Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the soledad domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/masvayco/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Walking Tour: Sepotong Cerita Dari Kawasan Candi Baroe, Semarang - Rivai Hidayat

Walking Tour: Sepotong Cerita Dari Kawasan Candi Baroe, Semarang

by Rivai Hidayat
Hari ini, hari Sabtu, tanggal 27 Januari 2018, seperti biasanya aku selalu bangun pagi. Aku tahu kalau hari ini adalah hari libur, namun tubuh ini sudah terbiasa untuk bangun pagi. Setelah mandi dan sarapan, aku bersiap untuk menuju tempat kumpul, yaitu Taman Gajah Mungkur. Yup, hari ini aku akan mengikuti walking tour bareng teman-teman Bersukaria.

Ereveld Candi

Pukul 07:45 aku telah sampai di tempat kumpul. Selang 15 menit kemudian para peserta telah datang berkumpul. Hari ini walking tour diikuti oleh tiga orang peserta, yaitu aku, Arga, dan Dian. Sedangkan yang bertugas sebagai story teller adalah Ardi. Kalau pesertanya sedikit jadi berasa seperti private tour, hehehe. Oyaa, rute walking tour hari ini adalah Candi Baroe. Ada cerita apa aja di rute kali ini. Silakan baca cerita selengkapnya.

Ereveld Candi

Perkembangan permukiman di kawasan Candi Baroe, Semarang tidak bisa dipisahkan dari Thomas Karsten, seorang arsitek berkebangsaan Belanda. Thomas Karsten membangun permukiman di Kota Semarang berdasarkan status sosial dan ekonomi masyarakatnya. Kawasan Candi Baroe dikhususkan bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang tinggi atau golongan elit. Oleh sebab itu, banyak saudagar Tionghoa, dan pejabat Hindia Belanda yang bermukim di kawasan Candi Baroe.

Perjalanan kami dimulai dari Ereveld Candi. Ereveld Candi dibangun pada tahun 1946 oleh tentara KNIL. Ereveld merupakan makam kehormatan Belanda sebagai tempat pemakaman korban perang, baim dari militer maupun sipil yang gugur dalam perang. Di Ereveld Candi terdapat sekitar 1000 makam. Rata-rata mereka merupakan korban Perang Dunia II dan Agresi Militer Belanda 2. Gerbang ereveld terdapat gambar topi tentara yang berarti sebagai penghormatan korban perang dan gambar api atau obor yang berarti semangat yang tak pernah padam. Pagi itu langit tampak mendung, namun barisan pegunungan tetap terlihat jelas.
Langit yang mendung dan tidak panas membuat kami lebih bersemangat bersemangat untuk menuju tempat selanjutnya. Tempat yang kami tuju merupakan sebuah bangunan rumah yang berbentuk villa dan memiliki pemandangan yang mengarah ke daerah Semarang bawah. Dulunya terkenal dengan nama Villa Tumpang. Pemiliknya pertamanya adalah Han Tiauw Tjong. Sedangkan arsiteknya adalah Liem Bwan Tjie.

Villa Tumpang

Kemudian Ardi bercerita tentang Liem Bwan Tjie yang merupakan seorang arsitek kelahiran Semarang dan menjadi pelopor arsitektur modern generasi pertama di Indonesia. Dia dan beberapa arsitektur senior Indonesia, salah satunya Frederich Silaban yang merupakan arsitek Masjid Istiqlal, mendirikan Ikatan Arsitektur Indonesia (IKA). Mungkin namanya masih sangat asing, namun karya-karya telah tersebar di berbagai kota di Indonesia. Salah satunya Villa Tumpang yang sekarang dimiliki secara pribadi.

GoodFellas

Perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Resto Goodfellas. Dalam perjalanan itu kami banyak ngobrol tentang banyak hal. Salah satunya pemandangan kota Semarang dari kawasan Candi Baroe. Kesan pertama yang ada dipikiranku ketika tiba di Resto Goodfellas ada megah dan unik. Bangunan kuno ini dulunya adalah milik saudagar Tionghoa yang bernama Thio Thiam Tjong. Sedangkan arsiteknya adalah Thomas Karsten. Thio Thiam Tjong merupakan anak dari Thio Siong Liong, pemilik perusahaan ekspor impor di Semarang. Setelah lulus dari sekolah teknik Delft, Amsterdam, Thio Thiam Tjong kembali ke Semarang dan meneruskan usaha orang tuanya. Selain itu, dia juga aktif dan peduli dalam permasalahan sosial, ekonomi, dan pendidikan.

Pintu Depan Goodfellas

Bentuk bangunan Goodfellas masih sama dengan bentuk aslinya, tidak mengalami perubahan. Banyaknya ventilasi menjadi ciri khas dalam setiap bangunan karya Thomas Karsten. Kami tidak masuk ke dalam resto karena resto belum buka. Namun, kami bisa melihat kotak surat  yang masih asli dan tertulis nama pemiliknya yang pertama, Thio Thiam Tjong.

Thio Thiam Tjong

Setelah dari Goodfellas, kami melanjutkan perjalanan dari menuju Puri Gedeh. Puri Gedeh merupakan rumah dinas Gubernur Jawa Tengah, Bapak Ganjar Pranowo. Puri Gedeh pertama kali digunakan oleh Gubernur Soeparjo Rustam sebagai rumah dinas. Kemudian dilanjutkan oleh beberapa gubernur lainnya. Bentuk bangunan Puri Gedeh sangat unik karena ada bagian ruangan yang berbentuk elips dan sebagian dinding berbahan dasar batu alam. Mungkin fungsi untuk memperkuat pondasi bangunan.

Puri Gedeh, rumah dinas Gubernur Jawa Tengah

Kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Hotel Candi Baru. Perjalanan sekitar 10 menit jalan kaki. Kebetulan cuaca tidak panas, sehingga cocok untuk berjalan kaki. Sesampainya di depan hotel aku merasa takjub karena hotel ini merupakan satu-satunya hotel dengan bangunan lama yang masih beroperasi hingga sekarang.

Hotel Candi Baru

Hotel Candi Baru awalnya bernama Hotel Bellevue (yang berarti pemandangan indah) dengan nama pemiliknya Van Demen Wars. Hotel ini terdiri dari dua lantai. Hingga sekarang Hotel Candi Baru telah berganti kepemilikan sebanyak tiga pemilik. Sekarang Hotel Candi Baru dimiliki oleh Sido Muncul.

Depan Hotel Candi Baru

Ketika memasuki lobi hotel, kami langsung disambut lantai hotel yang berupa tegel dengan corak-coraknya yang sangat cantik. Langit-langit yang menjulang tinggi menjadi ciri khas bangunan kolonial. Di hotel ini menyediakan beberapa tipe kamar dengan harga yang sangat terjangkau dan menawarkan pengalaman tersendiri, yaitu menginap di hotel dengan bangunan peninggalan masa kolonial Hindia Belanda.

Lobi Hotel Candi Baru

Setelah dari Hotel Candi Baru, kami melanjutkan perjalanan ke Pura Agung Giri Natha. Pura ini merupakan pura terbesar yang ada di Kota Semarang. Bosa dibilang letak pura ini di puncak bukit dengan pemandangan area Kota Semarang. Pura Agung Giri Natha masih digunakam sebagai tempat peribadatan bagi umat agama Hindu.

Pura Agung Giri Natha

Kami melanjutkan perjalanan ke titik terakhir walking tour kali ini, yaitu Taman Diponegoro. Perjalanan tidak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit. Namun tidak perlu khawatir karena jalan yang kita lewati sangat rindang dan tidak bising. Selain itu, kita juga bisa menikmati rumah-rumah dengan desain yang unik.

Gapura Pura Agung Giri Natha

Taraa, akhirnya kami sampai di Taman Diponegoro. Taman Diponegoro merupakan taman yang terletak di persimpangan jalan, yaitu Jalan Sultan Agung, Jalan S. Parman, Jalan Diponegoro, Jalan Argopuro, Jalan Telomoyo dan Jalan Kawi. Taman Diponegoro merupakan karya dari Thomas Karsten.

Thomas Karsten menerapkan konsep garden city pada Taman Diponegoro yang berarti menjadikan taman-taman sebagai bagian penting dalam sebuah kawasan. Dalam hal ini kawasan Candi Baroe. Di sekitar taman juga terdapat beberapa bangunan penting lainnya, seperti Rumah Dinas Kapolda Jawa Tengah, Rumah Dinas Panglima Kodam IV Diponegoro, Puri Wedari, dan RS. ST. Elisabeth.
Salah satu bangunan yang menarik perhatianku adalah Puri Wedari. Dahulu bangunan tersebut digunakan sebagai rumah dinas Walikota Semarang. Bangunan yang megah, lingkungan yang asri, dan langsung menghadap ke Taman Diponegoro. Belum lagi ornamen-ornamen yang ada di bangunan itu membuatnya lebih mempesona dan cantik. Sekarang Puri Wedari dikelola oleh TNI. Sebelum dipenuhi dengan bangunan-bangunan, dari kawasan ini kita bisa melihat pemandangan Gunung Ungaran.

Puri Wedari

Kami berempat menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol banyak hal di Taman Diponegoro. Salah satunya tentang Semarang dan kawasan Candi Baroe. Menurut Dian, “Di Kota Semarang yang paling menarik itu tentang ceritanya.” Tapi bagiku, “Setiap kota, tempat selalu memiliki cerita-ceritanya masing-masing. Yang patut didengarkan dan diceritakan ulang kepada khalayak dan generasi selanjutnya.”

You may also like

9 comments

Lena Viyantimala February 2, 2018 - 2:37 am

Keren! Tentang sejarah, Semarang punya banyak cerita ya.
Dulu saia sempat kuliah di kota itu, tp malah gak explore mendatangi tempat bersejarah se-detail ini. Halan2nya cuman ke wisata mainstream saja, hehe

Reply
Rivai Hidayat February 2, 2018 - 6:25 am

waah…sudah sampai semarang ga cari tahu tentang sejarahnya. ayo nyemarang lagi 😀

Reply
Rivai Hidayat February 2, 2018 - 6:27 am

rute yang paling berkesan juga sih bagiku. ceritanya panjang dan suasananya adem.

Reply
Diah Ariani February 2, 2018 - 8:52 am

padahal aku kemaren pengen banget ikut walking tour rute ini, semoga besok besok kesampaian deh

Reply
Gilang February 17, 2018 - 6:16 am

Wah berkali – kali saya singgah ke Semarang baru kali ini denger cerita Candi Baroe. Biasanya cuman Lawang Sewu, Kota Lama, dan SK saja hahaha. Kalo boleh tau tepatnya di daerah mana mas? Kok penasarank aku. Maklum taunya cuman Banyumanik dan Tembalang aja hehehehe

Reply
Wisnu Tri February 17, 2018 - 11:52 pm

Tak kira Candi Baroe itu bener-bener candi, ternyata nama kawasan toh mas. Hahaha

Reply
Rivai Hidayat February 18, 2018 - 12:20 am

Nama kawasan aja mas, karena letaknya di atas bukit jadi dkasih nama candi. Disini ga ketemu candinya dimana..hahaha

Reply
Idris Hasibuan February 18, 2018 - 12:02 pm

Kiraen ada candinya kaya gedong songo,, ternyata lbh condong penamaan kawasan candi yaa ??

Reply
Rivai Hidayat February 18, 2018 - 2:58 pm

Di sana gada candi mas 😀
Iyaa bener banget…cerita ttg kawasan candi baru, semarang

Reply

Leave a Comment