Sate Buntel di Warung Sate Kambing Pak Kasdi

by Rivai Hidayat
sate kambing pak kasdi

Tentu saja bukan hal yang sulit untuk mencari penjual sate buntel di Kota Surakarta. Kota ini menjadi surga bagi para pemburu sate buntel. Ada puluhan penjual sate buntel yang siap memanjakan lidah para pemujanya. Dari sekian penjual sate buntel yang ada, akhirnya kami memilih warung sate kambing Pak Kasdi. Salah satu alasannya adalah karena warung ini terletak di seberang Stasiun Solo Balapan.

Meluncurlah kami menuju ke warung sate kambing Pak Kasdi. Jaraknya sekitar 1.5 kilometer dari Masjid Raya Sheikh Zayed. Tak membutuhkan waktu lama, tapi perjalananku terhenti di perlintasan kereta api karena ada kereta api yang akan melintas. Lokasi masjid yang terletak di dekat lintasan kereta api ini mengingatkanku pada Masjid Al Jabbar di Bandung. Kedua masjid ini dibangun di dekat lintasan kereta api.

Girra dan Yudhi tiba terlebih dahulu. Kami langsung memasuki warung. Siang itu, banyak pengunjung yang sedang makan di tempat. Ada satu rombongan keluarga yang duduk di bagian pojok warung. Mereka terlihat memakai baju batik dan sangat rapi. Aku pikir keluarga ini baru saja pulang dari sebuah acara hajatan. Lalu mampir ke warung sate kambing Pak Kasdi dalam perjalanan pulang mereka.
Baca Juga: Berkunjung ke Masjid Raya Sheikh Zayed

Kami duduk di kursi panjang bagian tengah dan memesan satu porsi sate buntel, dua porsi sate campur dan tiga nasi. Sate campur terdiri dari satu tusuk sate buntel dan lima tusuk sate kambing. Di warung sate kambing Pak Kasdi, tempat pembakaran sate berada di bagian depan warung. Lokasinya di tempat terbuka sehingga pengunjung bisa melihat proses pembakaran sate. Selain menjual sate, warung sate kambing Pak Kasdi juga menyediakan menu tongseng, tengkleng, gule, dan nasi goreng kambing.

Proses pembakaran sate

Tidak berselang lama menu yang kami pesan telah dihidangkan di hadapan kami. Tentu saja kami tidak langsung memakannya. Seperti kebanyakan orang lain, kami memotret menu pesanan kami terlebih dahulu. Kami memotret secukupnya sebagai kenang-kenangan. “Mari kita makan!”, ajak Girra dengan penuh antusias.

Sate buntel dibuat dari daging kambing yang dicincang dan kemudian dibungkus dengan lemak daging kambing. Alhasil tekstur daging tidak alot karena daging telah digiling atau dicincang terlebih dahulu. Sate buntel menggunakan bumbu merica dan kecap manis. Satu porsi sate buntel di warung sate kambing Pak Kasdi berisi dua tusuk sate. Sate disajikan secara terpisah dengan kecap manis dan potongan cabai.

Aroma rempah menguar dari sate buntel yang disajikan di depan kami. Rasa gurih langsung terasa pada gigitan pertama. Ada rasa manis yang berasal dari kecap, tapi tidak membuat aroma rempahnya tenggelam. Tekstur daging cincangnya sangat terasa di lidah. Tekstur ini tidaklah mengganggu, tapi justru memberikan sensasi tersendiri ketika mengunyahnya. Bumbu sate buntel meresap dengan sempurna.

Sate buntel dan sate kambing

Rasa sate buntel di warung sate kambing Pak Kasdi memang enak. Aku menyukainya, tapi menurutku sate buntelnya sedikit kering. Mungkin terlalu lama dibakar. Namun, menurut Girra ini wajar karena kalau masih basah lemak yang digunakan untuk melapisi bakal terasa. Kemudian bakal mempengaruhi ketika dikunyah di dalam mulut. Aku pikir ada benarnya juga dengan apa yang diucapkan Girra. Kalau tidak suka sate yang kering, kemungkinan bisa memesan sate yang lebih basah.
Baca Juga: Sarapan di Soto Seger Hj. Fatimah

Nasi milikku sudah tandas, sedangkan sate buntel dan tiga tusuk sate kambing masih tersisa. Aku tak berminat untuk menambah nasi lagi. Aku lebih memilih menggado sisa sate yang ada. Segelas es teh pun akhirnya tandas. Semua makanan telah habiskan. Kemudian piringnya kami tumpuk di tengah meja.

Warung sate kambing Pak Kasdi bisa jadi pilihan ketika ingin makan sate buntel. Letaknya yang berada di dekat Stasiun Solo Balapan memungkinkan para penumpang kereta api untuk singgah terlebih dahulu sebelum kembali melanjutkan perjalanan menggunakan kereta api di Stasiun Solo Balapan.

Obrolan Sebelum Pulang

Masih ada waktu sekitar 1.5 jam sebelum Girra dan Yudhi balik ke Kota Jogja. Kami memutuskan untuk berpindah tempat di sebuah kafe yang berada di dekat Stasiun Solo Balapan. Girra dan Yudhi memilih berjalan kaki karena jaraknya yang dekat.

Aku memesan ice caffe latte. Kami tidak memesan makanan sama sekali karena kami masih kenyang. Selain menunggu waktu pulang, kami memilih kafe ini sebagai tempat beristirahat sejenak. Kebetulan di kafe tersedia kursi sofa yang sangat nyaman. Girra sudah terlihat lelah dan memilih untuk istirahat.

Ketika beristirahat kami malah mengobrolkan tentang sesuatu yang kami lakukan dalam beberapa bulan terakhir, salah satunya adalah olahraga. Yudhi lebih sering jogging, sedangkan aku dan Girra lebih sering berjalan kaki, dan terkadang bersepeda.. Pada satu kesimpulan kami merasa bahwa olahraga menjadi sebuah kebutuhan. Tidak hanya kami bertiga, Prita juga mulai rajin untuk berolahraga. Bahkan sebelum bertemu kami, Prita jogging terlebih dahulu di sekitar Stadion Manahan, Surakarta.

Selain berolahraga, kami juga sering mengikuti kegiatan walking tour. Yudhi sering mengikuti kegiatan walking tour yang diadakan oleh sebuah komunitas yang ada di Palembang. Mereka menyusuri kampung-kampung Islam yang ada di tepi Sungai Musi. Bahkan dari kegiatan itu, Yudhi dan beberapa peserta lainnya janjian untuk keliling kota sembari kulineran untuk kegiatan selanjutnya.

Tempat persinggahan kami

Kalau aku sendiri sudah sejak lama menyukai kegiatan walking tour. Masuk dari satu gang dan kemudian keluar dari gang lainnya. Bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Bagiku itu hal yang sangat menyenangkan. Melalui kegiatan ini, aku jadi lebih mengenal Kota Semarang sebagai tempatku berasal.
Baca Juga: Nonton Wayang Orang Ngesti Pandowo

Sungguh aneh ketika kita tidak mengenal dengan baik tempat di mana kita berasal. Dari kegiatan ini, aku jadi bisa bercerita tentang kota ini kepada teman-temanku yang berasal dari luar kota. Banyak hal yang bisa digali dari Kota Semarang. Semakin digali, kota ini semakin terlihat unik.

Kami menyukai kegiatan-kegiatan baru yang kami lakukan. Pada satu kesimpulan aku menyadari bahwa suatu saat kita akan berada dalam satu titik jenuh dengan rutinitas yang ada. Kemudian kita akan mencoba sesuatu yang baru, belum pernah kita lakukan, atau mungkin kembali melakukan sesuatu yang sudah lama kita tinggalkan. Seseorang butuh melakukan sesuatu untuk memecah kejenuhan yang dihadapi. Entah apapun yang akan dilakukan, sebisa mungkin kita mesti menikmatinya.

Tidak terasa waktu keberangkatan kereta Yudhi dan Girra semakin dekat. Mereka berdua bergegas menuju Stasiun Solo Balapan. Sementara aku melanjutkan perjalanan bertemu dengan kedua temanku–suami istri–beserta kedua anaknya. Mereka berasal dari Jakarta dan kebetulan sedang liburan di Kota Solo.

Kami tidak janjian, hanya mengetahui dari media sosial. Aku memutuskan untuk bertemu mereka karena sudah lama tidak ketemu. Terakhir ketemu tahun 2018 dan ketika itu si sulung masih masih bayi. Sekarang dia punya adik perempuan yang berusia 3 tahun dan memiliki sifat yang sangat berbeda dengan dia.

Hari ini aku sangat senang dan bersyukur karena diberi kesempatan untuk bisa berkumpul dan bersilaturahmi dengan teman-temanku yang jarang ketemu. Bahkan dengan temanku beserta kedua anaknya. Setelah bertemu dengan mereka di Solo, mereka singgah di Semarang. Semoga kita semua bisa berjumpa lagi di lain waktu dan kesempatan.

Cerita dari Kota Surakarta
Warung Sate Kambing Pak Kasdi
22 Juni 2024

You may also like

30 comments

Heni August 26, 2024 - 4:27 pm

Saya belum pernah makan sate buntel mas…jadi enggak tau pasti gimana rasanya, walau di atas sudah di jelaskan, tapi pastinya enak soalnya gak perlu ngunyah susah”lagi, banyak jenis sate” di tiap daerah, yang punya rasa tersendiri.

Reply
Rivai Hidayat August 29, 2024 - 7:24 am

Mbak heny mesti cicipi sate buntel kalau ke solo. Di semarang juga ada, tapi penjualnya lebih banyak di solo.

Reply
Nasirullah Sitam August 28, 2024 - 7:27 am

Kalau ke Solo itu banyak opsi sate kambing, sampe kudu dikunjungi satu persatu ahhahahahah.

Reply
Rivai Hidayat August 29, 2024 - 7:23 am

Saking banyaknya sampai bingung mana yang mesti dikunjungi terlebih dahulu..wkwkwk

Reply
duniamasak August 28, 2024 - 10:19 am

aku pernah mampir kesini, sate dan tongsengnya enak 😀

Reply
Rivai Hidayat August 29, 2024 - 7:23 am

Betul sekali. Satenya enak!!

Reply
Rudi Chandra August 28, 2024 - 10:22 am

Jadi laper mas baca cerita satenya.
Apalagi satenya terlihat menggiurkan begitu.

Btw, saya juga suka sih walking tour, menyusuri satu demi satu tempat-tempat menarik, walau biasanya abis itu jadi naik betis alias pegal-pegal. Sepertinya saya kurang olahraga

Reply
Rivai Hidayat August 29, 2024 - 7:22 am

Kalau ke solo mesti cicipi sate buntel mas rudi.
Kalau pegal-pegal itu tandanya kurang terbiasa mas. Nanti kalau sudah biasa bakal baik-baik saja. Ayo walking tour terus mas!!!

Reply
RULY August 29, 2024 - 6:27 pm

Mas Vai seng ada lawan kalau sudah mengembangkan tulisan, hal-hal sederhana selalu bisa menjadi tulisan yang menarik untuk dibaca, termasuk cerita dari warung sate ini. Sekali lagi keren Mas

Reply
Rivai Hidayat August 29, 2024 - 9:25 pm

Makasih Bang Ruli. Bagian detail itu terkadang menjadi hal unik dalam sebuah cerita karena hal itu berdasarkan pengalaman masing-masing. Ini semua berdasarkan pengalaman setiap orang berbeda-beda.

Reply
Tuty Prihartiny September 2, 2024 - 9:24 am

Bukan hanya rasa sate buntel di warung sate kambing Pak Kasdi yang bikin menggugah selera saat saya membaca tulisan Mas Rivai. Namun, obrolan sebelum pulang dengan teman-teman Mas Rivai yang lebih menggugah saya; Tentang kebutuhan akan olah raga, walking tour, kegiatan-kegiatan baru bahkan bertemu dengan teman lama beserta keluarganya. Hmmm berkesan banget hari tersebut ya mas. Saya sering ke Solo dan Semarang. Kalau pas waktu semoga bisa ngobrol langsung dengan Mas Rivai, dengerin cerita2 perjalanan menarik lainnya. Insyaallah

Reply
Rivai Hidayat September 3, 2024 - 10:00 am

Iyaa Mbak tuty, kabari aja kalau pas di semarang. Kalau waktunya cocok nanti aku temani buat ngobrol atau menikmati suasana semarang.

Reply
tia August 31, 2024 - 2:00 pm

Wah ngomgin walking tour kayakny patut dicoba ya, rasanya menarik

Reply
Rivai Hidayat September 3, 2024 - 8:19 am

Kak tia mesti coba walking tour karena itu sangat menyenangkan dan menyehatkan

Reply
Fanny_dcatqueen September 2, 2024 - 1:48 pm

Aku tuh cobain sate buntel pertama kali krn mama mertua. Ngajakin makan yg sate buntel bu bejo. Trus pernah juga cobain sate buntel pak manto. Yg pak kasdi ini aku tuh ragu2, pernah coba atau ga.. Kayak nya pernah tp seingatku lokasinya ga disana. Antara aku lupa atau memang ada rumah makan yg bernama sama .

Kalo utk rasa, jujurnya aku ga begitu suka. Lebih suka sate biasa. Krn alasan kering tadi . Yg bu bejo juga sama. Agak kering. Dan penjelasan temen mas rivay msuk akal. Kalo ga kering, ntr lemak pembungkus nya bisa2 bikin eneg dan mual.

Tp ya itulah, selera sih yaa. Bukannya ga mau makan samasekali, masih mau kalo sedikit 2 gigit. Cuma biasanya kalo ke resto sate buntel, pasti aku pesen sate lain yg biasa

Reply
Rivai Hidayat September 3, 2024 - 10:03 am

Berarti kita merasakan hal yang sama yaa mbak fanny. Kalau selera memang ga bisa diperdebatkan sih…hehhee
Aku suka dengan sate buntel dan mungkin bakal nyari yang sesuai dengan seleraku..hehhehe

Reply
Rezky September 4, 2024 - 9:50 pm

di mojokerto ada sate buntel enak mas

Reply
Rivai Hidayat September 5, 2024 - 11:38 pm

wah baguslah kalau gitu. Bisa makan sate buntel tanpa perlu datang ke solo.

Reply
Fajar Fathurrahman September 7, 2024 - 11:14 am

Melihat cara pembuatan dan pengolahannya, jadi penasaran seperti apa bentukannya ini sate buntel mas.
Tapi sayangnya aku ga suka sama daging kambing euy. Kalo buntel yang pakai daging ayam ada ndak ya?

Reply
Rivai Hidayat September 9, 2024 - 4:27 pm

tidak ada mas fajar. Sate buntel itu identik dengan daging kambing. Dagingnya empuk karena dicincang terlebih dahulu

Reply
Iqbal September 7, 2024 - 2:42 pm

Baru tahu saya ada sate buntel begini, dicincang dulu yah jadi LBH empuk harusnya..

Reply
Rivai Hidayat September 9, 2024 - 7:29 am

Lemak dari daging kambingnya juga menggugah selera mas.

Reply
Chaca September 8, 2024 - 9:10 pm

Kok jadi ngiler yaa padahal baru baca doang. Emg harus walking tour ke solo juga nih kayaknya mas vai. Kebetulan emang blm pernah tour ke solo.

Reply
Rivai Hidayat September 9, 2024 - 7:28 am

Surakarta atau solo layak untuk dikunjungi. Banyak wisata sejarah yang bisa dikunjungi dan wisata kuliner yang mesti dicicipi.

Reply
Retno September 8, 2024 - 9:25 pm

Berarti rekomen ya kak kalo pergi ke Surakarta bisa mampir ke sate buntelnya pak Kasdi. Masih bisa silahturahmi dengan kawan lama itu juga sebuah anugerah ya kak, karena gak semua orang mampu buat melakukan nya

Reply
Rivai Hidayat September 9, 2024 - 7:26 am

Banyak pilihan sate buntel di surakarta jadi tidak perlu bingung ingin cicipi sate buntel yang mana. Tinggal disesuaikan dengan selera. Setuju, ketemu dengan kawan lama itu sebuah anugerah.

Reply
Agus September 25, 2024 - 5:26 pm

Sate buntel pak Kasdi emang enak, kalo bosan sate buntel bisa coba tongseng yang harganya sama. Kalo lagi mepet duitnya bisa pesan gule , enak juga lho sambil minum teh manis hangat.

Reply
Rivai Hidayat October 8, 2024 - 9:07 pm

Aku lebih suka tengkleng dibandingkan gule. Porsinya lebih banyak. Apalagi bakal merasakan makan daging kambing dan merasakan tulangnya..hehehe

Reply
Djangkaru Bumi September 25, 2024 - 10:45 pm

Wah saya penyuka sate
apalagi saat tensi darah rendah, doyan sekali
Alhamdulillah, bisa bertemu dengan teman baik
lain waktu, ketemuan dengan saya, saat saya pulang kampung ya

Reply
Rivai Hidayat October 8, 2024 - 9:05 pm

jangan terlalu sering sate kambing, mas. Sesekali aja bolehlah.
Meski merantau, tidak ada salahnya untuk tetap jaga silaturahmi..hehehe

Reply

Leave a Comment