Kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 3 Dampo Awang dengan melalui Lembah Manding. Lembah ini jadi jalur yang terkenal dalam pendakian Gunung Merbabu via Suwanting. Terdapat sebuah papan nama bertuliskan Lembah Manding. Selain itu, juga tertulis larangan untuk mendirikan tenda di area Lembah Manding. Tanahnya datar, lapang dan cukup untuk menampung lima tenda. Namun, areanya berbahaya untuk mendirikan tenda. Nama Lembah Manding diambil dari banyaknya pohon mlanding atau petai cina yang ada di lembah ini.
Dalam pengarahan tadi pagi, Pak Ambon mengingatkan kepada kami untuk memberi salam sebelum memasuki kawasan Lembah Manding, selalu fokus, tidak perlu mengeluh, dan tidak berkata kasar selama melewati Lembah Manding. Berdasarkan cerita dari Pak Ambon, jalur Lembah Manding telah mengalami perubahan jalur demi keamanan pendaki. Beberapa jalur terjal dialihkan menuju jalur yang lebih landai dan aman, meskipun jaraknya sedikit lebih jauh.
Baca Dulu: Mendaki Gunung Merbabu Via Suwanting
Siang itu Lembah Manding diselimuti kabut. Hal ini membuat jarak pandang kami menjadi terbatas. Kami mulai menjaga jarak dalam berjalan. dalam perjalanan itu kami bertemu dengan para pendaki yang sedang dalam perjalanan turun. Beberapa dari mereka terlihat basah karena hujan tadi. Banyak dari mereka terlihat kelelahan. Tidak lupa juga kami saling memberi menyapa dan memberikan salam. Hal yang sudah biasa bagi para pendaki ketika bertemu di jalur pendakian. Hari beranjak sore dan hujan mulai turun lagi. Tidak deras, tapi kami langsung mengenakan jas hujan.
Kami sengaja tidak berteduh dan terus melanjutkan perjalanan. Sekitar pukul 16.30 WIB kami tiba di Pos Air. Ini merupakan satu-satunya sumber mata air yang ada di jalur Suwanting. Sore itu terlihat banyak pendaki yang mengantri untuk mengambil air yang keluar dari pipa. Tidak hanya botol ukuran 1 liter, tetapi ada beberapa pendaki yang membawa galon dan jerigen ukuran lebih dari 5 liter. Ukuran pipa tidak besar, tapi air mengalir dengan lancar. Kami memutuskan untuk langsung menuju Pos 3 Dampo Awang dan berencana akan mengambil air pada malam hari.
Kami tiba di Pos 3 Dampo Awang pada pukul 16.50. Sesuai dengan perkiraan kami. Perjalanan dari basecamp menuju Pos 3 Dampo Awang normalnya membutuhkan waktu selama 6-7 jam pendakian. Perjalanan kami sudah termasuk istirahat karena hujan dan makan siang. Setelah menemukan lokasi berkemah, kami langsung mendirikan dua tenda. Proses mendirikan tenda juga tidak mengalami kesulitan. Semua tenda sudah berdiri ketika suasana matahari terbenam menyapa kami. Kami bisa menikmati suasana senja di Pos 3 Dampo Awang.
Pos 3 Dampo Awang memang tempat yang disarankan untuk mendirikan tenda jika mendaki Gunung Merbabu via Suwanting. Menurut Pak Ambon, pos ini bisa menampung hingga 100 tenda. Benar saja, sore itu ada puluhan tenda didirikan di pos ini. Bahkan terlihat seperti sebuah perkampungan pendaki. Suara ramai nan riuh para pendaki menjadi hal yang biasa di pos ini.
Kami memulai membongkat isi tas untuk menyiapkan perlengkapan memasak dan bahan makanan. Bahan makanan yang kami bawa berupa makanan instan sehingga proses memasaknya lebih mudah. Rencananya malam ini kami akan memasak nasi dan tom yum. Tentu saja tidak lupa dengan kopi untuk menghangatkan badan. Memasak di gunung itu salah satu kegiatan yang seru dan menyenangkan. Terkadang aroma masakan yang dimasak akan tercium hingga tenda sebelah. Ketika makan pun kadang diselingi dengan obrolan tentang perjalanan yang telah dilakukan siang tadi.
Setelah selesai makan, aku dan Rifqy turun ke Pos Air untuk mengambil air. Suasana malam itu dingin dan angin masih bertiup dengan cukup kencang. Kami menuruni bukit dengan berbekal jaket, kupluk, senter, dan jerigen plastik ukuran 20 liter. Waktu yang kami butuhkan sekitar 15 menit untuk mengisi sebagian jerigen. Kami sengaja tidak mengisi penuh jerigen tersebut. Kami mengambil air sesuai kebutuhan kami agar air tidak sisa dan terbuang sia-sia. Selain itu, beban jadi lebih berat kalau diisi penuh.
Perjalanan kembali ke Pos 3 akan membutuhkan waktu selama 15 menit dengan banyak jalur yang bercabang. Kami mesti fokus agar tidak salah dalam memilih jalur yang akhirnya bisa menyulitkan kami. Sesuai dengan pesan Pak Ambon, kami tidak boleh mengikuti jalur pipa karena itu bukan jalur pendakian. Dalam perjalanan itu kami bergantian membawa jerigen berisi air tersebut. Lumayan berat dengan jalur yang menanjak. Suara-suara para pendaki yang berada di Pos 3 Dampo Awang terdengar samar-samar.
Setibanya di tenda kami langsung menata perlengkapan kami. Saatnya kami beristirahat agar bisa bangun pukul 04.00 untuk perjalanan menuju puncak Gunung Merbabu. Malam itu, hujan rintik-rintik kembali turun dan akhirnya menambah dinginnya malam. Aku pun tidak bisa tidur dengan tenang. Beberapa kali terbangun. Hujan turun tidak berlangsung lama dan berangsur mereda. Badan ini masih merasa kedinginan, meskipun sudah mengenakan jaket, kaos kaki, dan kantong tidur.
Dari kejauhan terdengar beberapa suara langkah kaki pendaki baru tiba di Pos 3 Dampo Awang. Mereka berteriak-teriak mencari tenda temannya yang sudah tiba terlebih dahulu. Malam itu memang banyak kelompok pendaki yang mendaki menggunakan jasa agen perjalanan. Seharusnya mereka bisa berjalan bersama sesuai dengan waktu yang ditentukan. Namun, dalam perjalanannya bisa saja salah satu atau beberapa pendaki tertinggal atau menyusul di waktu yang berbeda.
Perjalanan ke Puncak
Menjelang pukul 04.00 WIB area Pos 3 Dampo Awang sudah dipadati oleh pendaki yang bersiap untuk melakukan perjalanan ke puncak Gunung Merbabu. Suara mereka terdengar ramai, riuh, dan bersemangat untuk melakukan perjalanan pagi ini. Puluhan pendaki sudah memulai perjalanan puncak mereka. Barisan cahaya lampu senter terlihat dari pos ini. Aku bersiap-siap untuk mengecek semua keperluan yang akan aku bawa dalam perjalanan pagi ini. Mulai dari jaket, kupluk, senter, sarung tangan, penutup muka, minum, roti, dan kurma sebagai bekal makanan.
Kami mulai berjalan mengikuti para pendaki yang telah berjalan terlebih dahulu. Pendaran lampu senter dan riuhnya suara pendaki terdengar sepanjang perjalanan. Perjalanan puncak langsung disuguhi dengan jalur menanjak menuju Pos Sabana I. Angin yang bertiup dengan kencang dan dinginnya pagi menjadi bagian yang tak terpisahkan pada pagi itu. Terus berjalan, meskipun dalam kecepatan yang pelan adalah pilihan yang bijak untuk melawan rasa dingin.
Baca Juga: Mendaki Gunung Telomoyo Via Arsal
Kami akan membutuhkan waktu sekitar 2-2.5 jam untuk bisa tiba di Puncak Kenteng Songo–puncak tertinggi Gunung Merbabu–di ketinggian 3142 mdpl. Kami mesti melewati beberapa pos terlebih dahulu sebelum tiba di puncak. Mulai dari Pos Sabana I, Pos Sabana II, Puncak Suwanting, dan Puncak Triangulasi. Kemudian tinggal berjalan kaki sedikit untuk tiba di Puncak Kenteng Songo.
Aku memilih untuk beristirahat sejenak ketika tiba di Pos Sabana I. Langit masih gelap, tapi papan nama pos masih terlihat karena diberi warna hijau. Perjalanan menuju puncak memang akan melalui jalur padang sabana. Ada beberapa pohon dengan ukuran sedang. Pos Sabana I itu berupa tanah lapang di antara jalur menajak. Meskipun datar, tidak diperbolehkan untuk mendirikan tenda di pos ini. Area terbuka seperti ini sangat berbahaya digunakan sebagai tempat berkemah.
Di Pos Sabana II kondisi tidak jauh berbeda. Sebuah tanah lapang yang datar dan terbuka dengan ketinggian sekitar 2.800-an mdpl. Di pos ini aku mulai terpisah dengan yang lainnya. Bagus berada di depanku, sedangkan Rifqy dan Evelyn berada di belakangku. Meskipun terpisah, aku masih bisa melihat mereka semua. Terkadang aku berjalan di belakang atau bareng dengan kelompok pendaki lain.
Aku tiba di Puncak Suwanting yang berada di ketinggian 3.005 mdpl saat matahari mulai terbit. Langit masih berwarna ungu. Hanya ada sedikit warna jingga yang menjadi acuan posisi matahari terbit. Matahari tidak terlihat dari secara langsung karena sisi timur tertutup oleh bukit. Aku berhenti sejenak di tepi jalur pendakian dan menikmati suasana matahari terbit pagi itu. Tak jauh dari tempatku ada beberapa pendaki sedang mengabadikan momen matahari terbit itu.
Baca Juga: Bersepeda ke Batang
Jalur menuju puncak sudah mulai terlihat. Padang sabana dan perdu mendominasi di sepanjang jalur pendakian ke puncak. Gunung Merapi mulai terlihat di sebelah selatan. Kehangatan sinar matahari pagi mulai aku rasakan. Kehangatan ini mampu mengurangi dinginnya pagi yang dibawa oleh hembusan angin. Dalam perjalanan itu aku juga melihat Pos Pemancar yang merupakan bagian dari jalur pendakian Gunung Merbabu via jalur Cuntel dan Thekelan. Dua jalur tersebut pernah aku lewati lebih dari 10 tahun yang lalu. Ketika aku baru saja lulus dari bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).
Di Puncak Gunung Merbabu
Puncak Triangulasi sudah terlihat. Aku jadi semakin semangat untuk segera tiba di puncak. Aku tiba di Puncak Triangulasi pada pukul 06.25. Puncak ini merupakan puncak pertemuan antara jalur Selo, dan jalur Suwanting. Terdapat sebuah tugu yang bertuliskan Puncak Triangulasi. Tugu ini sangat ikonik bagi para pendaki. Puncak Triangulasi sudah dipenuhi dengan para pendaki yang mendaki dari berbagai jalur. Para pendaki sedang merayakan keberhasilan mereka dalam mencapai puncak ini.
Selama perjalanan menuju puncak dan ketika berada di puncak ini, pendaki akan selalu disuguhi pemandangan yang indah. Barisan perbukitan dan hamparan padang sabana membentang sejauh mata memadang. Gunung Merapi yang berdiri dengan gagah. Tidak hanya itu, beberapa puncak gunung-gunung lainnya juga bisa dilihat ketika cuaca cerah. Sebagian besar pendaki setuju bahwa Gunung Merbabu adalah salah satu gunung di Jawa yang memiliki pemandangan yang bagus. Aku pun setuju dengan pernyataan itu. Hal itu berdasarkan apa yang aku rasakan dan temukan dalam perjalanan ini.
Aku, Bagus, Rifqy, dan Evelyn yang sebelumnya terpisah akhirnya berkumpul kembali di Puncak Triangulasi. Kami berfoto di puncak ini terlebih dahulu. Puncak Kenteng Songo letaknya tidak jauh. Hanya sekitar 100 meter dari Puncak Triangulasi. Kami berjalan bersama menuju puncak tersebut. Puncak Kenteng Songo sudah dipenuhi dengan pendaki. Sebelumnya aku sudah pernah mencapai Puncak Kenteng Songo dalam pendakian keduaku di Gunung Merbabu. Setelah lulus sekolah menengah.
Sama dengan Puncak Triangulasi. Di Puncak Kenteng Songo terdapat sebuah tugu yang bertuliskan Puncak Kenteng Songo. Selain itu, di puncak ini terdapat artefak batu yang berbentuk lumpang. Artefak ini dipagari menggunakan rantai. Hal ini sebagai cara untuk menjaga artefak dan melarang pendaki untuk mendekati serta merusak artefak tersebut. Konon, pada masa lalu batu lumpang ini digunakan sebagai alat ritual tertentu.
Di Puncak Kenteng Songo kami juga bertemu dengan kawannya Rifqy yang mendaki melalui jalur Thekelan. Akhirnya kami telibat obrolan santai tentang perjalanan kami dalam mendaki Gunung Merbabu. Lukas, kawannya Rifqy, bercerita bahwa dia telah mendaki beberapa puncak yang ada di jalur Thekelan terlebih dahulu sebelum tiba di Puncak Kenteng Songo. Selain itu, yang terkenal dengan dari jalur Thekelan ada kawasan helipad dan sebuah tanjakan terjal dengan kanan-kirinya berupa jurang yang kemudian dikenal dengan nama Jembatan Setan.
Matahari mulai meninggi dan angin masih bertiup dengan cukup kencang. Setelah satu jam berada di puncak Gunung Merbabu, akhirnya kami memutuskan untuk turun ke Pos 3 Dampo Awang. Aku kembali mengenakan jaket dan mengencangkan kedua tali sepatuku. Tidak lupa aku juga mengenakan kupluk dan penutup muka untuk melindungi wajahku dari terpaan angin.
Cerita dari Gunung
Gunung Merbabu Via Suwanting
18-19 Maret 2023
40 comments
Lama juga ya mas ,kalau di hitung hampir 9jam lebih sendiri, mana udara dingin menusuk gitu,kalo bukan yg bener”pendaki dan hobi bakalan kesulitan menempuh medan berat dalam keadaan dingin, pemandangannya bagus banget, foto”nya juga keren, bertaburan tenda warna warni, dan hamparan pegunungan yg hijau,sampai di atas ternya begitu ya ada prasasti/artefak ,itu penanda kalau sudah di puncak nya ya.
Waktu yang normal mbak heny. Rata-rata gunung dengan ketinggian di atas 3000 mdpl biasa ditempuh dengan waktu selama itu. Semuanya bisa disiapkan dengan latihan fisik dan pengetahuan 😀
Fotonya masih ada yang kurang, yaitu suasana ramai di puncak gunung yang tidak aku ambil. Padahal momen tersebut cukup menarik..hiks
tiap hari liat merbabu tapi blm pernah menaikinya, mentok lewat selo ketep pass saja naik motor hehe
Kalau gitu bisa coba jalur kopeng mas. Pemandangannya bagus.
Sempat turun hujan
untung tidak begitu lama, sehingga masih aman
sungguh luar biasa, indah sekali
Masih bulan maret jadi hujan masih sering turun. Akhirnya mesti lebih berhati-hati.
Nafas saya dah tua
jadi tak kuat lagi camping atau naik gunung hehe
Berarti perlu latihan fisik agar nafas bisa jadi lebih baik lagi, mas 😀
Jalur suwanting ini tuh medannya emang paling berat diantara jalur lain yaak? Rata2 kalo baca cerita orang seringnya via selo terus soalnya. Btw dulu ada open trip di tempat kerjaku yang berangkat ke merbabu jam 10 malem dari Jogja, start hiking via selo jam 12an malem terus nanti siang jam 2 udah sampe jogja lagi. Tektok gitu lah yaaa. Ini keitung cepet bgt gaksiii??
Banyak yang bilang begitu. Tapi menurutku ga jauh beda dengan jalur lainnya. Aku pernah lewati jalur cuntel dan thekelan. Kalau jalur selo belum pernah.
Aku belum tahu ukuran cepatnya seperti apa. Aku dengar cerita dari orang basecamp, dia bisa naik dari basecamp ke pos 3 dalam waktu 2.5-3 jam. Dia bilang itu sudah termasuk cepat. Jadi waktu yang teman-teman mbak nadya termasuk cepat. Kalau dihitung kasar, naik jam 12 malam kemungkinan bisa sampai puncak pas sunrise. Tinggal perjalanan turun yang bisa lebih cepat lagi.
Menurutku, lasekap dari Puncak Triangulasi lebih syahdu fotonya. Dulu pas naik tahun 2015 lebih banyak menatap lansekap di sana yang menghijau
Dari puncak triangulasi sabana terlihat lebih jelas. Jalur suwanting dan selo menawarkan pemandangan sabana, sedangkan jalur wekas, cuntel, dan thekelan lebih banyak menawarkan pemandangan hutan dan jalur berbatu.
pemandangan gunung pada pagi hari indah sekali
kapan bisa kuat naik gunung saya
Pemandangan pagi di puncak gunung ketika cerah itu ga pernah gagal mas.
Semoga nanti ada kesempatan untuk naik gunung, Mas 🙂
pemandanganya indah. apalagi bukit triangulasi, tapi sepertinya kabutnya serem
Pemandangan di merbabu memang bagus mas. Kabutnya bikin suasana jadi lebih dingin
Keren banget pemandangannya. Sepertinya terbayarkan banget lama perjalanan 9 jam lebih dengan scenery yang luar biasa di puncak gunung merbabu
Pemandangan gunung merbabu salah satu yang terbaik di jawa tengah mas. Pemandangannya jadi obat setelah lelah mendaki 😀
Baca artikel ini jadi teringat saat pendakian merbabu tahun 2018 lalu. tapi waktu itu gue lewatnya jalur yang agak selow yaitu jalur selo. Pernah denger dari istri kalau dia dulu waktu kuliah nanjak ke merbabu via suwanting turun via selo, katanya jalurnya nanjak teruss dan jarang landainya gak kaya jalur selo.
Jalur selo juga cukup panjang mas. Aku juga belum pernah jalur selo. Kalau lintas jalur memang mesti lebih siap. Soalnya pas summit bakal bawa beban lebih berat dibandingkan tidak lintas jalur. Bonusnya hanya sesekali saja, kebanyakan nanjaknya 😀
salah satu gunung yang masuk wishlist gw karena keindahannya..
mudah2an tahun depan udah bisa ke sana di awal tahun..
tapi kalo ga bisa, yaa gpp juga sih..hehehe..
semangat terus nanjaknya om vay, sampe bisa 7 summit di indonesia 🙂
Gunung Merbabu itu layak untuk pendakian. Pemandangannya ga bikin kecewa. Jalur juga jelas dan fasilitasnya mendukung.
Sekarang lebih ke santai aja, tidak berambisi untuk sering naik gunung juga 😀
Mudah2an lain kali bisa cobain lewat Suwanting. Camp area nya gede banget yah berarti kalau bisa sampai 100 tenda
Bisa dicoba mas iqbal. Jalur suwanting itu menyenangkan 😀
Wah, selalu iri dengan perjalanan menuju puncak. Apalagi sampai hujan-hujanan itu kayaknya butuh tenaga ekstra ya. *langsung pesimis bisa mendaki wkwkw
Mendaki ketika hujan itu jadi lebih berat. Jadi yaa butuh tenaga ekstra dan hati yang sabar 😀
Ga usah pesimis, bisa dicoba naik gunung yang pendek dulu aja..wkwkwk
View nya benar-benar ndak ada obat Mas Bro, dingin dan subuh-subuh kejar summit, ini yang paling menantang, kerennnn
Btw Jalur Suwanting memang terkenal sebagai jalur yang bikin sinting
Apalagi summit selalu ramai dengan pendaki lainnya. Jadi lebih seru
Jalur suwanting emang unik dan kepikiran buat ngulang lagi 😀
Senja di Dampo Awang syahdu banget ya mas. Kebayang menikmati senja sambil duduk dan minum yang hangat-hangat, dduuuhhh ngebayanginnya bikin pengen naik gunung
Beruntung bisa tiba di area berkemah sebelum petang. Jadi tenda sudah berdiri dan punya kesempatan menikmati senja sambil beristirahat setelah pendakian.
kalau ada rencana naik gunung sebaiknya dipersiapkan dengan baik.
Berkemah di tempat datar terbuka gitu bahayanya takut petir ya mas?
Dari fotonya cakeeep sih memang . Walo aku ga yakin mampu naik ke atas hahahahaha. Apalagi baca ceritamu pake acara hujan segala .
Tapi pengen aja ngerasain tidur di tenda atas gunung pula, pasti bedaa memang sensasinya yaaa .
Kalau badai bakal terasa mbak fanny. Pilihan tanah datar di gunung ga banyak. Jadi mesti pintar-pintar cari lokasi ketika camping.
Sekarang banyak area camping yang ga perlu naik gunung mbak fanny. Jadi tempat seperti itu bisa dicoba. Di semarang ada area camping yang lokasinya di basecamp. Jadi yaa suasana camping di gunung juga tetap terasa 😀
wah salut dengan penulisan yg detail, mendakinya pasti dengan hati nih… kalau di lembah manding kenapa berbahaya untuk mendirikan tenda? apakah area terbuka juga?
Dulu sangat menikmati pendakiannya jadi bisa ingat setiap detailnya 😀
Karena tempatnya terbuka dan jalur pendakian menjadi sempit kalau ada tenda didirikan di sana.
kabutnya tebel banget yaaa, rame juga ya mas, di pos 3 dampo awang ini, bisa sampe 100 tenda, udah pasti orangnya lebih dari 100, bisa rame pol. pemandangan atas awan dari puncak-puncak gunung emang ga pernah salah yaa
Kalau kabut kayak gini biasanya jarak antar pendaki jadi lebih merapat. Pendaki tidak boleh berjalan secara sendirian.
Kuota setiap jalur pendakian itu lebih dari 300 pendaki. Biasanya kuota penuh ketika akhir pekan. Pemandangan dari puncak memang ga pernah salah 😀
Ceritanya detail banget. Jadi ikut merasakan serunya naik gunung dan indahnya pemandangan Gunung Merbabu.
Mas, saya penasaran. Pas turun, air di jerigen masih apa enggak? Itu jerigennya bawa sendiri atau sewa?
Syukurlah kalau bisa merasakan serunya naik gunung. Itu yang bikin kangen naik gunung 😀
Airnya sudah habis kak. Jerigennya bukan jerigen minyak, tapi seperti plastik yang bisa dilipat. Jadi tidak kesulitan untuk dibawa. Jerigennya milik temanku. Kapasitasnya 20 liter
terasa betul dingin dan syahdunya waktu ngeliat foto angin berhembus kenceng di lembah manding (yang ternyata berasal dari kata klandingan atau kemlanding/manding/pete cina) sama kayak pepohonan di sekitar desa kami heheh…Dan berkat arahan dari Pak Ambon agar perjalanan selamat ga ada aral melintang harus tetap jaga sikap selama di gunung terutama di lembah ini yang notabene agak sakral ya
Untuk menunya, tom yum dan cuaca yang dingin sih udah kebayang enak banget. Apalagi sambil nyruput wedang anget…
Oiya itu pas summit attack nya rada kesiangan ya, jam 4 pagi…biasanya ada yang lebih pagi lagi sekitar jam 1 pagi atau jam 2 untuk kejar sunrise
Instruksi dari ranger, petugas basecamp itu perlu diperhatikan agar pendakian bisa berjalan lancar. Para pendaki dalam keadaan aman dan selamat.
Sebetulnya tergantung gunungnya. Kalau merbabu summit attack pukul 04.00 masih aman. Hal ini dikarenakan jalur pendakian lebih yang lebih mudah dilalui. Gunung Semeru dan Rinjani biasanya summit mulai jam 1. Hal ini dikarenakan jalur ke puncak berupa pasir dan itu lebih sulit. Makanya membutuhkan waktu lebih lama.