Pecinan: Menjelajah Kawasan Etnis Tionghoa di Semarang

Pecinan Semarang merupakan salah satu rute favoritku dalam kegiatan walking tour. Aku sudah mengikuti rute ini sebanyak dua kali, namun aku masih belum bisa memahami cerita-cerita yang ada di rute ini. Salah satu kesulitan yang aku alami adalah mengingat nama-nama Tionghoa. Selain itu, rute ini memberikan banyak pengetahuan dan filosofi baru yang memberikan daya tarik tersendiri bagiku. Welcome to Chinatown.
Klenteng Tay Kak Sie

Sabtu pagi aku sudah tiba di Klenteng Tay Kak Sie yang ada di gang Lombok, Pecinan. Terlihat belasan peserta yang akan ikut walking tour kali ini. “Wouw, sepertinya pagi ini banyak yang ikut walking tour. Mungkin paling banyak selama aku mengikuti kegiatan ini”, gumamku dalam hati. Peserta berasal dari berbagai kalangan, termasuk beberapa mahasiswa. Bahkan ada peserta yang berasal dari Jakarta. Kali ini yang bertugas sebagai storyteller adalah Mas Fauzan.

Lumpia Gang Lombok
Setelah perkenalan, Mas Fauzan mulai bercerita tentang Pecinan. Salah satunya sedikit cerita tentang Klenteng Tay Kak Sie yang menjadi titik kumpul dan titik akhir perjalanan kami. Mengapa hanya sedikit? Karena cerita selengkapnya akan diceritakan pada akhir perjalanan nanti. Klenteng Tay Kak Sie terletak di Gang Lombok. Diberi nama Gang Lombok karena dulu tempat ini merupakan kebun lombok. Secara nama, Klenteng Tay Kak Sie merupakan klenteng tertua di Pecinan. Namun secara bangunan, klenteng ini bukanlah yang tertua. Klenteng Tay Kak Sie yang dibangun pada tahun 1771 ini merupakan hasil perpindahan dari lokasi klenteng yang lama. Selain itu, Klenteng Tay Kak Sie dijuluki sebagai istana para dewa.

Baca Juga: Sepotong Cerita dari Kawasan Candi Baroe, Semarang

Klenteng Siu Hok Bio, klenteng tertua di kawasan Pecinan Semarang

Keberadaan kawasan ini tidak bisa dilepaskan dari peristiwa Geger Pecinan yang terjadi pada tahun 1740 hingga 1743. Geger Pecinan merupakan peristiwa perlawanan orang-orang etnis Tionghoa melawan VOC atau pemerintah Hindia Belanda yang terjadi di pesisir utara Pulau Jawa. Dalam peristiwa tersebut, etnis Tionghoa mengalami kekalahan. Setelah peristiwa itu, Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk menempatkan mereka dalam satu wilayah agar mudah untuk diawasi. Kawasan Pecinan itu tidak hanya di Semarang. Tapi juga di kota lain, seperti di Jakarta yang dikenal dengan Glodok, dan di Rembang yang dikenal dengan Lasem. Karena banyaknya klenteng, kawasan Pecinan, Semarang sering disebut dengan negeri 1001 klenteng. Meskipun total jumlahnya sebanyak sembilan klenteng.
Baca Juga: Walking Tour: Menyusuri Kampung Kauman

Kali ini aku tidak akan bercerita detail tentang walking tour di rute Pecinan atau pun tentang cerita setiap klenteng. Tetapi tentang hal-hal unik yang aku temui dalam walking tour ini. Seperti beberapa jalan di kawasan Pecinan diberi nama sesuai dengan kondisi tempat tersebut. Misalnya Jalan Gang Pinggir yang berarti lokasinya berada di pinggir Kali Semarang, dan gang Lombok yang dulu merupakan kebun lombok. Di sebelah Kali Semarang terdapat tempat pembuatan barongsai di Pecinan. Di sekitar kali ini dulunya terdapat gudang seorang yang saudagar yang bernama Koh Ping. Yang kemudian dikenal dengan kali-nya Koh Ping dan sekarang dikenal oleh warga sebagai Kali Kuping. Cukup unik. Cara pengucapan warga sekitar menjadi kearifan lokal dalam pemberian nama sebuah tempat.
Beberapa bangunan di Pecinan masih terlihat asli. Salah satu yang menjadi ciri khas bangunan atau rumah etnis Tionghoa adalah bentuk atap yang menyerupai pelana kuda. Selain itu, terdapat bangunan yang memiliki atap tidak rata akibat terkena pelebaran jalan. Beberapa rumah yang juga digunakan sebagai toko di kawasan Pecinan memiliki jendela yang tidak hanya berfungsi sebagai keluar masuknya udara, namun juga berfungsi sebagai meja meletakan barang jualan mereka. Berhubung hari ini masih dalam masa perayaan Hari Tahun Baru Imlek, banyak rumah atau toko yang tutup.

Jendela yang multifungsi
Seperti yang aku ceritakan di atas tadi, jumlah klenteng di Pecinan, Semarang berjumlah sembilan klenteng. Di setiap klenteng terdapat gambar harimau yang berada di sebelah kanan dan naga yang terletak sebelah kiri dan letaknya di dekat pintu. Peletakan patung ini berdasarkan perhitungan fengshui. Di beberapa klenteng juga ada terdapat tiga patung sebagai simbol keturunan, kemakmuran dan umur panjang. Itu merupakan tiga hal penting menurut kepercayaan mereka. Bagi mereka yang bisa meraih ketiganya berarti hidupnya sempurna.

Simbol umur panjang, kesejahteraan, dan keturunan
Menurut Mas Fauzan, kata klenteng berasal dari bunyi lonceng sebagai pemberitahuan ketika ada acara di kuil. Selain lonceng, klenteng di Semarang juga terdapat sebuah bedug. Bedug ini merupakan tanda penghormatan yang diberikan kepada kerajaan Demak yang telah mengirimkan utusannya untuk membantu pembebasan Klenteng Sam Poo Kong dari bangsa Yahudi.
Lonceng dan Bedug yang ada di klenteng di kawasan Pecinan
Selain klenteng yang merupakan milik umat, beberapa klenteng di kawasan Pecinan juga dimiliki secara pribadi. Salah satunya adalah Klenteng See Hok Kiong. Klenteng See Hok Kiong merupakan klenteng Dewi Laut yang dimiliki oleh keluarga Lhiem. Di depan klenteng terdapat Kali Semarang yang terhubung hingga Laut Jawa. Dahulu banyak nelayan yang akan melaut singgah terlebih dahulu untuk sembahyang di klenteng ini untuk memohon keberkahan dan keselamatan selama berlayar di laut. Di Klenteng See Hok Kiong juga terdapat empat patung kera yang menyimbolkan seorang manusia harus bisa menjaga perkataan (tutup mulut), menjaga pendengaran (tutup telinga), menjaga pandangan (tutup mata), dan menjaga kesusilaan (menutup alat kelamin). Selain Klenteng See Hok Kiong, ada klenteng Hwie Hwie Kiong yang dimiliki keluarga Tan. Dahulu keluarga Tan sangat dekat dengan pemerintah Hindia Belanda.

Klenteng See Hok Kiong
Empat Patung Kera
Tidak hanya klenteng atau kuil yang menarik untuk diceritakan, namun juga sebuah pasar. Bukan tentang Pasar Semawis yaa, tapi tentang pasar Gang Baru. Para pedagang Pasar Gang Baru hampir semuanya adalah orang pribumi. Menurut Mas Fauzan, hal itu disebabkan karena etnis Tionghoa berada dalam pengawasan pemerintah Hindia Belanda sehingga tidak bisa keluar dari kawasan Pecinan. Sehingga mereka mengundang orang-orang pribumi untuk berjualan di Gang Baru demi memasok kebutuhan sehari-hari mereka.

Pasar Gang Baru

Gang Baru dipilih karena letaknya yang cukup dekat dengan Kali Semarang yang berfungsi sebagai jalur transportasi. Pasar itu terus berkembang seiring kesepakatan antara pribumi dan warga Tionghoa. Seiring berjalannya waktu, perjanjian tidak resmi itu berlanjut hingga sekarang. Orang-orang pribumi tetap diperbolehkan berjualan di depan rumah yang berada di Gang Baru, sedangkan orang etnis Tionghoa berjualan di dalam toko, kios atau rumah mereka.

Klenteng Hoo Hok Bio
Di dekat Pasar Gang Baru juga terdapat sebuah klenteng yang bernama Klenteng Hoo Hok Bio. Di depan klenteng ada pengrajin rumah kertas. Pengrajin rumah kertas ini merupakan satu-satunya yang ada di kawasan Pecinan. Toko ini milik Bapak Bin Hook yang telah berdiri selama tiga generasi. Toko ini merupakan warisan dari kakeknya. Rumah kertas merupakan tradisi mengirimkan sesuatu kepada leluhur yang sudah meninggal. Harga rumah kertas dijual dengan berbagai harga, tergantung besar dan jenis rumah kertasnya. Selain rumah kertas, Bapak Bin Hook juga membuat lampion. Di Pecinan juga terdapat pembuatan bongpay, yaitu batu nisan yang ada di makam warga Tionghoa. Batu yang digunakan untuk bongpay harus selalu baru, tidak boleh batu bekas.

Pengrajin Rumah Kertas
Bapak Bin Hook sedang membuat pola lampion
Batu bongpay
Kami juga melewati Gang Warung. Gang Warung merupakan tempat digelarnya Pasar Semawis yang berlangsung setiap malam di hari Jum’at-Minggu. Kata Semawis merupakan sebutan awal dari Kota Semarang yang diberikan oleh Kyai Ageng Pandanaran. Kata Semawis berasal dari kata aseme awis yang berarti pohon asem yang jarang. Sekarang dikenal dengan Semarang. Setelah melewati Gang Warung, kami menuju ke titik awal yaitu Klenteng Tay Kak Sie.

Para peserta walking tour
Seperti yang aku tulis di atas, Klenteng Tay Kak Sie disebut sebagai istana para dewa karena koleksi dewa yang ada di klenteng ini paling banyak di antara klenteng lainnya di kawasan Pecinan. Bahkan koleksi dewa di Klenteng Sam Poo Kong juga tidak sebanyak di klenteng ini. Klenteng Tay Kak Sie juga menyediakan chiamsi, yaitu semacam ramalan etnis Tionghoa. Klenteng Tay Kak Sie selalu ramai dikunjungi oleh warga yang melakukan sembahyang. Para penjaga klenteng akan menyambut dengan ramah para pengunjung klenteng. Mereka tidak keberatan untuk menceritakan tentang sejarah klenteng tersebut.
Baca Juga: Sunset Trip Gunung Telomoyo
Perjalanan walking tour Pecinan berakhir di Klenteng Tay Kak Sie. Tak terasa kami telah berkeliling Pecinan selama empat jam. Semua klenteng di kawasan Pecinan, Semarang terbuka untuk masyarakat umum. Tapi alangkah baiknya tetap ijin kepada penjaga klenteng. Ketika mengunjungi klenteng atau tempat ibadah lainnya, kita harus menjaga ketenangan, ketertiban, kesopanan, dan tentu saja menghormati warga yang sedang melakukan ibadah atau sembahyang.

Melepas burung gereja
Hal-hal unik itulah yang membuatku suka akan rute Chinatown (Pecinan) ini. Masih banyak lagi hal unikΒ  yang bisa kamu temui. Saranku, ikutlah walking tour bareng teman-teman Bersukaria untuk mendapatkan pengalaman seru keliling kawasan Pecinan, Semarang. Aah, alangkah senangnya di Kota Semarang memiliki kawasan Pecinan. Selain klenteng, sejarah, tradisi, adat istiadat, kawasan Pecinan juga banyak menu kulineran yang patut dicicipi. Jadi, kapan kita walking tour dan kulineran bareng..?
Happy Walking Tour

49 Comments

Add Yours →

wih, ada yang baru nih hihi
saya belum pernah ikut yang rute ini mas, baru rute yang Oei Tiong Ham aja πŸ˜€
next kalau ke Semarang lg, ajak ikut rute ini ya. menarik.

btw itu pasar gang baru, jadi inget kawasan kantorku dulu.
gang pasar baru haha cuma kebalik aja πŸ˜€

Seru nih walking tour kayak gini. Chinatown nya masih otentik ya, banyak bangunan peninggalan asli.
Kalau misalkan nih buat first timer yang belum pernah ke Semarang, enaknya ngambil rute yang mana?
Ada biayanya nggak untuk ikut walking tour gini? Atau tips sukarela gitu?

Bangunan di pecinan masih banyak yang asli dengan segala filosofinya.

Sebetulnya tergantung jadwal rute walking tour-nya. Jadi kamu bisa menyesuaikan kedatanganmu dengan jadwal rutenya. Untuk jadwal rute bisa dicek di ig @bersukariawalk. Mereka juga melayani walking tour secara private sesuai dengan rute yang diinginkan.
Tipsnya sukarela.
Ayo walking tour bareng kak Rizka πŸ™‚

Sering banget dapat cetita tentang Semarang bahkan sering dapat oleh-oleh khas Semarang
tapi belum pernah melihat dari dekat keindahan Semarang
mupeng pake banget

Kalau komunitas walking tour di Solo, setau saya agendanya cuma seminggu sekali. Di hari Sabtu kalau tidak salah. Pernah ikut sekali, terus sampai sekarang belum pernah ikutan jalan lagi πŸ˜€

Mungkin patung 4 kera yang ada di Klenteng See Hok Kiong itu jadi sumber inspirasi sang kreator emoji di WA ya? Kan ada itu emoji kera yang juga sama-sama nutup mata – mulut – telinga. Hahaha…

wow seru nih pasti walking tour bareng teman2 ke kawasan pecinan semarang bulan ini w mau coba ke situ soalnya belum pernah sama sekali ke daerah semarang mantap informasinya bro.

Walking tour gini memang mengasikan ya, Mas. Terlebih untuk jelajah Semarang, tempat-tempat yang usianya ratusan tahun pun terlihat masih bagus ya. Sepertinya memang bagus walking tour gini ya, Mas.
Kalau ke Semarang pengen coba saya..

Aku pengen banget deh ikutan walking tour gini, informasi yg didapat jadi banyak n dari sumber terpercaya. Tahun 2010 pernah ngubek2 Pecinan Semarang berdua aja sama fotografer kantor, seru banget. Apalagi bisa ngobrol banyak sama penjaga kelenteng, dapat banyak cerita.

Saya belum pernah nih ke Semarang πŸ˜€
Kakayknya layak dicoba juga nih jalan2 di kawasan Pecinaan Semarang.
Bangunannya cakep banget dan masih kental πŸ™‚

betul sekali mbak sash. interaksi antara peserta dengan para warga sekitar menjadi poin paling penting dalam walking tour. jadi kita bisa mendengarkan cerita sejarah langsung dari warga lokal.

Kak,aku penasaran kenapa klenteng Tay Kak Sie dijuluki kelnteng berkumpulnya para dewa? Apakah karena itu kelenteng tertua. Well,menarik sih belajar sejarah,aku sering jalan2 ke sana, tapi kurang mendalami tentang asal usul dan filosofi kelenteng itu πŸ™

Setuju sama Mas Vay. Rute walking tour Bersukaria yang ke Pecinan memang menarik. Aku suka blusukan ke kawasan Pecinan Semarang. Banyak hal menarik yang bisa dilihat, mulai dari bangunan, kuliner, sampai aktivitas warganya. Asik lah pokoknya…

Setuju sama Mas Vay, hehe… Rute walking tour Bersukaria di Pecinan memang menarik. Aku juga suka blusukan di kawasan Pecinan Semarang. Banyak hal menarik yang bisa dilihat, mulai dari bangunan, kuliner, sampai aktivitas warga di sana. Asik lah pokoknya..

Aku baru sekali ikut rute Pecinan. Ternyata ada banyak cerita yang aku lewatkan dan baru tau dari artikel mas Vay, terutama tentang 4 kera. Jadi mau ikut lagi πŸ™‚

Wah, aku lama nggak ikut acaranya bersukaria nih, rute yang ini seru juga.

Semoga bisa ikutan rute pecinan ini. Huhuhu

Aku baru tau masaaak semawis dr kata aseme awis. Iki aku merasa gagal jadi wong semarang.hiks.

Kenapa disebut klenteng seribu dewa, karena di Klenteng Tay Kak Sie terdapat banyak dewa dan dewi yang bisa digunakan untuk sembahyang. Kalau secara bangunan bukan yang tertua. namun, secara nama klenteng Tay Kak Sie yang tertua. Jadi Klenteng Tay Kak Sie yang sekarang merupakan hasil perpindahan dari lokasi klenteng Tay Kak Sie yang lama.

AKu paling senneg berinteraksi dengan warga sekitar. dari mereka kita jadi tahu tentang keseharian atau cerita-cerita yang berhubungan dengan kawasan pecinan. Kalau kulinernya tetap wajib dicoba πŸ˜€

Ngunjungi kota lama dan menggali sejarah nya itu nggak ada abianya yaa i..haha. nggak pernah puas gt klo cuma sekali doang ikut walking tour.

Seru ya mas punya geng walking tour, apalagi tempat-tempat yang dikunjungi, tak hanya indah tapi menyimpan cerita dan sejarah yang perlu kita gali. Keren..

Leave a Reply