Matahari belum terbit ketika aku memulai perjalananku menuju Dusun Suwanting yang berada di kaki Gunung Merbabu. Tepatnya berada di Kabupaten Magelang. Perjalanan akan menghabiskan waktu sekitar 1.5 jam dari Semarang. Aku memacu kendaraanku dengan kecepatan rata-rata. Tidak terlalu kencang karena dinginnya udara pagi itu. Jalanan terlihat lengang. Matahari terbit dari ufuk timur menemani perjalanan pagi itu. Aku melambatkan laju kendaraan ketika melewati Pasar Getasan.
Udara cukup dingin. Aku berhenti di dekat sebuah kantor bank sambil menikmati aktivitas warga di pasar ini. Ramai dan semuanya mengenakan jaket dan sebagian menggunakan kupluk untuk melindungi kepala dari dinginnya udara. Aneka barang dagangan, terutama sayur digelar para pedagang. Beberapa sayuran sudah dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang siap diangkut. Biasanya sayuran-sayuran ini akan dibawa ke Kota Magelang, Kota Semarang, dan sekitarnya. Aku kembali melanjutkan perjalanan menuju Dusun Suwanting. Hari ini rencananya aku akan mendaki Gunung Merbabu via Suwanting.
Gunung Merbabu dikelola oleh Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMa) dan dikenal memiliki banyak jalur pendakian. Seperti jalur Wekas, Cuntel, Thekelan, Selo, dan Suwanting. Tiga jalur awal sering disebut dengan jalur klasik karena merupakan jalur lama. Sedangkan dua jalur yang terakhir merupakan jalur pendakian yang sering ramai dengan pendaki. Hal itu dikarenakan dua jalur ini memiliki pemandangan yang bagus. Jalur Suwanting merupakan jalur paling baru dibandingkan dengan keempat jalur lainnya. Selain jalur tadi, masih ada beberapa jalur yang dikelola oleh warga desa, tetapi belum terdaftar secara resmi di taman nasional.
Jalur pendakian Suwanting dikelola oleh warga. Terdapat satu loket registrasi dan beberapa basecamp yang bisa digunakan oleh pendaki sebagai tempat singgah dan istirahat. Basecamp ini merupakan rumah-rumah warga. Tidak hanya berfungsi sebagai tempat berkumpul dan singgah, basecamp milik warga ini juga menyediakan jasa porter dan pemandu, logistik pendaki, persewaan peralatan pendakian, listrik, dan kamar mandi. Dari sekian basecamp yang ada, kami memilih Basecamp Pak Ambon sebagai tempat berkumpul kami. Selain itu, Rifqy–ketua tim–berteman baik dengan Pak Ambon.
Sebelum memulai pendakian, Pak Ambon memberikan arahan kepada kami tentang pendakian Gunung Merbabu via Suwanting. Pagi itu ada sekitar tiga tim yang akan melakukan pendakian melalui basecamp Pak Ambon. Banyak arahan yang disampaikan oleh Pak Ambon, seperti berapa lama pendakian, cuaca, perlengkapan yang dibawa, area berkemah, jalur pendakian, dan hal-hal yang dilarang selama pendakian. Pak Ambon seorang pribadi yang ramah, baik, dan suka bercanda, tapi menyampaikan semua arahan dengan detail, lugas, dan lengkap.
Pukul 08.00 loket pendakian telah buka. Semua pendaki wajib registrasi terlebih dahulu sebelum melakukan pendakian. Beberapa hari yang lalu kami telah melakukan booking online di laman Taman Nasional Gunung Merbabu (TNMa) untuk mendapatkan kuota pendakian. Di laman taman nasional nantinya pendaki mesti membayar biaya simaksi. Ini hanya biaya simaksi, belum termasuk biaya pendakian. Biaya pendakian nanti dibayarkan pendaki ketika registrasi ulang di loket pendakian.
Baca Juga: Mendaki Gunung Telomoyo Via Arsal
Berdasarkan pengalaman, sebaiknya jangan melakukan registrasi online di waktu akhir pekan. Hal itu dikarenakan respon petugas cenderung lebih lama dibandingkan di hari kerja. Selain itu, setiap tim yang teregistrasi harus berisi minimal tiga pendaki. Pendaki tidak diperbolehkan untuk solo hiking. Hari itu kuota pendakian Gunung Merbabu via jalur Suwanting telah penuh. Selain jalur Selo, jalur ini memang sangat diminati oleh para pendaki. Di loket registrasi kami mesti membayar biaya registrasi sebesar Rp25.000/orang. Di loket ini juga menawarkan jasa ojek hingga di pos batas hutan dengan jarak sejauh 850 meter.
Kami melakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada perlengkapan yang tertinggal. Pukul 10.00 WIB kami sudah bersiap untuk melakukan pendakian Gunung Merbabu. Pak Ambon membantu kami memanggil beberapa tukang ojek. Kami pamit kepada Pak Ambon. Satu per satu tukang ojek mulai merapat di depan rumah Pak Ambon. Jasa ojek ini merupakan pemberdayaan warga desa yang diharapkan bisa meningkat perekonomian warga Suwanting.
Keberadaan jasa ojek ini sangat membantu para pendaki. Jarak sejauh 850 meter dengan medan menanjak yang seharusnya ditempuh dengan waktu 1 jam berjalan kaki kini bisa ditempuh hanya dengan waktu 5 menit dengan menggunakan jasa ojek. Tentu saja hal ini sangat menghemat tenaga dan waktu. Ongkos ojek juga sangat terjangkau, yaitu sebesar Rp10.000/orang.
Kami langsung melewati jalan desa dan kemudian melewati jalan kebun warga. Lebarnya kurang dari 2 meter. Ketika ada dua motor berpapasan, maka salah satunya mesti berhenti dulu. Jalan ini berbatasan dengan kebun warga, dan di sisi lain berbatasan dengan jurang yang cukup dalam. Sebagai penumpang tentu ada perasaan takut ketika melewati jalan ini. Namun, para tukang ojek ini sudah terbiasa melewati jalan terjal ini.
Mereka tampak tenang ketika meskipun sedang membonceng pendaki dengan beban ransel yang cukup berat. Menurut para tukang ojek, penghasilan mereka meningkat sejak pendakian Gunung Merbabu dibuka kembali pascapandemi. Terutama ketika akhir pekan seperti sekarang ini. Selain sebagai tukang ojek, mereka juga merupakan seorang pekebun. Tidak hanya anak muda, bapak-bapak pun juga
Kami tiba di gerbang batas hutan. Sesuai dengan namanya, gerbang ini menjadi pembatas antara wilayah perkebunan milik warga dengan area hutan Gunung Merbabu. Perjalanan mendaki kami akan dimulai dari sini. Kami yang merupakan satu kelompok terdiri dari tujuh orang pendaki–enam pendaki laki-laki dan satu pendaki perempuan–yaitu aku, Rifqy, Bagus, Evelyn, Alid, Bayu, dan Rendra.
Ini merupakan pendakianku pertamaku bareng mereka. Kami berdoa terlebih dahulu sebelum memulai pendakian. Pagi itu di gerbang batas hutan terlihat ada sekitar lima kelompok pendaki. Rata-rata satu kelompok ini terdiri dari 5-10 orang pendaki. Perjalanan menuju Pos I tidak membutuhkan waktu yang lama. Letaknya hanya sekitar 200 meter dari gerbang batas hutan dan itu membutuhkan waktu sekitar 20 menit.
Kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Pos 2 yang akan membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam. Dalam perjalanan menuju Pos 2 akan melewati empat lembah yang terkenal bagi para pendaki Gunung Merbabu via Suwanting. Lembah pertama yang akan kami lewati adalah Lembah Gosong. Pemberian nama ini berdasarkan kejadian kebakaran yang pernah terjadi di lembah ini. Kami beristirahat sejenak di Lembah Gosong.
Kami melanjutkan perjalanan menuju Lembah Cemoro. Dalam perjalanan ini, kami terbagi dalam dua kelompok. Alid, Bayu, dan Rendra di kelompok depan. Bagus, Evelyn, dan Rifqy berada di kelompok belakang. Sedangkan aku berada di tengah-tengah di antara kelompok ini. Berjalan sendiri dengan mengikuti jalan setapak dan tugu pal yang terpasang setiap 100 meter. Keberadaan tugu pal ini sangat membantu para pendaki agar tidak tersesat dalam pendakiannya. Lembah Cemoro merupakan batas dari kawasan hutan cemara. Di lembah ini bisa melihat pohon-pohon cemara yang menjulang tinggi.
Menurut info dari Pak Ambon, kemarin terjadi hujan di Gunung Merbabu. Akibatnya jalur menjadi lebih basah dan pagi ini langit mendung. Perjalanan dengan suasana mendung membuat badan tidak cepat lelah. Namun, kami mesti waspada jika tiba-tiba turun hujan. Aku, Alid, Bayu, dan Rendra beristirahat ketika tiba di Lembah Ngrijan. Sedangkan Rifqy, Evelin, dan Bagus belum tiba di lembah ini.
Hujan mulai turun ketika kami dalam perjalanan dari Lembah Ngrijan menuju Lembah Mitoh. Kami langsung bergegas mengenakan jas hujan. Kami terus melanjutkan perjalanan dengan mengenakan jas hujan. Hujan malah semakin deras dan akhirnya kami tiba di Lembah Mitoh. Di lembah ini terdapat satu kelompok pendaki yang sedang berteduh menggunakan flysheet. Kami langsung mendekat dan meminta izin untuk ikut berteduh.
Sudah lebih dari 20 menit hujan masih turun. Beberapa pendaki terlihat melintas dengan memakai jas hujan. Tak lupa mereka memberi salam kepada kami yang sedang berdempetan untuk berteduh. Ada dua pendaki yang tidak menggunakan jaket atau jas hujan. Usianya masih sangat muda. Di pos ini mereka berhenti sejenak. Sambil menenteng ransel, badannya terlihat menggigil kedinginan. Setelah ditanya ternyata jas hujan miliknya dipinjam oleh temannya yang berada di belakangnya.
Sebetulnya kondisi ini sangat berbahaya bagi keselamatan pendaki. Seharusnya jas hujan atau sejenisnya menjadi perlengkapan yang wajib dibawa ketika mendaki. Mungkin ini sebuah kelalaian, ketidaktahuan, atau ketidaksiapan mereka dalam melakukan pendakian gunung. Segala resiko dalam kegiatan luar ruangan hendaknya bisa diminimalisasi dengan cara menambah ilmu, pengetahuan dan penggunaan perlengkapan yang dibutuhkan oleh pendaki.
Kami menyarankan untuk berteduh dan segera mungkin untuk mengganti pakaiannya. Saran kami tidak diterima. Mereka berdua tetap menunggu temannya sambil menahan guyuran hujan. Setelah sekitar satu jam, akhirnya hujan berangsur-angsur reda. Semua pendaki yang berteduh sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Kami sudah melepaskan jas hujan dan bersiap melanjutkan perjalanan.
Pos 2 Bendera terletak sekitar 300 meter dari Lembah Mitoh. Jalur trek pendakian menjadi tanah berlumpur dan licin akibat hujan tadi. Jalur seperti ini memang menjadi kesulitan tersendiri bagi para pendaki. Beberapa kali Alid dan Bayu mengeluhkan trek seperti ini. Mereka berdua sempat kepikiran untuk tidak melanjutkan pendakian dan memilih kembali ke basecamp. Aku pikir mereka tidak serius.
Di depan kami terdapat sebuah tanjakan terjal dengan kondisi tanah berlumpur. Ada beberapa pendaki yang terpeleset ketika mendaki jalur tersebut. Jujur saja nyaliku sempat menciut ketika melihat jalur tersebut. Tidak mendaki selama beberapa tahun, tapi kini disuguhi dengan jalur yang sangat buruk. Terdapat seutas tali yang bisa digunakan sebagai pegangan untuk melewati jalur ini. Aku mengamati dengan seksama jalur yang aku lewati ini.
Kami akhirnya bisa melewati jalur menanjak yang berlumpur dan licin itu. Meskipun aku sempat terpeleset. Ajakan untuk tidak melanjutkan pendakian dan kembali ke basecamp akhir mencuat lagi. Setelah berunding cukup lama, akhirnya Alid, Bayu, dan Rendra mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan pendakian dan kembali ke basecamp. Keputusan ini sangat mengejutkanku. Dari awal pendakian mereka terlihat paling bersemangat. Mereka bertiga selalu berada di barisan depan dan tidak tampak kelelahan. Jalur lumpur akibat hujan membuat mereka tak ingin melanjutkan perjalanan. Mereka bertiga pun berpamitan kepadaku untuk turun lebih dahulu. Kemungkinan akan bertemu dengan Rifqy, Evelin, dan Bagus dalam perjalanan turun.
Tak berselang lama Bagus dan Evelyn datang menyusulku yang sedang berhenti untuk beristirahat. Kami bertiga–aku, Bagus, dan Evelyn–tetap melanjutkan pendakian menuju Pos 2 Bendera. Kemudian Rifqy menyusul kami di 50 meter sebelum Pos 2 Bendera Gunung Merbabu via Suwanting. Pos 2 Bendera terlihat ramai dengan pendaki yang sedang beristirahat. Beberapa pendaki sudah mendirikan tenda di pos ini. Kami memilih untuk beristirahat dan makan siang di pos ini. Menu siang ini adalah nasi bungkus yang kami beli di basecamp Pak Ambon sebelum memulai pendakian. Kami istirahat cukup lama di Pos 2 Bendera.
Cerita dari Gunung
Gunung Merbabu Via Suwanting
19-20 Maret 2023
28 comments
Ini dibagi jadi beberapa part gitu kah? Gasabar baca lanjutannyaaaa. Lumayan mengobati rasa pengenku akan naik merbabu yg belum terealisasikan dari sebelom nikah. Semoga kalo anakku dah gedean bisa diajak naik gunung walaupun bukan merbabu wkwk
dibagi jadi tiga bagian mbak nadya. Sabarlah, minggu depan baru lanjutan bagian kedua dan selanjutnya bagian ketiga.
Semoga mbak nadia bisa naik gunung bareng memes. Mesti sabar dulu nunggu memes tumbuh besar dulu sambil menyiapkan semua perlengkapannya 😀
Alid kui mending panas-panasan daripada keno udan hahahahahha.
Oalah, barengan ro koe toh mas pas do munggah lewat Suwanting
Awal pendakian masih aman. Pas hujan dan lihat trek berlumpur langsung ragu-ragu untuk melanjutkan perjalanan. Sepertinya alid emang gitu wwkkwk
Kalau pengunjung umum bukan pendaki yg bener “pendaki gunung gitu apakah sama saja urusan administrasinya ya, soalnya inget waktu ndaki gunung Papandayan di dampingi petugas nya selama admin dan selama perjalanan, kalau yg real pendaki pastinya udah tau bener seluk beluk nya…nah contoh pendaki yg hanya sekedar mendaki itu kayak mas yg ke ujanan tapi gak pake jas ujan, brangkali gitu gambarannya yaa,harus ngerti dan persiapan semua keperluan mendaki…seru banget mas…tapi mendaki dalam keadaan habis hujan pasti lebih berat kayaknya ya,tuh temennya yg bertiga turun duluan.
syaratnya sama aja mbak heni. Semua pendaki mesti daftar via online dan kemudian registrasi ulang di pos pendakian. Kalau butuh pendamping/guide atau porter nanti bisa hubungi pihak basecamp mbak heni. Pak Ambon itu juga seorang guide gunung merbabu.
Pendakian ketika hujan itu lebih melelahkan dan mesti lebih berhati-hati mbak heni
Hanya orang yang berminat sanggup melakukan aktivti sebgini rupa…tanya saya memang tidak sanggup kerana saya bukan outdoor person
Tidak hanya minat, tapi juga ilmu dan pengetahuan agar perjalanan bisa berjalan dengan lancar.
naek gunung kalau cuaca anginnya lagi kenceng2nya ngeri juga ya
Bener banget mas. Makanya butuh jaket tebal dan fokus selama pendakian.
sayangnya saya dari jaman sma enggak boleh naik gunung,,, sampai sekarang pengalaman naik gunung saya 0 besar
Pada awalnya juga ga boleh naik gunung, tapi pada akhirnya mendapatkan ijin dan diingatkan untuk selalu berhati-hati ketika mendaki gunung.
Wah, rumit juga urusannya mendaki gunung ya. Harus registrasi, ada pula kuota pendaki, dan lain2. Saya kira yang mau mendaki naik aja. Yang turun, ya turun aja.
Tidak bisa begitu bunda. Setiap memasuki kawasan konservasi itu membutuhkan surat ijin masuk kawasan konservasi (simaksi). Pemberlakuan registrasi itu untuk administrasi pengunjung atau pendaki sehingga ketika terjadi sesuatu adminitrasi bisa untuk penelusuran data informasi pendaki. Sedangkan kuota itu untuk membatasi jumlah pendaki atau pengunjung agar tidak melebihi kapasitas yang ada. Selain itu, ini adalah salah satu cara untuk menjaga kelestarian ekosistem dari jumlah pendaki yang berlebihan.
hampir semua gunung di indonesia menerapkan sistem registrasi. Jika tidak tercatat dalam registrasi kemungkinan itu adalah pendaki ilegal.
Sungguh perjalanan yang seru mas mendaki gunung Merbabu. Saya sendiri pengin banget mendaki gunung, tapi ibu saya berpesan jangan mendaki gunung nanti kamu hilang. Jadi saya gak berani mas, aslinya pengin banget.
pada awal-awal mendaki sering tidak mendapat ijin. Seiring berjalannya waktu akhirnya dapat ijin. Paling hanya berpesan untuk hati-hati selama mendaki dan tidak lupa untuk beribadah, meskipun sedang berada di gunung.
Pantesan tadi liat foto kok kayak mas alid. Ternyata memang iya .
850 meter padahal ga sampe 1 km, tapi kalo medannya berat memang jadi bisa sejam ya mas. Kalo biaya ojek ga mahal, aku pun akan pilih itu .
Medan berlumpur, jujurnya aku juga ga suka. Kalo trekking ke Curug dan ketemu Medan lumpur, paling males sih. Pengennya balik aja . Licin, dan sepatu udh dipastikan langsung pensiun kalo aku hahahahah
Aku sering liat stories mas alid kalo sedang naik gunung. Tapi memang ga enak sih yaa kalo hujan begitu. Bikin Medan tambah berat
Mendaki gunung memang lebih enak ketika kemarau. Paling masalahnya nanti debu di jalur pendakian, tapi setidaknya ga merasa kesulitan ketika berjalan kaki. Dengar-dengar alid lebih menyukai kondisi jalur yang panas ketimbang hujan dalam pendakian.
Keluar basecamp jalurnya langsung nanjak mbak. yowes akhirnya naik ojek aja. Lumayan hemat tenaga dan waktu..ahahhaa
Aku pun terkejut melihat mereka bertiga turun he he he.
sebelum ketemu tanjakan lumpur sudah kepikiran untuk putar balik. Kemudian benar-benar putar balik ketika sudah lewati tanjakan lumpur. Jalur lumpur memang beda rasanya 😀
pengalaman saya mendaki cuma di bromo sama gunung ijen 😀
Ada 2 hal yang tidak bisa saya lakukan kalau jalan2 kemanapun di Indonesia, urusan mendaki gunung dan diving di lautan karena gak bisa berenang. Jadi menikmati wisata gunung dan bawah laut dari cerita orang lain saja 😀
Waah hebat. Pemandangan bromo dan ijen memang bagus dan layak dikunjungi 😀
TIdak ada salahnya untuk berlatih. Siapa tahu nanti ikut tertarik mendaki gunung dan diving 😀
Mas, maaf, mau nanya. Biaya simaksi apa ya? Hihihi, saya belum pernah naik gunung jadi nggak tahu ttg hal ini. Maaf.
Waktu baca ini saya ikut kebawa semangatnya. Pas di cerita hujan, dalam hati saya nanya kira2 gimana ya. Apa ada yg nyerah, medannya gimana. Semua sudah terjawab di sini.
Saya salut melihat semangat Mas Rivai dan teman2 yg melanjutkan perjalanan. Apalagi ada yg cewek ya. Keren.
Simaksi itu singkatan dari surat ijin memasuki kawasan konservasi. Salah satunya masuk ke kawasan taman nasional.
Sebetulnya yang perempuan itu malah lebih sering naik gunung dibandingkan aku. Kalau aku sudah kelamaan vakum naik gunung. Tapi selalu suka dengan suasana naik gunung 😀
Mas Vai… akhirnya bisa mampir ke sini en takbaca dari urutan awal sek.. biar seru hehehe
karena aku udah sering lihat vlog pendakian (ga terkecuali Merbabu) jadi udah rada familier dengan jalur jalurnya misal Thekelan, Suwanting, Gajah Mungkur dll. Biasanya Merbabu ini pada tek tok an kan ya. Tapi kalau mau nginap kayaknya ga salah juga…pemandangannya indah ngunu…
Alhamdulilah molai dari simaksi semuanya lancar ya Mas, berkat arahan Pak Ambon yang baik hati jadi makin semangat mau trackingnya. Btw setiap baca tulisan di sini aku serasa kayak bisa ngebayangin langsung gimana keseruan perjalanannya…utamanya yang sempet neduh di flysheet karena ujan ama yang di lembahnya gitu…Seru…eh tapi btw tiap baca post pendakian selalu sing takenteni adalah bagian masak masake..biar kata riweh tapi kelihatannya makan di gunung itu nikmate pol…coba aku baca dulu part ke 3 nya
Beberapa tahun terakhir mulai ada tren naik gunung dengan cara tektok atau trail run. Jadi mendaki gunung tanpa mendirikan tenda. Tapi gunung merbabu memiliki pemandangan yang bagus.
Masak di gunung itu sangat menyenangkan, meskipun bakal sangat riweuh. Banyak bahan yang mesti disiapkan dan salah satu akan menjadi tukang masak, sedangkan yang lainnya ikut membantu 😀
Aku lagi cari-cari merbabu via suwanting dan ketemu postingan ini, wowww bagus banget aku suka penulisan dan gaya berceritanya!
terima kasih telah berkunjung di blog ini. Semoga menikmati setiap tulisan.