan tradisi adat kuat yang sudah dipegang. Oleh sebab itu, proses asimilasi di masyarakat mesti berlangsung terlebih dulu.
Baca Juga: [Ulasan] Kelana: Perjalanan Darat Dari Indonesia ke Afrika
Fakfak menjadi kota pertama tempat penyebaran agama Islam di Papua. Hal itu ditandai dengan berdirinya Masjid Patimburak yang dibangun pada tahun 1870-an. Fakfak dikenal sebagai kota yang memiliki tingkat kerukunan umat beragama yang tinggi. Islam, Katolik, dan Kristen menjadi tiga agama yang dianut oleh masyarakat. Hal ini tidak lepas dari konsep yang ada di Fakfak, yaitu Satu Tungku Tiga Batu yang merujuk para pemeluk tiga agama (Islam, Kristen, dan Katolik) yang sama-sama menjaga kerukunan beragama dan kehidupan sehari-hari.
Namun, apapun teorinya, Islam kali pertama masuk melalui pesisir Papua Barat. Seperti di Raja Ampat, Fakfak, dan Kaimana. (Hal. 145)
Perjalanan ditutup dengan mengunjungi Raja Ampat. Di Masjid Agung Waisai yang terletak di Pulau Waigeo, Kardono melaksanakan ibadah salat Idulfitri bersama masyarakat. Agama Islam menjadi agama mayoritas dibandingkan agama Kristen dan Katolik. Menurut Kardono, sulit untuk membedakan antara umat Islam, Kristen, atau pun Katolik sebab para tamu Nasrani juga memakai baju koko dan berpeci, serta datang berkunjung ke saudara-saudaranya.
Baca Juga: [Ulasan] Storycation: Antologi Jalan-Jalan 14 Penulis
Kabupaten Raja Ampat merupakan sebuah kabupaten di Papua yang terdiri dari ratusan pulau dengan empat pulau sebagai pulau utama, yaitu Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Letaknya yang berpulau-pulau ini membuat keberadaan kapal umum, atau speedboat menjadi sangat penting, khususnya bagi wisatawan. Wisatawan mesti rela mengocek biaya yang relatif tinggi untuk bisa menyusuri gugusan pulau dan menyelami keindahan dunia bawah laut Raja Ampat.
Menurut Kardono, ada enam pulau yang wajib dikunjungi ketika berkunjung ke Raja Ampat, yakni Pulau Waisai, Pianemo, Aborek, Waiag, Oba, dan Tornolol. Sebaiknya tidak mengunjungi Raja Ampat secara sendirian. Hal itu dikarenakan tingginya beban ongkos yang ditanggung sendiri. Mahal harga BBM membuat beban ongkos perjalanan menjadi relatif tinggi. Banyaknya teman perjalanan akan akan mengurangi beban ongkos perjalanan dan tempat berbagi cerita selama menyusuri gugusan pulau di Raja Ampat.
Pada intinya, trip wisata di Raja Ampat adalah berkeliling pulau-pulau menikmati fenomena alam, dan kemudian berkeliling ke pulau-pulau kecil di sekitar Raja Ampat. Entah Pulau Misool, Waisai, atau Aborek. Semuanya dive spot, dan jika mau diselami semua tentu akan memakan biaya banyak.
Melawat ke Timur
Kardono Setyorakhmadi
Buku Mojok
2015, Yogyakarta
28 comments
Wah ternyata Islam pertama kali di Fakfak yah,. Justru di Raja Ampat di salah satu pulaunya ternyata mayoritas muslim .ya..nah baru tau juga asal kata lawatan/ kunjungan justru berasal dari Lawalata,,nama seseorang …Raja Ampat salah satu yang menarik dan patut di kunjungi selain Bali,banyak orang hanya tau dan berkunjung ke Bali,padahal di belahan lain ada satu tempat yg sangat cantik, pulau ” di Raja Ampat, mungkin karena ongkos pesawat mahal yak kalo buat turis domestik
Ongkos perjalanan ke Raja Ampat memang terhitung sangat mahal. Tapi bagi para pencinta dunia bawah laut, raja ampat layak untuk dikunjungi.
Eh ini kok menarik, sip segera cari bukunya karena rencananya saya akan melawat ke Timur dua minggu lagi (God’s Will). Thanks infonya mas Vai, nemu saja buku buku bagus
Bukunya bagus untuk dibaca mas cipu. Kita bisa belajar tentang agama islam di indonesia bagian timur. Ditunggu cerita perjalanan mas cipu di timur
Bukunya sudah di tangan mas, segera dilahap. Terima kasih rekomendasinya
Selamat membaca mas cipu 😀
Realita banget kalo di bagian Timur kurang Islami, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Toleransi yang kuat, adat istiadat yang dilestarikan, bikin buku ini menarik buat dibaca. Penggambarannya mendetail kalau baca ulasan ini. Yg terngiang juga tentang Fakfak, yang ternyata jd tempat penyebaran islam di papua. Keren
Btw, aku sering baca hal² tentang Raja Ampat, tapi hanya sebatas tergiur hihi kayaknya untuk ke sana tuu butuh dana yang sangat besar bagi aku kwkwkw
Agama selalu tumbuh bersama dengan tradisi dan adat istiadat daerah setempat.
Kalau mau ke Raja Ampat memang membutuhkan biaya yang lebih tinggi, Jadi kita perlu menyiasati kebutuhan biaya yang tinggi tersebut.
Ini salah satu buku yang aku koleksi, seru membaca cerita-cerita dari Timur
Setuju mas sitam. Pas baca buku serasa ikut perjalanan ke timur. Ceritanya sangat menarik untuk dibaca
entah kenapa cerita soal Indonesia Timur memang selalu menarik, alamnya cakep banget
Baca ini jadi inget kalau agustus besok, temenku nawari buat ke Ternate, kan jadi bingung nih diiyakan apa engga hahaha
Indonesia timur itu paket lengkap. Pemandangan alam dan budayanya sangat erat dan terjaga dengan baik. Yaa kalau ada kesempatan tidak ada salahnya untuk pergi ke ternate mbak ainun..hahhaha
Kalau membaca ulasan Mas, menarik juga apa yang dibahas dalam buku tersebut. Bercerita tentang keberagaman dan toleransi dalam kehidupan beragama. Masalah toleransi ini belakangan menjadi semacam amunisi untuk “menyerang” ke pihak lain. Apalagi di masa jelang pemilu ini…
Mas Vay ini rupanya pecinta buku yang serius. Saya sendiri banyak koleksi buku, tapi kebanyakan buku sastra. Belum sempat saya membuat ulasan di blog, apalagi kalau ulasannya sebagus Mas mengulan.
Salam persahabatan,
Toleransi memang senajata paling ampuh untuk membenturkan antar golongan. Namun, semakin banyak edukasi maka benturan-benturan seperti itu akan bisa dihindarkan.
Sekarang lebih sering baca buku catatan perjalanan om. Sudah jarang baca buku fiksi. Ayo om asa, semangat untuk mengulas buku-buku yang sudah dibaca 😀
Semangat om asa
Raja ampat memang tiada duanya. best is the best. Semoga saya berkesampatan pergi ke sana.
Raja ampat salah kepulauan yang memiliki pemandangan bawah laut tercantik di dunia.
Hehehe…
Iya Mas, kapan-kapan saya coba ah mengulas buku yang pernah saya baca.
Salam,
Semangaat om asa
Wah sungguh luar biasa ya
bisa melakukan perjalanan sejauh itu
saya kok jadi penasaran dengan bukunya
Bagi yang menyukai buku perjalanan, buku ini layak untuk dibaca mas.
Saya pun mikirnya daerah timur itu juga nggak islami banget, ternyata disana sama aja kayak di Jawa ya. Banyak umat beragama Islam nya. Udah gitu toleransi dengan agama yang lain juga tinggi. Terlepas dari kisah di buku ini saya malah tertarik sama asal usul kata melawat tadi, ternyata dari nama lawalata… Keren yah…
Indonesia bagian timur memang selalu identik dengan agama non Islam. Tapi ternyata Islam bisa berkembang selaras dengan adat di tempat tersebut 😀
Banyak artikel yang membahas tentang perjalanan sosok lawalata
Setuju banget sama Mas Kardono. Menurutku, yang utama Agama adalah tentang nilai dan budi pekerti. Namun perihal fashion dan styling (asal tidak melanggar hadist) maka bolehlah kita berkreasi sebebas-bebasnya. Tak perlu segala hal lantas diarab-arabkan juga.
Sepertinya aku tertarik baca buku ini. Kalau senggang akan kucari di lokapasar ah ehehe
Setuju dengan mas fajar. Memang lebih bagus untuk fokus kepada ibadah dan manfaat yang diberikan pada lingkungan.
Selamat membaca mas fajar 😀
ijin nyimak ulasannya. saya dah lama g baca buku. baca ulasannya jadi pen baca buku lagi.
Ayo semangat untuk baca buku lagi mas.
Aku tuh salfok pas baca yg Lawalata. Butuh berapa lama dia kliling dunia jalan kaki ?? OMG…..
Itulah kenapa sampe skr aku blm bisa ke Papua. Krn tau biayanya mahal bgt. Mungkin setara dengan biayaku ke US berdua suami kemarin . Ditambah aku ga bisa diving, ga bisa berenang, jadi datang kesana masih banyak mikirin untung rugi mas. Mungkin bagi yg suka diving, ya jelas worth it.
Tapi kalo ada kesempatan, masih mau bgt sih bisa liat Indonesia Timur
Lawalata tidak menyelesaikan perjalanan keliling dunianya. Yang jelas sudah menyeberang hingga ke eropa. Kemudian balik ke indonesia.
Paham dengan apa yang dirasakan mbak fannya. Emang ada yang kurang kalau tidak diving sekalian. Jadi ingat temanku yang ke raja ampat karena pas itu ada proyek di papua barat. Akhirnya pada mampir ke raja ampat sebelum balik ke jakarta.
Indonesia timur memang bikin penasaran 😀