Waktu sudah menunjukkan pukul 06.15 WIB ketika aku tiba di depan Masjid Baiturrahman yang berada di kawasan Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Semarang. Rencananya pagi ini akan bersepeda bareng Asti-salah satu teman yang aku kenal di komunitas. Asti tiba selang 10 menit kemudian. Dia mengenalkanku ke beberapa teman di komunitas Gocapan Semarang yang akan ikut bersepeda pagi ini. Nama Gocapan adalah singkatan dari Gowes Cari Sarapan. Setelah berembug, akhirnya tujuan bersepeda pagi ini adalah Kampung Jawi.
Aku tahu tentang komunitas Gocapan Semarang ketika masa Pandemi Covid-19. Saat itu banyak masyarakat mulai sadar akan pentingnya olahraga untuk meningkatkan imunitas tubuh. Sepeda menjadi salah satu olahraga yang paling digandrungi masyarakat saat itu. Para pesepeda mulai berkumpul, bersepeda, dan sekaligus mencari sarapan bersama-sama. Komunitas bisa diikuti oleh siapa saja dengan segala jenis sepeda. Tidak terbatas pada jenis sepeda tertentu.
Kami mulai meninggalkan area Masjid Baiturrahman dan menuju Jalan Pandanaran. Sebanyak 10 pesepeda mengikuti acara bersepeda pagi ini. Aku berada di rombongan barisan tengah dalam perjalanan ini. Dari Jalan Pandanaran kami akan menuju Jalan Dr. Sutomo atau yang biasa dikenal dengan daerah Kalisari. Di daerah ini banyak penjual bunga, termasuk jasa karangan bunga dan perlengkapan untuk berkebun. Pohon-pohon yang besar yang kokoh nan lebat membuat kawasan ini terasa teduh.
Dari persimpangan Jalan Dr. Sutomo kami mengarahkan stang kami ke daerah Sampangan. Selama perjalanan ini kami melalui jalanan kota yang datar. Kami tetap bersepeda secara santai dan terus berada di sebelah kiri ruas jalan. Jalanan sudah terlihat ramai, meskipun hari masih pagi.
Kampung Jawi
Setelah melewati sebuah jembatan besi kami berbelok menuju jalan perkampungan. Jalan di perkampungan ini mengingatkanku pada salah satu teman SMP-ku yang bernama Tofan. Dulu rumahnya berada di kampung sini. Aku tidak tahu apakah dia masih tinggal di sini atau mungkin sudah pindah.
Baca Juga: Wajah Baru Kampung Melayu
Jalan di kampung ini tidak lebar sehingga kami harus lebih berhati-hati. Beberapa jalan menanjak berhasil kami lewati. Tanjakan tidak terlalu terjal sehingga kami bisa melaluinya tanpa sebuah kendala apapun. Aku pernah melewati jalan ini. Namun, sama sekali belum pernah ke Kampung Jawi. Pagi ini menjadi kunjungan pertamaku di Kampung Jawi.
Sebuah gapura yang bertuliskan Kampung Jawi menyambut kedatangan kami. Sebetulnya Kampung Jawi mulai buka pada sore hari hingga malam hari. Namun, pagi itu terlihat ramai oleh orang-orang. Sepertinya sedang ada acara di Kampung Jawi. Setelah aku lihat-lihat, ternyata Kampung Jawi sedang disewa oleh salah satu kader dari partai politik untuk acara pertemuan dan sosialisasi untuk pemilu tahun depan.
Berdasarkan informasi yang aku dapat, Kampung Jawi merupakan tempat wisata yang menggabungkan antara budaya dan kuliner. Tempat ini dikonsep dengan menonjolkan unsur budaya Jawa. Mulai dari lapak penjual yang berbahan kayu, penggunaan obor dan sentir sebagai penerangan, suasana yang mengingatkan pada suasana perkampungan jaman dulu. Bahkan untuk pembayaran dan transaksinya menggunakan koin yang terbuat dari kayu yang disebut dengan kepeng. Pengunjung bisa menukarkan uang mereka dengan kepeng ini di tempat penukaran yang ada di dekat pintu masuk.
Para penjual di Kampung Jawi menjajakan aneka makanan dan minuman tradisional. Seperti pecel, nasi megono, nasi koyor, kupat tahu, wedang uwuh, dan es temulawak. Dari daftar harga yang tertera di pondokan penjual, aku merasa bahwa harga masih sangat terjangkau. Tidak mahal.
Harga yang terjangkau sudah termasuk dengan pengalaman menikmati makanan dengan suasana perkampungan jaman dulu. Beberapa meja dan kursi tersedia di tanah lapang yang berada di tengah-tengah lapak penjual. Sedangkan di pojokan terdapat kursi dan meja panjang yang menghadap ke sungai.
Di sebelah ada Kampung Jawi terdapat sebuah sungai yang mengalir deras. Saat ini musim kemarau sehingga air sungai mengalami surut. Pagi itu terlihat seorang laki-laki yang sedang memancing menggunakan sebatang batang bambu yang berukuran kecil. Sedari tadi aku memperhatikannya, tetapi belum ada satu ekor ikan yang berhasil ditarik dari dalam sungai.
Sarapan Soto
Hari sudah beranjak semakin siang. Terik matahari semakin terasa panas. Setelah puas berfoto-foto akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat untuk sarapan. Namanya juga komunitas Gocapan (Gowes Cari Sarapan), tentu kurang lengkap jika tidak sarapan ketika bersepeda. Setelah berunding, akhirnya diputuskan untuk sarapan di warung soto yang ada di daerah Sampangan. Jaraknya tidak jauh dan jalan yang kami lewati ada jalanan yang datar.
Baca Juga: Bersepeda ke Curug Lawe
Ternyata pagi itu warung soto yang kami tuju terlihat sangat ramai. Banyak kendaraan terparkir di depan. Sedangkan di dalam orang-orang sedang mengantri. Kami tidak jadi makan di warung soto tersebut dan pindah di warung yang ada di dekat jembatan Banjir Kanal Barat. Letaknya sekitar 1 km dari warung soto tersebut.
Aku terus melaju mengikuti yang lainnya karena aku tidak mengetahui warung yang dimaksud. Warung yang kami tuju ternyata kecil, tapi ramai dengan para pengunjung. Tempat duduk yang tersedia hanya cukup untuk 6-8 orang. Namun, kami tidak perlu khawatir karena kami bisa duduk di bantaran sungai yang ada di seberang warung.
Aku memesan soto dan es teh. Sebetulnya ada menu nasi rawon dan nasi pecel. Menurut Asti, nasi rawon di warung ini sangat enak, tetapi menu tersebut telah habis. Kami memakan pesanan kami sambil menikmati suasana Jalan Basudewo yang cukup ramai. Aliran Sungai Kaligarang tidak terlalu deras dan di kejauhan terlihat Jembatan Lemah Gempal yang menghubungkan Jalan Suyudono dengan Jalan Pusponjolo Selatan.
Setelah sarapan kami akhirnya berpisah untuk pulang. Semuanya tinggal di daerah Semarang bawah. Sedangkan aku tinggal di daerah Semarang atas atau bagian selatan. Mau tidak mau dalam perjalanan pulang aku harus melewati beberapa jalur tanjakan. Aku memilih untuk melewati jalur tanjakan Gajah Mungkur atau Jalan S. Parman.
Aku terus mengayuh melewati tanjakan dan jalanan yang ada, meskipun matahari telah bersinar cukup terik. Salah satu resiko memiliki rumah di daerah Semarang atas adalah mesti melewati jalur tanjakan ketika akan bersepeda. Aku menganggapnya sebagai bentuk latihan bersepeda. Dalam perjalanan pulang aku kepikiran untuk balik lagi ke Kampung Jawi di kala sore atau malam hari. Khusus untuk menikmati suasana perkampungan dan kuliner yang ada di Kampung Jawi.
Cerita dari Sepeda
Kampung Jawi
28 Mei 2023
12 comments
Nah saya tuh demen suasana tempat wisata yg kayak gini,nuansa kampungnya dapet,..unik juga alat pembayarannya berbentuk kepingan…saya termasuk yg demen masakan Jawa mas..tapi belom banyak tau macamnya, kayak nasi megono itu kyk apa…Semarang memang termasuk di ketinggian ya mas…soalnya kalo lewat tol Semarang jalannya menanjak, tapi cakep banget liat rumah”di ketinggian, seru nih naik sepeda nya
Banyak orang yang menyukai masakan jawa. Meskipun rasanya cenderung manis dan gurih. Tidak perlu khawatir ada sambal yang bisa membuatnya lebih pedas. Nasi Megono termasuk makanan khas daerah batang, pekalongan, pemalang, dan kendal. Isinya nasi, nangka muda yang dicincang, kecombrang, dan parutan kelapa. Untuk lauk bisa menyesuaikan.
Semarang itu daerah pesisir di bagian utara dan perbukitan di daerah selatan. Jadi ketika mengarah ke selatan akan menemui jalan berupa tanjakan.
Gocapan adalah cara buat kisa sengaja gowes jauh, terus kulineran dan pulang panas-panasan ahahhaah.
Seru kalau gocapan, mas. Bisa lama gowesnya walau jarak lebih dekat.
Gocapan itu berasa seperti paket lengkap dalam bersepeda. Semuanya didapatkan dalam aktivitas bersepeda. Bersepeda, kulineran, jarak jauh, dan nongkrong bareng lainnya 😀
Menarik juga konsep bayar pakai kepeng itu, meskipun sebenarnya agak merepotkan. 😀 Dari deskripsi Masvay soal warungnya, yang membuat saya kepikiran itu adalah sentir-sentirnya. Karena bangunannya dari kayu–dan sebagian sepertinya pakai atap ijuk–posisi sentir itu kayaknya mesti di tempat yang benar-benar aman. Tersenggol pengunjung, bisa-bisa dilalap jago merah semua itu.
Penggunaan uang kepeng terkadang sedikit merepotkan. Pengunjung diharuskan menukar untuk memulai transaksi. Kemudian jika ada sisa bakal menukarkannya kembali agar mendapatkan uang rupiah. Namun, penggunaan uang kepeng sebagai transaksi bisa jadi acuan perhitungan pendapatan yang didapatkan selama kegiatan berlangsung. Nilai yang didapatkan bisa lebih spesifik karena terkumpul dalam satu wadah.
Itu yang aku khawatirkan. Ijuk merupakan bahan yang mudah terbakar.
soto dan es teh paduan yang pas ini, aku sering banget makan siang dengan menu kayak gini, soalnya paling praktis
senang banget kalau gowes sama temen komunitas, pengennn tapi aku ga punya sepeda hahaha
terus jalan ke cafe atau tempat makan di pagi hari sambil nyari sarapan, menyenangkann pokoknya
Soto memang jadi menu sarapan bagi kebanyakan orang. Menunya sederhana dan tidak berat.
Enaknya gowes bareng komunitas itu bisa langsung makan atau sekadar nongkrong bareng sama yang lainnya 😀
Kalo dlm bahasa Sibolga, kepeng artinya duit .
Eh tapi memang yaaa kontur Semarang itu naik turun , tiap kali ke solo, dan lewatin Semarang, aku udh langsung hapal kalo udah mulai masuk wilayah Semarang dari susunan rumah yang terasering bentuknya, trus tau2 ada lembah, kemudian naik lagi . Aku kebayang sih mas, capeknya sepedaan di sana hahahahha. Tapi kalo udh biasa, mungkin ga masalah yaa. Kan beda Ama kontur jalan di solo yg cendrung datar
Kalau bicara kepeng, aku jadi ingat mbahku cerita tentang duit di tahun 1960-an. Kepeng ini sebutan untuk uang yang nilainya lebih rendah daripada sen.
Semarang kebanyakan bukit. Jadi mau ga mau mesti nanjak. Kalau daerah kota cenderung datar. Radius kurang 10 km dari garis pantai juga sudaj ketemu tanjakan dan perbukitan lagi.
Bersepeda di daerah solo-jogja itu menyenangkan mbak. Jalannya datar semua 😀
Kampung Jawi unik juga ya, tempat wisata tapi seperti perkampungan Jawa, model gapuranya juga khas Jawa. Selain itu ada juga wisata kuliner, jadi cocok lah, kalo cape lihat lihat dan lapar tinggal makan disitu, harganya juga terjangkau ya mas.
Kampungbjawi hanya buka di malam hari mas. Pagi hari tutup, hiiks. Secara konsep kampung jawi ini unik dan pada awalnya dilaksanakan secara swadaya oelh masyarakat sekitar.