Kami tiba di Pasar Gede ketika jam makan siang. Pasar Gede ini salah satu bangunan karya Thomas Karsten yang ada di Kota Solo. Selesai dibangun pada tahun 1930. Pasar Gede terdapat dua bangunan. Kedua bangunan ini dipisahkan oleh jalan raya. Bangunan utama difungsikan sebagai pasar tradisional dan satu bangunan lainnya difungsikan sebagai pusat kuliner. Pusat kuliner terletak di seberang pasar tradisional.
Kami mulai berjalan kaki dengan menyusuri emperan pasar yang dipenuhi penjual makanan yang menggunakan gerobak. Mereka tidak memiliki lapak, tetapi pelanggan mereka rela antri panjang untuk mendapatkan makanan yang mereka jual. Setelah aku perhatikan, ternyata pedagang ini menjual makanan olahan daging babi.
https://masvay.com/tiba-tiba-ke-kota-solo/Kami memasuki Pasar Gede dari pintu sebelah utara. Di dalam pasar kondisinya lebih ramai. Bahkan di depan kami banyak orang yang sedang mengantri di depan lapak es dawet. Lapak es dawet itu adalah milik Bu Dermi. Sepertinya es dawet Bu Dermi memang terkenal di kalangan pengunjung pasar dan wisatawan. Dari obrolan yang tidak sengaja terdengar olehku, aku jadi tahu ada beberapa orang yang berasal dari luar kota sedang ikut mengantri.
Baca Juga: Tiba-Tiba ke Kota Solo
Setelah berhasil menembus antrian yang memadati jalan pasar, akhirnya kami memutuskan untuk membeli es dawet di lapak pedagang yang tidak ramai. Kami tidak terbiasa mengantri lama untuk mendapatkan sebuah makanan. Kami lebih memilih di lapak yang tidak ramai, tidak perlu antri sehingga bisa menikmati es dawet tanpa diburu-buru pengunjung lainnya.
Satu porsi es dawet disajikan dalam mangkuk kecil. Terdiri dari dawet atau cendol ijo, tape ketan, irisan nangka, gula merah cair, ketan hitam, jenang sumsum, santan, dan biji selasih. Satu porsi es dawet dijual dengan harga Rp12.500. Setelah puas menikmati es dawet kami segera membayar dan meninggalkan lapak. Sudah ada rombongan keluarga yang datang untuk menikmati es dawet di lapak tersebut.
Di Pasar Gede juga banyak penjual oleh-oleh berupa makanan kering. Para wisatawan bisa berburu oleh-oleh di pasar ini. Selain itu juga terdapat penjual yang menjual jajanan pasar dan aneka bumbu masakan. Para pedagang sangat ramah. Beberapa kali kami ditanya kebutuhan yang kami cari atau malah ditawari produk yang mereka jual.
Kami meninggalkan Pasar Gede melalui pintu utama. Kemudian menyeberang jalan dan menuju pusat kuliner Pasar Gede yang ada di lantai dua. Di tempat ini kami belum mengetahui bakal makan apa. Kami memilih untuk berkeliling melihat makanan yang tersedia di sana. Ada salah satu tempat makan yang sebetulnya menarik perhatian kami, tetapi kami urung singgah karena kami masih kenyang.
Setelah berkeliling akhirnya kami singgah di kedai Vipho9. Kedai ini yang menjual makanan Vietnam. Ini gegara temanku yang tiba-tiba ingin makan makanan Vietnam. Aku belum pernah makan makanan Vietnam sehingga tidak tahu makanan yang tertulis di menu. Menurut info, Vipho9 ini jadi kedai makanan khas Vietnam pertama yang ada di Kota Solo.
Kedua temanku memesan vietnamese spring rolls untuk kami makan bersama. Sementara itu, aku memesan kopi susu di warung kopi yang berada di sebelah kios itu. Kudapan yang kami pesan telah datang. Bentuknya mirip lumpia dengan isi berupa sayuran, mie putih, wijen. ayam, dan udang. Kudapan dan minuman yang kami pesan menemani obrolan santai kami lebih dari satu jam.
Di salah sudut bangunan terlihat antrian di kedai dimsum. Padahal kedainya belum buka. Namun, beberapa orang sudah berdiri untuk mengantri. Menurut temanku, kedai dimsum itu selalu ramai dengan pembeli. Semua makanan dan minuman yang kami pesan telah tandas. Saatnya kami berpindah tempat. Sesuai kesepakatan, kami akan pindah ke Slari Coffee.
Slari Coffee
Slari Coffee terletak di Jalan Slamet Riyadi. Tepatnya di sebelah Restoran Kusuma Sari. Kedatangan kami di kedai kopi ini adalah hasil rekomendasi dari temanku. Tempo hari temanku singgah di sini. Di Slari Coffee tersedia area dalam ruangan dan luar ruangan. Area luar ruangan terletak di trotoar Jalan Slamet Riyadi. Hanya tersedia untuk empat meja. Kami tiba ketika siang hari sehingga kami memilih area dalam ruangan.
Di dalam ruangan terdapat lima meja kecil dan satu meja panjang yang menghadap ke arah Jalan Slamet Riyadi. Siang itu pengunjung Slari Coffee didominasi anak muda. Sebelumnya ada dua orang tua yang singgah untuk beli es kopi secara dibungkus. Para pengunjung terlihat sibuk berdiskusi dan membuat konten. Dua es kopi gula aren dan satu matcha latte yang kami pesan telah tersaji untuk menemani obrolan santai kami.
Baca Juga: Cerita Kopi dari Desa Brenggolo
Dari sekian banyaknya obrolan, kami menyadari bahwa kami pernah berada di suatu masa di mana kita menyukai kegiatan mendaki gunung. Berjalan kaki jauh, menggendong ransel gunung, mendirikan tenda, memasak dengan peralatan sederhana, menahan lapar dan kantuk, serta lelah menjadi hal yang biasa kami lalui pada masa itu.
Kini kedua temanku sudah tidak naik gunung lagi. Mereka tidak membayangkan betapa melelahkannya jika mendaki gunung di masa sekarang. Mereka sudah lupa kapan terakhir naik gunung. Sementara itu, aku terakhir naik gunung di bulan Maret 2023 lalu. Pada saat itu aku mendaki Gunung Merbabu.
Hal yang paling tidak aku sukai ketika mendaki gunung adalah bongkar muat peralatan dan perlengkapan di tas gunung. Kegiatan itu rasanya sangat menghabiskan waktu dan tenaga. Kalau berjalan kaki aku tidak mengalami permasalahan. Kalau tubuh terasa lelah sudah menjadi hal yang biasa.
Di tengah obrolan santai kami, di luar terlihat kereta uap Jaladara yang sedang melaju pelan menyusuri rel yang ada di tepi Jalan Slamet Riyadi. Suara sirine kereta uap meraung-raung sepanjang perjalanan. Beberapa pengunjung dan warga berhamburan keluar untuk memotret kereta uap ini. Rel kereta yang aktif di tepi jalan menjadi keunikan tersendiri bagi Jalan Slamet Riyadi.
Waktu menunjukkan pukul 16.00 dan kami telah bersiap untuk pulang. Temanku akan pulang ke Wates, Kulon Progo dengan naik kereta api melalui Stasiun Purwosari. KRL Solo-Jogja selalu ramai dengan penumpang. Banyak warga memanfaatkan moda transportasi ini untuk berwisata di kedua kota ini. Kereta pasti penuh, tapi tidak ada pilihan lain. Dia harus segera pulang agar tidak kemalaman begitu sampai rumah.
Yang paling tidak menyenangkan dalam sebuah pertemuan adalah momen perpisahan. Rasanya ingin menghabiskan waktu sedikit lebih lama lagi. Kami berpisah dalam perjalanan pulang. Tidak lupa kami berencana untuk suatu saat berkumpul lagi. Entah kapan. Namun, rencananya menunggu temanku yang dari Palembang sedang dinas di Pulau Jawa, khususnya Jogja dan Solo. Aku kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Semarang dengan santai dan tidak terburu-buru. Terima kasih untuk waktunya. Semoga kita bisa berjumpa lagi, Kawan.
Cerita dari Kota Solo
Pasar Gede & Slari Coffee
28 April 2024
18 comments
Di beberapa tempat , makanan enak dan terkenal itu ngantri ya, mungkin karena enak rasanya tapi tempatnya gak cukup besar, jadi orang pada ngantri dan penasaran, kayak aku kemarin mas jadi ikutan ngantri, karena penasaran rasanya, dan gak nyesel karena emang enak hehehe….kalau ada pertemuan pasti ada perpisahan, dan mau gak mau harus melewatinya.
Ya kalau emang bikin penasaran banget tidak ada salahnya untuk ikut antri. Hal itu juga bakal jadi pengalaman tersendiri bagi kita. Lebih baik ikut mengantri daripada terus penasaran. Pertemuan dan perpisahan dijual sepaket mbak
Thanks for sharing
terima kasih telah berkunjung
Pasar gede ini kawasannya Koh Halim hahhahahah
Sebenarnya memang menyenangkan sih kalau kulineran di pasar. Lebih beragam makanannya dan pastinya harga lebih murah.
Ah iyaa, sudah lama ga ketemu dengan koh halim. Selain itu, aura kulineran di pasar terasa beda dan bisa berbaur dengan pengunjung pasar lainnya.
Solo ternyata estetik banget kotanya ya. Bangunannya juga banyak yang tua tapi masih berfungsi dan difungsikan. Pantas saja minat wisata disana kian bertambah tiap tahun. Mas vay ada rencana ke bekasi juga kah? Kalau ada berkabar mas, nanti kita ngopi-ngopi juga hehehe
Kulinernya solo juga enak-enak mas fajar..hihihi
Aku itu dulu sering ngantor di bekasi. Tepatnya di daerah galaxy. Sekarang sudah jarang ke bekasi mas. Nanti kalau ke bekasi aku kabari mas. Terima kasih untuk tawarannya mas fajar. Nanti kalau mas fajar ke semarang, kabari saja. Nanti aku ajak keliling kota.
bener banget..ini dawet bu dermi memang suterkenal itu masss…yg luar kota bela2in rela antri makan sambil berdiri demi dawet bu dermi hehehe…aku sendiri yg orag solo juga jadi nyobain gegara nganter temen luar kota yg pengen cobain dawet bu dermi…
kalo yg di pusat kuliner yg paling rame memang dimsum..namanya uma yamcha dimsum dama satu lagi warung TFP mas..dia rame terus tiap hari soalnya menu tiap harinya juga berubah, menunya western gitu harga kaki lima ras bintang lima sie menurutku hehe..
eh btw bisa nyasar ke slari coffee juga too ternyata hehe..satu owner dia sama kusuma sari resto hihii…recommended ya mas soalnya bisa sambil liat kereta lewat 🙂
suamiku sepertinya juga pengen tu naik gunung lagi tapi berhubung antara yakin dan tidak jadi sementara kami cukup puas dengan camping ria dulu hehe
Rata-rata juga begitu, ikut antri karena rekomendasi dari teman kita. Ramainya beda dengan penjual dawet lainnya.
Aku sudah pernah makan TFP. Aku akui makanannya emang enak, mengenyangkan, dan harganya lebih terjangkau.
Kalau belum yakin memang sebaiknya jangan naik gunung dulu. Naik gunung juga perlu persiapan fisik, mental, dan pengetahuan. Camping ceria pun sudah menyenangkan untuk kegiatan bersama keluarga.
emang kuliner kota2 itu khas2 aja
boleh juga itu ya dawet telasihnya
Tiap kota punya kuliner khas yang mesti dicoba mas rezky.
Salam kenal kak, saya baru pertama kali berkunjung ke blog ini. Dan blognya keren, saya juga menulis sesuatu diblog saya. Blog ini akan saya jadikan refrensi. Bagus pokoknya, salam hangat
Salam kenal mas nova. Makasih telah berkunjung ke blog ini.
Mari kita terus semangat dan konsisten untuk nulis blog.
Di usia skr aku juga udah males yg namanya antri mas. Dulu mungkin masih mau. Sepanjang apapun jabanin . Tapi makin kesini, aku LBH cari nyaman.
Apalagi kalo antrinya di pasar, duuh mohon maaf, aku ga bakal kuat kayaknya, ditambah gerah.
Jadi aku bakal sama kayak mas Rivai, LBH milih penjual lain aja yg sepi. Lagian toh kadang kasian Ama penjual yg ga rame pembeli, itung2 ksh rezeki ke mereka.
Eh selari coffee aku kok ga ngeh yaa. Pdhl sering makan di Kesuma sari .
Nanti ah cobain. Ini ga jauh dr rumah suamiku di solo. Biasanya selalu jalan kaki kalo beli kroket di Kesuma sari.
Setujuuu, momen pisah itu selalu ga enak yaa. Apalagi kalo temen yg dijumpai bisa klik banget ama kita.
Kemarin kami juga berpikir untuk berbagi rejeki kepada pedagang lainnya.
Berarti rumah mas raka berada di daerah kota banget ya mbak fanny. Dekat dengan jalan slamet riyadi. Slari coffee itu masih jadi satu kepemilikan dengan kesuma sari.
bingung aku nanti kalau explore Solo mau kemana dulu, dari dulu list destinasi di Solo udah cukup banyak. Terus ada Slari coffee juga
pengen blusukan ke pasar Gede, penasaran sama kuliner di dalamnya, tapi es dawet bu Dermi ini selalu full ya, yang sering disebut-sebut di internet kayaknya kok Bu Dermi terus, semoga kalau aku kesana ga antri panjang hahaha
Ya kalau ingin antri di bu dermi juga gpp sih. Kalau aku lebih suka di tempat yang sepi biar makannya ga diburu-buru dan tentu saja buat nglarisi pedagang lainnya.
kalau ke solo memang wajib untuk kulineran 😀