Setelah beberapa bulan tinggal di Bekasi, akhirnya aku balik Semarang. Seperti biasanya, aku pun merasa tidak perlu membuat jadwal selama di Semarang. Rasanya cukup mengikuti alur saja. Aku balik Semarang dalam rangka libur kerjaan. Sebelum akhirnya balik Semarang, sebenarnya aku ada rencana ketemu kamu di kotamu. Namun, kamu belum ingin ketemu. Tidak masalah, mungkin di lain kesempatan kita akan ketemu.
Tanpa sebuah perencanaan panjang, pagi itu mengeluarkan sepeda dari garasi. Langsung berpikir untuk mencoba rute Semarang-Gubug-Tuntang-Semarang. Jaraknya lebih dari 100 km dengan kondisi jalan yang berbeda. Dalam tahap pertama, aku mesti bersepeda dari Semarang ke Stasiun Kedungjati. Kemudian Stasiun Kedungjati ke Stasiun Tuntang, dan terakhirn langsung menuju ke rumah. Aku tidak menargetkan berapa waktu tempuh untuk rute ini, hanya saja sebisa mungkin sebelum malam sudah tiba di rumah.
Pukul 06:15 aku baru memulai perjalanan. Sudah cukup siang untuk memulai sebuah perjalanan jauh. Matahari sudah meninggi dan perjalanan mengarah ke arah timur. Langsung menghadap kearah matahari. Jalur bersepeda dari Semarang ke Stasiun Kedungjati sebagian melalui jalan yang datar hingga daerah Gubug. Kemudian mulai menanjak di jalur Stasiun Gubug menuju Stasiun Kedungjati. Meskipun banyak jalan datar, pesepeda harus tetap fokus.
Baca Juga: Bersepeda dari Bekasi ke UI
Jalan yang menjadi jalan penghubung antara Kota Semarang dengan Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan ini selalu ramai di waktu pagi dan sore hari. Pagi itu jalanan dipenuhi dengan para pengendara motor yang menuju ke Kota Semarang. Mereka ini terkesan sangat ugal-ugalan. Tidak segan-segan untuk menyerobot jalur lain. Aku yang beberapa kali berpapasan terpaksa mengalah, meskipun mereka yang menyerobot jalur. Selain pengendara motor, jalur ini juga dipenuhi dengan truk yang melintas. Karena melaju dengan pelan, beberapa kali aku menyalip truk-truk tersebut. Sedikit was-was jika menyalip dari sisi kanan truk, kemudian ada motor dari arah berlawanan yang melaju dengan ugal-ugalan.

Stasiun Gubug
Saat menyempatkan diri untuk sarapan terlebih dahulu ketika tiba di daerah Gubug. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Gubug. Stasiun yang dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) ini terletak di jalur yang menuju daerah Surabaya, Jawa Timur. Pada jaman kolonial Hindia Belanda, perusahaan kereta api membangun jalurnya masing-masing. Seperti yang dilakukan oleh NIS yang membangun jalur kereta api dari Stasiun Semarang menuju Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Untuk mengingat hal itu, maka jalan di Stasiun Pasar Turi, Surabaya diberi nama Jalan Semarang.

Perjalanan menuju Stasiun Kedungjati
Perjalanan dilanjutkan menuju Tuntang yang terletak di Kabupaten Semarang. Jaraknya sekitar 40 km. aku baru pertama kali melewati jalur ini sehingga tidak ada gambaran seperti apa jalur yang akan aku temui. Setelah beberapa kilometer, aku mulai sadar jika jalan yang aku lewati adalah daerah perbukitan dengan pemandangan berupa perkebunan, sawah, dan hutan jati. Selama perjalanan aku disuguhi dengan pemandangan aktivitas warga. Dalam perjalanan ini, aku juga akan singgah di Stasiun Kedungjati.
Baca Juga: Jalur Lintas Barat Aceh

Stasiun Kedungjati

Ruang Tunggu Stasiun Kedungjati
Stasiun Kedungjati juga dibangun oleh NIS. Stasiun ini menghubungkan antara stasiun di Semarang dengan daerah Vorstenlanden. Vorstenlanden merupakan daerah yang berada dibawah kekuasaan empat kesultanan pecahan dari Kesultanan Mataram, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Keempat kesultanan tersebut terletak di daerah Yogyakarta dan Surakarta. Daerah Vorstenlanden merupakan daerah penghasil tebu dan tembakau. Sehingga jalur kereta ini sangat penting bagi pemerintah kolonial untuk mengangkut hasil bumi dan mobilisasi tentara.

Kereta barang yang melintas
Bentuk bangunan Stasiun Kedungjati mirip dengan Stasiun Ambarawa. Meskipun berstatus sebagai stasiun kelas III/kecil, bangunan Stasiun Kedungjati masih terawat dengan baik. Memiliki atap yang tinggi khas mirip dengan bangunan kolonial yang menyesuaikan dengan iklim tropis. Stasiun Kedungjati masih melayani perjalanan kereta lokal. Siang itu ada sebuah kereta barang yang melintas di Stasiun Kedungjati.
Semarang-Stasiun Kedungjati
28 Oktober 2020
28 comments
Belum pernah naik sepeda sejauh itu, tapi kalau naik motor saja sudah melelahkan bagaimana dengan sepeda. Kalau bersepeda jauh seperti ini, apakah ditandai titik pemberhentiannya? Kalau motor kan biasanya gampang, tinggal berhenti saja di warung makan atau kios
kalau bersepeda berkelompok biasanya ada titik yang biasa digunakan check point. Tujuannya untuk re-grouping, istirahat, dan memastikan kondisi para peserta. berhubung saya sendirian, saya bisa lebih fleksibel untuk berhenti di mana saja. Namun, alangkah bagusnya untuk mengatur waktu, jauhnya jarak tempuh dan lokasi untuk beristirahat. Agar bisa mengisi tenaga dan kemudian melanjutkan perjalanan.
Aku belum pernah bersepeda sejauh itu mas vay, kalo sekitar 10-20 km sih pernah. Tapi kalo sampai 100 km mah nyerah, capek soalnya.
Pemandangan mau ke stasiun Kedung jati bagus ya, ada perbukitan dan persawahan sehingga adem. Gowes terus tahu rahu sudah sampai tujuan.
bisa gowes sejauh itu juga karena penasaran mas. Penasaran apakah bisa menempuh jarak sejauh itu ga. Ternyata bisa , meskipun bersusah payah…hehehhee
Pemandangannya bagus mas. pemandangan didominasi dengan pemandangan perbukitan. Tapi ya lumayan panas. Bisa bikin kulit belang 😀
Oh begitu ya, jadi tes kemampuan dan Alhamdulillah ternyata bisa ya mas.
Semarang unik ya, bagian Utara itu dekat laut sedangkan bagian selatan malah perbukitan.
Setidaknya pernah menempuh jarak sejauh itu mas agus 😀
salah satu keunikan kota semarang memang seperti itu mas. Di arah selatan juga terdapat barisan pegunungan
Lihat stasiunnya kok keren, luas banget dan bentuknya masih seperti dului, tidak banyak perubahan.
Wah, ngepitnya mulai jauh mas hahahahhaha
bentuk aslinya masih terawat dengan baik dan masih difungsikan sebagai stasiun penumpang.
Iyaa mas sitam, mulai mencoba untuk rute-rute jarak jauh 😀
mantap betul, pulang kampung langsung gowes gowes ria yahh.. btw hati hati mas lagi marak pencurian sepeda sekarang ini, jangan lupa bawa rante buat kunci sepedanya
kalau lagi senggang biasa bersepeda kak, olahraga sekaligus mengisi waktu kosong. hheheheh
Kasus pencurian sepeda lagi marak. Banyak masyarakat punya sepeda dan harga sepedanya bisa dibilang lumayan mahal.
Salfok sama penutup paragraf pertama hahaha 😀
By the way 100km jauhhhhh bangats, mas. Naik mobil saja bisa sejam setengah, apalagi naik sepeda 🙂
Saya mungkin nggak akan sanggup dan minta jemput daripada pingsan di tengah jalan 😛 Eniho, kalau naik sepeda sejauh itu biasanya berhenti makan berapa kali, mas? Hahahahahaha. Sekalian mau komentari foto yang ke arah stasiun, cakep banget jalurnya, penuh pohon tinggi warna hijau, dan nggak banyak kendaraan 😀
Hahahah sama kayak aku! Aku juga salfok sama merasa sedih sebab Kak Rivai akhirnya nggak jadi bertemu dengan Si Kamu
Kak lia juga ikut-ikutan langsung ke fokus ke kalimat terakhir di paragraf pertama..hhahahahha
Jangan merasa sedih kak lia, mungkin emang belum waktunya untuk ketemu. Mungkin lagi sibuk…hahahhaha
sudah kuduga, pasti mbak eno langsung fokus ke kalimat terakhir di paragraf pertama..hahahha
Bisa dibilang jauh sih mbak. Apalagi dengan rute yang naik turun. Pasti jauhnya lebih terasa dan waktu tempuh semakin lama..hehehhee
ini perjalanan paling jauh mbak eno, masih ada kelanjutannya. Nanti di post selanjutnya 😀
Kalau kemarin berhenti dengan waktu yang lama sebanyak 3x. Beberapa kali berhenti sebentar aja karena abis lewati tanjakan..hehehe
Iyaa pemandangannya emang bagus. Jalanan juga sepi. Tapi terasa sangat panas. Kepala sampai ga kuat kena panas..hahhahaa
100 km bersepeda. Gilak! Aku naik motor aja pikir-pikir. Duh, manja yaa.
Btw, seru juga ya tour antar stasiun gini. Itu stasiun-stasiun kecil masih beroperasi semua ya? Cakep, bersih pula. Duh, makin cinta sama kereta api. *galfok,, bukan ngomongin sepeda malah kereta 😛
ndak manja aah, mungkin karena kamu tidak suka bersepeda. Kalau aku memang suka touring sepeda..hehhehe
Masih beroperasi, masih ada beberapa kereta yang berhenti. Terutama kereta lokal 😀
Banyak stasiun kecil di daerah jawa tengah yang masih berfungsi 😀
tega banget tuh kamu yang mau di temui tapi gak pengen. sapa sih kak? jadi penasaran wkwkwkwk.
hahaha…adalah seseorang. Ga perlu dijelasin siapanya…ahhahahaa
giiiiilssssss, 100 km naik sepeda wkwkwkwkkwkw… aku bengek kayaknya ;p..
tapi memang kalo udah biasa, ga bakal terasa berat sih ya … 🙂 jd akhirnya sampe rumah jam berapa tuh mas?
aku libur dec, bakal stay di semarang :D. sesekali mau jelajah kota ini juga … kemarin pas long weekend aku mampir tuh ke semarang, tapi cuma mau beli lumpia, trus lanjut lagi balik jakarta.. makanya dec besok aku planningin utk nginep lah… selama ini kalo ke semarang cuma numpang lewat doang 😀
aku juga merasa terlalu lelah mbak fany. Tapi tetap senang dengan perjalanan tersebut..hahahaa
Sampai rumah malam mbak..banyak kendala yang dialami selama perjalanan. Baca aja di post selanjutnya…hehehhee
Ayo ngopi bareng kalau aku juga pas di semarang..hahhahaa
Semarang memang biasanya cuma dilewati atau cuma jadi persinggahan aja mbak. sudah biasa..wkwkwkk
otu mbak fany beli lunpia pakai acara antri lama ga…?hehhehe
Wow!!! 100 km dengan sepeda, gokil kamu Mas.
Saya belum pernah bersepeda dengan jarak sejauh itu, paling jauh baru 60 km, itu pun rasanya udah nggak sanggup lagi buat ngayuh sepedanya, udah hampir nyerah.
Tapi jadi termotivasi juga sih buat nyobain gowes sejauh itu nantinya.
Terima kasih mas rudi 😀
Ada rasa nyerah ketika gowes sejauh itu, tapi selalu ada alasan untuk melanjutkan perjalanan mas. Rumah, jadi alasan banyak orang untuk tidak menyerah dalam perjalanannya..hehhehe
Ayo mas rudi!!! sebelum mencapai jarak tertentu, jangan lupa latihan dulu agar terbiasa dengan jarak yang akan ditempuh..hehehe
iya ya tadi pas masih baca separuh bagian, stasiun karang jati sekilas mirip sama ambarawa, tipikal bangunannya kuno begini
kalo aku ketemu stasiun yang masih mempertahankan bangunan lama zaman Belanda dulu dan masih kokoh berdiri, kagum aja.
seneng liatnya, mungkin kalau malam agak agak serem kali ya.
tapi kalau siang begini jadipenasaran buat lebih banyak tau sejarahnya juga
Stasiun di semarang dan sekitarnya masih berdiri dengan dengan kokoh. Masih mempertahankan bentuk bangunan lama dan bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Salah satunya adalah stasiun tawang yang memiliki cerita sejarah yang sangat panjang..hhehehe
Wah jauh banget sepedaannya Mas, sampe ke gubug 😀
Itu sepedaannya sendirian ya, lewat jalan yang belum pernah dilewatin juga? Kalau sudah biasa sepedaan sendirian mungkin nggak masalah ya, tapi bagi orang yang jarang sepedaan kayaknya nggak bakal berani, takut nyasar 😀
Sepedaaan sendirian asiknya bisa kapan saja berhenti, nemu momen bagus difoto, lebih fleksibel juga. Kadang pengen nyoba, tapi tenaganya yang sanggup 😀
Aku sebelumnya belum pernah lewati jalan ini mas. Jadi yaa cuma mengandalkan maps dan petunjuk jalan aja. Sisanya tinggal dikayuh aja..hehehhe
Semuanya mesti dipersiapkan mas. Jadi ketika bersepeda jarak jauh bakal terasa lebih nyaman dan aman 😀
Stasiun Kedungjati anggun sekali, Masvay. Kapan-kapan kayaknya bakal mampir ke sana. 😀
Mirip dengan stasiun ambarawa..
Semestinya aku jga singgah di stasiun tanggung, yang merupakan stasiun kedua pada pembangunan jalur kereta pertama di indonesia