Waktu sudah menunjukkan pukul 07.20 dan kami mulai melakukan perjalanan turun dari puncak menuju Pos 3 Dampo Awang. Kemungkinan perjalanan akan membutuhkan waktu sekitar 1-1.5 jam. Banyak pendaki bilang bahwa perjalanan turun ini lebih sulit ketimbang perjalanan naik. Di perjalanan turun pendaki akan menahan beban lebih besar ketimbang ketika naik. Belum lagi faktor lain yang ditemui ketika pendakian, seperti cuaca, cedera, dan jalur yang dilewati. Oleh sebab itu, selalu fokus untuk mengatur langkah kaki ketika perjalanan turun.
Dari Puncak Triangulasi kami berjalan santai menuju Puncak Suwanting. Selama perjalanan turun dari puncak Gunung Merbabu kami disuguhi pemandangan padang savana dan Gunung Merapi di sebelah selatan. Jalur yang kami juga terlihat jelas. Bahkan Puncak Suwanting yang merupakan tanah lapang juga bisa dilihat dalam perjalanan turun dari puncak Gunung Merbabu.
Begitu tiba di Puncak Suwanting kami memilih untuk beristirahat lebih lama. Angin masih bertiup dengan kencang. Beberapa kali aku menyeka ingus yang keluar dari hidung karena udara dingin dan terpaan angin. Dari puncak ini aku bisa melihat jalur Pos Sabana II dan Pos Sabana 1. Sebagian besar berupa padang sabana dengan sedikit pohon yang bisa digunakan untuk berteduh.
Baca Dulu: Mendaki Gunung Merbabu Via Suwanting
Dalam perjalanan turun dari Puncak Suwanting aku berjumpa dengan salah satu dari dua orang pendaki yang tidak mengenakan jas hujan ketika hujan di Lembah Mito. Pendaki tersebut bilang bahwa semalam temannya menggigil kedinginan akibat kehujanan. Oleh sebab itu, dia tidak mendaki ke puncak. Temannya memilih untuk beristirahat dan memulihkan diri di dalam tenda. Dia bilang bahwa kondisi temannya itu sudah membaik dan tetap terjaga. Dalam pertemuan yang singkat itu aku hanya berpesan untuk lebih berhati-hati dan saling menjaga satu sama lain.
Menuju Basecamp
Pos 3 Dampo Awang terlihat seperti perkampungan pendaki Gunung Merbabu. Saking banyaknya tenda pendaki yang terlihat dari atas bukit. Jauh di belakang terdapat Gunung Merapi yang menjulang tinggi. Aku menjadi yang terakhir tiba di Pos 3 Dampo Awang dibandingkan yang lainnya. Kondisi kepala yang pusing karena terpaan angin membuatku berjalan lebih lambat.
Rencananya kami akan langsung melakukan perjalanan turun. Kami langsung mengemas tenda dan perlengkapan lainnya. Tidak ada agenda memasak makanan untuk sarapan terlebih dahulu. Kami akan memakan roti dan beberapa camilan dalam perjalanan turun. Kemudian hal inilah yang kami sesali ketika dalam perjalanan menuju Pos 1 Lembah Lempong.
Tepat pukul 10.00 WIB kami memulai perjalanan turun. Menurut perhitungan jika perjalanan lancar, maka kami akan tiba di basecamp pada sore hari. Kami mulai menuruni bukit untuk menuju Pos Air dan kemudian mulai memasuki kawasan Lembah Manding. Jalur masih terasa basah dan di beberapa bagian masih licin. Banyak pendaki yang juga melakukan perjalanan turun pada waktu itu. Cuaca saat itu terpantau berawan.
Jalur yang licin memang jadi tantangan tersendiri. Kami mesti berhati-hati agar tidak terpeleset dan jatuh. Di beberapa jalur terdapat seutas tali yang bisa digunakan sebagai pegangan. Kami mesti antri dan bergantian untuk menggunakan tali tersebut. Tali ini sangat membantu pendaki. Tidak hanya yang sedang turun, tapi juga pendaki yang sedang naik. Sekitar pukul 12.45 WIB kami tiba di gerbang Pos 2 Bendera yang ramai dengan para pendaki. Pos ini memang sangat cocok untuk beristirahat.
Baca Juga: Perjalanan ke Puncak Gunung Merbabu
Ada beberapa tenda yang berdiri di Pos 2 Bendera. Entah mereka akan naik atau malah dalam perjalanan turun. Kami menghabiskan banyak waktu untuk istirahat sambil memakan roti, pisang, dan beberapa camilan lainnya. Logistik yang kami bawa masih cukup untuk perjalanan turun. Di pos ini pula kami bertemu dengan kelompok pendaki lain yang akhirnya menjadi teman perjalanan turun.
Perjalanan turun antara Pos 3 Dampo Awang menuju Pos 2 Bendera melelahkan. Namun, perjalanan menuju Pos 1 lebih jauh dan jalurnya lebih licin. Beberapa jalur rusak sehingga dialihkan melewati jalur yang lebih aman. Bahkan hasil tebasan parang untuk pembukaan jalur baru masih terlihat jelas. Aku salut dengan pengelola jalur pendakian Gunung Merbabu via Suwanting yang selalu berusaha memberikan kenyamanan dan keamanan untuk para pendaki.
Dalam perjalanan menuju Pos 1 Lembah Lempong badanku terasa sangat kelelahan. Langkah kakiku semakin melambat dan aku sering istirahat. Pilihan untuk tidak memasak makanan untuk sarapan ketika di Pos 3 Dampo Awang mengakibatkan aku kekurangan energi. Bahkan Rifqy juga mengantuk dalam perjalanan ini. Kami terus melangkah dan sesekali beristirahat. Salah satu beristirahat di sebatang pohon yang tumbang.
Kami berjalan secara bersamaan. Salah satu dari kelompok pendaki yang turun bersama kami mengalami cedera pada kaki kanannya. Bahkan dia mengganti sepatu yang digunakan dengan sandal gunung untuk mengurangi rasa sakitnya ketika berjalan. Akhirnya kami tiba di Pos 1 Lembah Lempong. Dari sini kami sudah bisa mendengar suara kendaraan dari para tukang ojek yang ada di gapura batas hutan yang berjarak sekitar 200 meter. Sebentar lagi kami akan tiba di gapura batas hutan dan bisa kembali ke basecamp.
Baca Juga: Bersepeda Melintasi Kendal
Evelyn sudah terlebih dahulu tiba di gapura batas hutan dan menunggu kedatangan kami. Sedangkan Bagus sepertinya kembali ke basecamp terlebih dahulu. Sekitar 15 menit aku dan Rifqy beristirahat di sini karena kami sangat lelah. Lalu kami memesan jasa tukang ojek untuk menuju basecamp Pak Ambon. Belasan motor sudah bersiap menunggu para pendaki yang turun. Para tukang ojek ini tidak boleh asal mengambil penumpang. Mereka mesti mengantri sesuai dengan giliran yang sudah ditentukan. Keberadaan jasa tukang ojek ini memang sangat membantu pendaki. Kami hanya perlu membayar ongkos sebesar Rp10.000/orang dan kami bisa menghemat tenaga dan waktu.
*****
Pendakian Gunung Merbabu via Suwanting ini seperti perjalanan napak tilas. Aku pertama kali mendaki Gunung Merbabu selepas lulus SMA. Itu sudah berlalu belasan tahun yang lalu. Saat itu pengumuman kelulusan di hari Kamis, kemudian aku diajak oleh temanku mengikuti pendakian ke Gunung Merbabu yang diadakan oleh kelompok pecinta alam di sekolahnya. Saat itu mendaki Gunung Merbabu melalui jalur Cuntel. Pada tahun selanjutnya aku mendaki Gunung Merbabu melalui jalur Thekelan.
Tentu saja aku merasa senang dengan pendakian kali ini. Aku merasa seperti masih diberi kesempatan untuk mendaki gunung dan berkegiatan outdoor. Setelah belasan tahun berlalu akhirnya aku bisa kembali lagi mendaki Gunung Merbabu melalui jalur Suwanting. “Mungkin suatu saat akan kembali lagi lewat jalur Suwanting, tapi tidak dalam waktu dekat,” jawabku ketika ditanya apakah bakal kembali lagi lewat jalur Suwanting.
Tulisan ini aku persembahkan untuk teman-teman pendakian Gunung Merbabu, Rifqy, Evelyn, Bagus, Alid, Rendra, dan Bayu. Terima kasih juga untuk basecamp Pak Ambon dan seluruh pendaki yang aku temui dalam pendakian. Kalian semua luar biasa!
Cerita dari Gunung
Gunung Merbabu Via Suwanting
18-19 Maret 2023
22 comments
Sebagai orang awam gak pernah kepikiran kalau turun gunung itu justru lebih susah karena ternyata membawa beban lebih berat ya.,dalam pikiran saya pokoknya mah cepet sampai..iya juga sih..bahkan saya pernah keram kaki hehehe…Savana nya indah banget mas…kenapa enggak sempet masak sarapan dulu , kan jadinya loyo pas turun:D
Lebih sering ada berita terpeleset atau terkilir ketika turun gunung. Ya itu salah satu resiko ketika turun gunung. Memang jarak tempuh ketika turun bakal lebih cepat dibandingkan ketika naik.
Mungkin kami terlalu semangat untuk segera tiba di basecamp. Jadi malah terabaikan, padahal itu sangat penting..hiiks
Harga ongkos ojek begitu murah ya
dan sangat membantu
saya salut dengan solidaritas sesama pendaki
Terjangkau banget mas dibandingkan berjalan kaki yang membutuhkan waktu lebih lama. Sebuah keistimewaan ketika bertemu pendaki lain. Kita terbiasa saling bantu.
Jadi naik gunung kali ini juga membawa perasaan nostalgia ya, Kak :)) apakah ada perbedaan besar yang terasa antara masa lalu dan masa kini? Entah itu kondisi tubuh atau keadaan lingkungannya
Pertama naik ke merbabu itu masih sepi. Belum seramai sekarang. Dulu yang naik gunung itu biasanya kelompok mapala, sispala, atau kelompok pencinta alam. Kalau sekarang khan semua orang punya kesempatan untuk naik gunung.
Dulu belum ada tugu di puncak gunung merbabu. Setelah sekian tahun lamanya diberi penanda.
Apapun kondisinya, aku suka naik gunung 😀
Feel you sih pas ngelakuin aktifitas berat gini tapi skip makan yg proper, badan pasti berasa lemas banget. Yg aku rasain juga kalo mau workout beban, tapi ga sarapan 2 jam sebelumnya . Lemaaaas hahahahahha.
Dulu Bbrp teman pendaki ada yg cerita selalu bawa madu sachet utk asupan gula kalo udh lemas. Aku pun jadi nya kalo udh lemes banget tapi jam workout blm selesai, ya sambil hisap madu
Terkadang sebelum bersepeda malah ga pernah makan mbak. Tapi tahu batas kapan mesti makan untuk ganti tenaga. Kalau lebih lama lagi bakal lemas juga 😀
Temanku pernah bawa madu sachet yang dia hisap sepanjang perjalanan. Kadang ada yang bawa gula merah juga.
pasti lega banget ya mas perjalanan turun dari merbabu
itu fisik badan dilatih gimana mas bisa fit menjalani semuanya
olahraga rutin aja sih mas. Kadang jogging, jalan kaki, atau bersepeda. Tergantung sedang ingin olahraga apa.
Kangen banget main ke gunung Merbabu.
Seru banget, dan mulai rindu dolan ke gunung ahhahahah
Ayo mas sitam, main ke gunung lagi..hahhaa
Suka ngerasa kangen juga sama tempat-tempat yang pernah d kunjungi dulu. Tapi gapapa, mungkin suatu hari nanti bisa kembali lagi. Terima kasih sudah berbagi pengalaman seru ini!
Kalau ada kesempatan tidak ada salah untuk mengunjungi tempat-tempat yang bisa kunjungi di masa lalu. Mungkin saja bisa jadi obat kangen.
wah, aku blm pernah mendaki sama sekali mas… kyknya pengen gitu, tp apa sendiku msh kuat ya… maklum skrg udh gak muda lg.. hehe
Beruntung sekali mas bisa mendaki Merbabu ampe berkali-kali
masalah sendi bisa dilatih lagi mas. Beberapa orang tua masih rutin untuk mendaki gunung. Jadi yang lebih muda masih ada kesempatan buat naik gunung mas 😀
Kebetulan semarang juga tidak terlalu jauh dari gunung merbabu.
Alhamdulillah, bisa pulang selamat setelah mendaki gunung adalah anugerah.
Aku terakhir mendaki gunung tahun 2012, ke gunung ciremai. Waktu itu ditemenin warga pribumi, yang kukira piawai. Ternyata pada dodol juga, wkwkwk. Tenda bolong lah, perbekalan ngaco lah, peralatan seadanya pula. Tapi Alhamdulillah, kita masih bisa pulang dengan selamat. Kapan2 saya tulis di blog ah hehehe
Sudah lebih dari 10 tahun yaa mas. Bersyukur bisa pulang dengan selamat. Naik gunung memang perlu disiapkan dengan baik. Mulai dari pengetahun, peralatan, perbekalan, dan yang lainnya. Ayo mas fajar, pengalamannya tulis di blog
Seru ya kalau bisa melakukan trip nostalgia. Saya belum pernah naik gunung, Mas. Baca ini kok deg2an ya terutama pas belum sarapan dan sering istirahat. Tapi seru baca ceritanya dan bonus lihat pemandangan yg bagus banget.
Pemandangan gunung merbabu itu salah satu yang terbagus di pulau jawa mbak pipit.
Pendakian yang cukup mengesankan ya. Timnya solid…sama sama terus. Berangkat bareng, pulang juga bareng. Harus saling menjaga, senang bacanya.
Btw kerasa ikutan pegel pol ngeliat turunnya…terlebih sarapannya hanya roti en pisang…hahahah…tapi dengan pengalaman yang berkesan tentunya jadi kenangan tersendiri yang ga bakal tergantikan..Semoga next time bisa cerita cerita tentang gunung lagi Mas Vai
Paling senang liat foto fotonya, cuaca berangin tapi kelihatan syahdu gitu…
Pendakian gunung itu yang terpenting bisa pulang dengan selamat. Oleh sebab itu dibutuhkan ilmu, pengetahuan, dan tim yang solid 😀
Belum ada rencana untuk naik gunung lagi sih. Sekarang sudah memasuki musim hujan. Perjalanan bakal lebih berat ketika musim hujan