Perjalanan ke Kalikesek memang benar-benar terjadi secara tiba-tiba. Sebelumnya tidak pernah ada rencana sama sekali. Perjalanan ini dimulai ketika aku mengantarkan keponakanku main ke rumah temannya. Aku dan keluarga temannya ini masih ada hubungan kerabat. Ayahnya yang lebih tua dari aku malah aku anggap seperti teman.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit akhirnya kami tiba di rumah mereka. Ternyata mereka sudah menanti kedatangan kami. Ajakan ke Kalikesek terucap tak berselang lama setelah kami tiba di rumah mereka. Tanpa pikir panjang, aku pun menyetujui ajakan mereka.
Aku baru pertama kali mendengar Kalikesek. Setelah mencari tahu, ternyata lokasi tidak jauh dari pemandian air panas Gonoharjo. Aku cukup mengenal daerah sana. Beberapa kali aku pernah datang ke tempat tersebut. Ternyata aku pernah melintas di jalan utama menuju Kalikesek. Perjalanan menuju Kalikesek membutuhkan waktu sekitar 25 menit.
Kalikesek terletak di Dusun Kalikesek, Desa Sriwulan, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal. Daerah ini terletak pada ketinggian 800 mdpl sehingga desa ini memiliki udara yang sejuk. Pengembangan Kalikesek dimulai dari sungai yang mengalir di desa ini. Sungai yang bernama Kalikesek dikenal memiliki air yang jernih dan arus sungai yang tidak deras. Warga–khususnya anak-anak–sering bermain di sungai ini.
Baca Juga: Obrolan Santai di Pasar Gede dan Slari Coffee
Dari sungai inilah kemudian dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang layak untuk dikunjungi. Pengelolaan wilayah dilakukan oleh Bumdes bersama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Beberapa fasilitas pun dikembangkan untuk menarik minat wisatawan. Seperti area parkir, pusat kuliner, gardu pandang, kolam renang, musala, area mancing, toilet, area berkemah, dan fasilitas pengamanan di sekitar sungai. Selain itu, pengunjung bakal disuguhi pemandangan area persawahan dan perbukitan.
Selama perjalanan aku hanya membuntuti kendaraan mereka dari belakang. Terus melaju dengan kecepatan yang normal tanpa terburu-buru. Kami memasuki sebuah gang desa sesuai dengan petunjuk yang ada. Kalikesek masih jauh dari jalan utama. Meskipun begitu, aku menikmati pemandangan yang ada. Mulai dari barisan perbukitan, persawahan, rumah joglo milik warga, hingga aktivitas petani yang sedang membajak sawah.
Udara sepanjang perjalanan terasa sangat sejuk. Mungkin ini karena lokasinya di dataran tinggi, banyak pepohonan, dan daerah yang belum ramai. Saking menikmati perjalanan, tidak terasa kami sudah tiba di pintu masuk Kalikesek. Kami membayar biaya parkir sebesar Rp2.000/motor dan tiket masuk Rp2.000/orang. Biaya yang sangat murah untuk menikmati sebuah pedesaan yang masih asri.
Sore itu Kalikesek ramai dengan pengunjung. Tidak hanya dari Kendal, tetapi juga berasal dari Semarang dan kota lainnya. Keponakanku dan temannya langsung bersiap menuju kolam renang. Agenda mereka berdua memang berenang. Terdapat dua kolam renang berukuran sedang yang ramai dengan anak-anak.
Baca Juga: Tiba-Tiba ke Kota Solo
Sembari menunggu mereka berenang, aku memutuskan untuk berkeliling Kalikesek. Aku memulai perjalanan dengan menyusuri jalan setapak yang nanti akan membawaku ke sebuah warung yang ada di daerah perbukitan. Beberapa jembatan kayu terpasang dalam jalan setapak ini.
Di tepi jalan banyak ditemui lapak pedagang yang menjual aneka makanan, kudapan, dan minuman. Namun, ada satu barang jualan yang menarik perhatianku, yaitu kolang-kaling. Menurut informasi yang aku dapat, desa ini merupakan desa penghasil kolang-kaling. Ini bisa dilihat dari banyak pohon kolang-kaling yang tumbuh subur di kebun warga.
Aku melihat anak-anak dan orang tua bermain air di sungai. Aliran sungai tidak deras sehingga aman bagi mereka. Di lapak pedagang ramai dengan pengunjung. Aku juga melihat tanah lapang yang bisa difungsikan untuk area berkemah yang dilengkapi dengan lampu penerangan dan kamar mandi. Di musala juga terlihat ramai dengan pengunjung yang akan melaksanakan ibadah.
Ramainya pengunjung Kalikesek berdampak positif dalam perekonomian desa. Aktivitas ekonomi semakin bergeliat. Hal ini akan menambah pendapatan warga desa yang selama ini bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan. Kedua sektor ini sering bergantung pada musim. Sementara itu, Kalikesek termasuk dalam sektor pariwisata. Sektor ini terus bergeliat sepanjang waktu. Semua orang suka berwisata. Namun, ramainya pengunjung berimbas dengan banyaknya sampah yang dihasilkan di desa ini.
Baca Juga: Mendaki Bukit Pepe
Aku melihat banyak sampah yang berserakan di area Kalikesek. Khususnya di sekitar lapak pedagang. Meskipun telah disediakan banyak tempat sampah. Seolah-olah tempat sampah tidak mampu menahan banyaknya sampah yang dihasilkan. Ini harus jadi perhatian khusus bagi pengelola. Mereka bisa memulainya dengan menambah waktu pengambilan sampah ketika kunjungan terlihat ramai. Selain itu, dibutuhkan kesadaran dari pengunjung untuk selalu menjaga kebersihan dan membuang sampah di tempat yang telah disediakan.
Selain sampah, yang menarik perhatianku adalah banyak pengunjung yang merokok. Meskipun berada di luar ruangan, para perokok ini berada dekat dengan anak-anak. Anak-anak berhak mendapatkan udara bersih. Bergerak bebas tanpa khawatir terganggu oleh asap rokok. Para perokok seharusnya juga sadar untuk tidak merokok di tempat keramaian–khususnya tempat wisata–dan dekat dengan anak-anak. Aku masih membayangkan tempat wisata yang bebas dari asap rokok.
Aku kembali menghampiri temanku yang sedang duduk santai sembari mengamati anaknya dan keponakanku. Mereka berdua masih asyik berenang, meskipun keponakanku sudah terlihat kedinginan. Hal ini wajar karena udara sangat sejuk. Tak lama setelah itu, mereka berdua memilih untuk mentas dari kolam renang. Sebelum pulang kami menyempatkan untuk membeli jajan di lapak pedagang.
Aku menyukai pemandangan alam dan topografi yang ada di Kalikesek. Aliran sungai, sawah, area pedesaan, dan perbukitan. Tentu saja warga desa yang tinggal di desa ini. Kemudian aku kepikiran untuk bikin kegiatan di Kalikesek, seperti jalan kaki naik perbukitan atau keliling desa. Mungkin suatu saat kalau balik lagi ke sini. Aku sangat menyukai Kalikesek, meskipun pergi ke sana secara tiba-tiba.
Cerita dari Kendal
Kalikesek, Desa Sriwulan,
Limbangan,
12 Mei 2024
24 comments
Saya tuh demen sama tempat wisata yang kayak gini, pegunungan,hamparan sawah dan sungai kecil di sekitarnya..bikin betah..keinginan saya mau makan atau ngeliwet di atas alas daun pisang aja sampe sekarang belum kesampean di tempat “kayak gini ..nah itulah..kadang yg ngerokok gak mikirin dampaknya,yang buang sampah juga koq seenaknya..suka sebel kalo tempat udah indah di kotori dengan sampah.
di lampung belum ketemu tempat seperti ini mbak hen..? Seru kalau bisa liwetan dan terus makan bareng di atas daun pisang. Menu sederhana jadinya bakal luar biasa..hihi
Kadang yang merokok itu perginya bareng anaknya dan mereka tidak sadar kalau asap rokoknya terhirup oleh anaknya.
memang yaaa sampah ini selalu jadi masalah tersendiri di banyak tempat wisata di Indonesia..herannn dehhh…
minimnya kesadaran untuk membuang sampah di tempatnya jadi peer tersendiri…
kalo liat ini tempatnya bener2 asri ya mas masih murniii hehe…ditengah hamparan sawah hijau udara yang segar dan air yang jernih..pasti bikin mager ini sie…keren warganya yang bisa menjadikan nya sebagai tempat wisata jadi bisa menambah pemasukan..semoga tetap terjamin keasrian nya
Di beberapa kota di indonesia malah darurat sampah mbak. Banyak sampah yang tidak terbuang dengan baik.
Pengembangan wisata berbasis desa memang perlu dikembangkan terus agar warga desa mendapatkan manfaat langsung dari pengembangan potensi yang ada di desa mereka. Warga desa juga perlu dilatih untuk menjaga kualitas pelayanan di tempat tersebut.
Mas, kayaknya ini tempat asyik buat sepedaan, cari kuliner, terus rendam air biar pegalnya hilang ahhahahaa.
Semoga pokdarwisnya tetap dapat berinovasi, sehingga tempat seperti ini selalu menjadi daya tarik wisatawan lokal
Kalau dari semarang lumayan jauh dan jalannya naik turun. Jalurnya yang dilewati memang punya pemandangan dan suasana yang bagus.
Pokdarwis mesti selalu berinovasi dan memberikan yang terbaik kepada pengunjung.
aku juga berharap agar tempat-tempat wisata yang khususnya banyak anak-anak bisa menjadi kawasan bebas asap rokok. semoga bisa kesampaian ya, Kak.
enaknyaa bisa refreshing ke tempat yang hijau-hijau dan adem seperti Kalikesek ini, aku jadi pengin refreshing juga, Kak Rivai wkwk
Besar banget harapannya agar tempat wisata bebas dari asap rokok. Kepikiran juga kalau misalnya kotalama bebas dari asap rokok.
Ayolah sesekali refreshing. Tinggal masuk tol kemudian melaju menuju ke bogor..wkwkwk
Desa-desa khususnya pegunungan itu memang punya potensi yang besar untuk dikembangkan jadi wisata ya mas. Di kampungku, Kuningan sana juga sama. Banyak banget wisata baru yang timbul dari dana pemerintah yang dikembangkan ke sektor wisata. Apalagi kebetulan, Kuningan ada di kaki pegunungan Ciremai juga, jadi pemandangannya terbentang luas.
Hanya saja yaaa, kendalanya ya itu-itu saja.
– Sampah kurang terhandle
– Larangan merokok kurang kuat
– Harga tiketnya seringkali kemahalan
Apalagi ya, coba mas vai tambahin hahahaha
Selain itu juga ada sikap premanisme warga sekitar mas fajar. Ini sering ditemui di banyak tempat. Oknum warga ini tidak jarang mengintimidasi para wisatawan.
selaluuuu masalahnya dengan sampah yaa 🙁 sedih kalo udah lihat begini… ga ngerti lagi cara bilanginnya supaya sampah dibuang di tempatnya.. sayang banget sungai sejernih ini nantinya bakal kotor kalo memang warganya juga ga punya kesadaran ama sampah..
cakep loh padahal… aku sukaaaa liat bentuk sungainya yg tenang, jernih pula..
apalagi lokasinya di tempat sejuk begini… jarang2 nemuin sungai yg bersih dan jernih skr ini .. aku aja hrs ke puncak setidaknya kalo mau liat sungai bersih dan jernih ;p
Warga dan pengunjung mesti sadar akan pentingnya pengelolaan sampah sehingga tidak merusak tempat ini. Aneh, kalau tempat yang jadi tempat sumber pendapatan malah tercemar sampah. Sumber air bersih ini memang perlu dijaga.
Senang rasanya menemukan hidden gem yang dikelola oleh warga lokal melalui Pokdarwis serta berkontribusi terhadap BUMDES. Pengalaman di beberapa tempat, tempat wisata yang dikelola oleh warga setempat bisa menjadi sumber pendapatan tambahan untuk warga lokal. Untuk urusan sampah, sepertinya memang sudah jamak ditemukan, sayang saja kalau tempat wisata alam nyajiinnya makanan instan yang bungkusnya plastik, mungkin lebih baik memberdayakan kemasan dan pangan lokal. Misalnya jual nasi dan lauk khas daerah sana dan piringnya pake alas daun pisang. hehehe
Saking majunya tempat ini, pokdarwis bisa memberikan thr untuk pengelola tempat ini. Aha iya, inovasi makanan lokal yang lebih ramah lingkungan rasanya perlu digalakan lagi sehingga secara tidak langsung ikut melestarikan makanan lokal.
suasananya bener-bener keliatan asri ya mas, tiketnya pun masih terbilang sangat terjangkau, sayang banget kalau melewatkan destinasi 1 ini 🙂
Tempat yang cocok untuk bersantai dan menghirup udara segar yaa mas.
ini tempat wisata yang lokal banget ya, seneng liat foto-fotonya. pas kemarin ke kampung suami di jambi, saya ke tempat seperti ini juga; lokasinya jauh lebih terpencil karena harus menembus perkebunan sawit dan hutan. tapi saat melihat pemandangannya, senang sekali karena masih terjaga ke “lokal”-annya.
kalau dari cerita mas rivai, kayaknya langkahnya sudah benar ya, diurusnya bekerjasama dengan warga lokal. semoga tempat wisatanya tetap terjaga dan kesadaran masyarakat juga makin meningkat. kalau tiap wilayah punya tempat wisata terkelola seperti ini, pasti meningkatkan kesejahteraan warga, mulai dari finansial sampai hepi karena mau wisata nggak perlu jauh-jauh 😀
Jambi di daerah mana mbak mega? aku pernah ke melintas di beberapa daerah di jambi. banyak kebun sawit. Tapi aku suka ketika melewati kabupaten yang berada di kabupaten sarolangun yang banyak hutannya.
Sekarang banyak desa wisata yang dikelola oleh warga dalam bentuk bumdes dan pokdarwis. Sebuah destinasi wisata mestinya juga membawa dampak positif untuk warga sekitar.
Sebetulnya pemandangan sawah cukup banyak mas Vai, tapi rata “kayak resto gitu, sedangkan saya kepinginnya makan di area sawah tapi bawa bekal sendiri kayak piknik gitu wkwkk,mosok numpang di sawah orang
ya emang sudah dikonsep resto di sawah. Kalau mau numpang sawah orang bisa pakai gubuk di sawah. Khan gratis kalau kayak gini..hehhehe
aq entah kenapa bacanya kok kali sesek ya
jadi berasa sesek aja di kalinya hehe
Kalau sudah berada di sana ga berasa sesek kok mas. Tenang saja
kalinya nggak dalem, pantesan anak-anak betah main air disana ya, tadi sekilas liat fotonya aku langsung dejavu, soalnya sekilas mirip kayak di Banyuwangi, kali yang ukurannya nggak terlalu lebar dan debit air nggak deras dibuat sebagai area main anak-anak
yang bikin aku salfok, banyak warga duduk di pinggiran kali di pinggir jalan untuk merendam kakinya. Kalau cuaca lagi terik banget, kayaknya panas juga ya kalau duduk-duduk dipinggir jalan itu
Kebetulan itu pas sore hari jadi tidak terlalu panas. Di aliran sungai itu ada ikan yang biasa memakan kulit mati yang ada kaki. Daerahnya memang sejuk sehingga cocok untuk dikunjungi.