Bagi Famega, waktu selama empat setengah bulan adalah waktu yang sangat singkat untuk mengenali negara-negara yang ia lewati. Ada 18 negara dan 44 kota, dengan total jarak tempuh 23.181 km melalui jalur darat dan laut. Ia hanya mampu melihat segala sesuatunya dari permukaan, dari hal-hal yang ia lihat dan alami sendiri selama perjalanan. Buku Kelana menjadi sebuah catatan dan rekaman interaksi Famega dengan orang-orang yang ia temui dalam perjalanan ini.
Blurb
Di dalam hutan Siberia, di desa kecil di Laos, di keramaian Barcelona, ketika sedang dalam kesulitan, selalu ada tangan terulur memberikan bantuan. Maka perjalanan ini adalah perjalanan merayakan perbedaan. Kita semua berbeda, tapi bersatu dalam kemanusiaan.
Kelana adalah catatan seorang perempuan yang melakukan perjalanan sendirian dari Indonesia ke Afrika, melewati jarak lebih dari separuh lingkar bumi. Melintasi kilometer demi kilometer ketakutan, petualangan, dan ketidakpastian, ia mencatat kebaikan-kebaikan yang muncul di tempat paling terpencil sekalipun.
Ulasan
Aku mengenal buku ini dari seorang kawanku. Itu pun juga tidak sengaja. Kami bertemu di sebuah warung kopi ketika ia baru saja balik dari perjalanannya di Sumatera Utara. Tiba-tiba ia meletakkan buku ini di meja. Aku secara reflek langsung menyambar buku ini dan membaca beberapa lembar halaman secara acak. “Bukunya bagus!” ujarku kepada temanku itu. Sejak saat itu aku pun berusaha untuk membeli buku Kelana.
Kadang-kadang ketakutan memang lebih menyeramkan ketika ia berada di sudut gelap pikiran kita. (Hal 13)
Selain cerita tentang kota-kota yang ia singgahi, aku sangat menyukai cerita tentang orang-orang yang ia temui selama perjalanan. Baik yang dimulai dengan perkenalan melalui sebuah aplikasi, maupun orang-orang yang baru ia kenal dan sapa dalam perjalanan tersebut. Cerita tentang orang yang ia temui dalam perjalanannya memberikan warna tersendiri dalam buku Kelana. Bukan sekadar cerita tentang umum, tetapi lebih mendalam tentang orang tersebut.
Baca Juga: [Ulasan] Storycation: Antologi Jalan-Jalan 14 Penulis
Famega singgah di Kota Zurich untuk bertemu dengan Viola. Seorang perempuan yang ia kenal ketika dalam perjalanan di Armenia sekitar enam bulan yang lalu. Pertemuan mereka di Zurich seperti sebuah reuni bagi mereka berdua. Selain Viola, ada juga cerita tentang perjumpaan Famega dengan Nasir yang merupakan seorang imigran dari Sudan yang tinggal di Kota Lyon, Prancis. Perjalanan panjang dari Sudan menuju Prancis tidak sia-sia karena Nasir berhasil mendapatkan suaka dan ijin tinggal di negara tersebut. Tinggal sebagai seorang individu yang dilindungi oleh negara, bukan sebagai seorang imigran gelap.
Sepertinya masalah utama saya di perjalanan adalah kesepian. Saya memang tidak pernah kekurangan teman, tapi tidak semua teman itu bisa iajak mengobrol sampai level yang dalam. Kalaupun ada percakapan yang bermakna, pertemuan itu biasanya berlangsung singkat sebelum pada akhirnya kami harus berpisah, kembali ke jalan masing-masing. (Hal 196)
Famega berkenalan dengan Paul Hoffman di Kota Krakow, Polandia. Paul merupakan seorang warga negara Amerika Serikat yang sedang solo traveling. Perjalanan yang dilakukannya merupakan perjalanan untuk mengenang kakek dan neneknya yang menjadi korban tragedi Holocaust. Kakek, nenek, dan ayah Paul berasal dari Krakow. Kakek dan neneknya ditangkap dan dibawa ke kamp konsentrasi yang berada di Kota Auschwitz. Mereka berdua meninggal di kamp tersebut, sedangkan ayah Paul–Jurek Hoffman–berhasil melarikan diri.
Famega melakukan perjalanan ini dengan menggunakan moda transportasi laut dan darat. Mulai dari kapal, bus, dan kereta api, termasuk naik kereta api jalur Trans-Siberia yang merupakan jalur kereta api terpanjang di dunia. Famega pernah terpaksa menggunakan taksi karena mesti mengejar kereta api di stasiun selanjutnya. Beberapa kali ia juga menumpang–hitchhiking–kendaraan yang sedang melintas. Seperti menumpang mobil pribadi dan truk.
Perjalanan Famega tidak selalu berjalan dengan lancar. Beberapa kali ia mendapatkan kesialan. Namun, kesialan-kesialan tidak menyurutkan niatnya untuk melanjutkan perjalanan. Seperti ketika ia hampir mengalami pemerasan oleh seorang sopir taksi yang mengantarkannya menuju stasiun selanjutnya untuk mengejar kereta ketinggalan kereta dalam perjalanan dari Kota Irkutsk menuju Kota Krasnoyarsk, Russia. Ia berhasil melepaskan diri dan naik kereta tersebut untuk menuju Kota Krasnoyarsk.
Baca Juga: [Ulasan] The Gong Traveling
Nasib buruk lainnya adalah ia kehilangan laptop dan sejumlah uang di sebuah hostel di Kota Praha, Republik Ceko karena dicuri. Laptop miliknya tak pernah kembali dan pencurinya tidak pernah tertangkap. Namun, ia mendapatkan surat yang berisi perkembangan kasusnya ketika ia sudah berada di Jakarta.
Famega membawa subgenre penulis perjalanan ke tahap yang lebih tinggi; ia memilih untuk berdekatan dengan bumi dan air. (Leila S. Chudori)
Buku Kelana memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan buku pada umumnya. Huruf, tulisan, dan informasi di buku ini ditulis dengan sangat rapi, detail, dan mudah untuk dipahami. Buku ini dilengkapi dengan informasi jarak yang sudah ditempuh dalam perjalanan tersebut. Buku ini dilengkapi dengan peta negara dan kota yang menjadi rute dalam perjalanannya. Selain itu, Buku Kelana juga dilengkapi dengan foto dalam kualitas yang sangat bagus dan halaman berwarna. Hal ini akan membuat pembaca tidak merasa bosan ketika membaca buku ini.
Buku ini menjadi salah satu buku perjalanan yang sangat menarik bagiku. Ketika membaca Buku Kelana, aku seperti dibawa masuk dan ikut ke dalam setiap perjalanannya. Mulai dari perjalanan menyusuri daratan Indocina, berada di kereta api selama 24 jam dalam perjalanan di China, hidup bersama keluarga nomaden di Mongolia, singgah di kota-kota yang dilalui jalur Trans-Siberia, menyusuri kota-kota tua yang ada di benua Eropa, hingga berziarah ke makam Ibnu Batutah di Kota Tangier, Maroko.
Maka perjalanan ini adalah perjalanan merayakan perbedaan. Kita semua berbeda, tapi bersatu dalam kemanusiaan. (Hal 261)
Famega Syavira Putri
Kelana: Perjalanan Darat dari Indonesia sampai ke Afrika
Jakarta, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2018
20 comments
Wih keren penulisnya! Famega ini wartawan apa penulis spesialis traveling kayak Trinity? Negara di Afrika yang dituju cuma Maroko, mas Vay?
Dia wartawan atau jurnalis di beberapa media. Bukan penulis spesialis perjalanan.
Iyaa hanya maroko. Dia menyeberang dari spanyol.
Wiiih…keren ya ..kalau dipikir-pikir perjalanan melintas dunia kayak gini seperti nya susah banget di cerna oleh orang awam seperti saya,koq dia bisa yaa…tapi banyak loh yg melakukan perjalanan nekad kayak gitu..tapi tekad yg bulat dan kegigihan bisa mengalahkan segala rintangan .di setiap perjalanan ada saja ketemu hal”dan orang “baru yang jadi pahit manisnya cerita perjalanan beliau
Sebetulnya bukan perjalanan yang nekat. Soalnya perjalanan tersebut telah dipersiapkan dan direncanakan sedemikian rupa. Mulai dari rute perjalanan, moda transportasi, hingga dimana dia bakal menginap atau tidur. Famega juga banyak menuliskan tentang orang-orang yang dia temui selama perjalanan.
Banyak cerita yang membuat kita mendapatkan informasi baru dengan membaca buku-buku seperti ini, terutama terkait destinasi wisata ataupun cerita perjalanan
Ini salah satu buku perjalanan terbagus yang pernah aku baca.
Duh sampai ngiler baca reviewnya, Mas
Kalau baca review Mas, sepertinya narasi dalam buku itu sanggup “menarik” pembacanya kepada situasi yang dialami oleh sang penulis.
Coba saya cari deh bukunya.
Salam dari Sukabumi, Mas
Salam,
Ini salah satu buku perjalanan terbaik yang pernah aku baca om. Kemarin lihat di beberapa toko di marketplace masih tersedia.
Semoga om Asa suka dengan bukunya.
Salam dari semarang, om asa
Buku seperti ini emang menarik ya mas, karena dari kisah nyata gitu . Jadi kita berasa ikutan jalan-jalan juga. Saya pernah baca buku judulnya zaman edan, mengisahkan tentang seorang wartawan atau penulis asing gitu yang ada di indonesia pada masa Indonesia lagi kacau2 nya. Mulai dari perang sampit madura, gerakan Timor Leste merdeka, pki dll. Dia berada disana menyaksikan kejadian tersebut. Jadi ikutan merasakan kengeriannya.
Apalagi ditambah kisah-kisah daerah dan teman se perjalanan nya.
Buku berdasarkan pengalaman dan kisah nyata memang memberikan kesan tersendiri. Aku memang lebih sering membaca buku non fiksi kayak gini.
Sepertinya buku zaman edan sangat menarik. Buku kayak gini bakal mengajak melihat sesuatu dari sudut pandang lain. Yang mungkin belum pernah dibahas oleh orang lain.
Begitu hebat sekali kalau dapat melakukan perjalanan yang begitu jaug…kalau tidak cekal memang tidak sanggup berbuat demikian….ia penuh ranjau dan duri
Tentunya semua sudah dipersiapkan agar perjalanan lebih menyenangkan dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Bukunya menarik, nanti coba cari ah buat referensi. Alasannya disebutkan gak mas kenapa dia memilih jalan darat? Apakah karena berusaha mengurangi jejak karbon atau ada alasan lain
Salah satu buku perjalananan terbaik yang pernah aku baca mas.
Dia ingin membuktikan bahwa perjalanan ke eropa bisa ditempuh melalui jalur darat. Dia juga membahas tentang mengurangi jejak karbon yang dihasilkan
Baca reviwenya keren banget
saya jadi pengen membeli buku ini
Ini salah satu buku perjalanan terbagus yang pernah aku baca mas.
Sama seperti saya Mas, pertama kali melakukan perjalanan sendiri ke Pulau Jawa pake bis. Takut sekali membayangkan semua kemungkinan-kemungkinannya, tetapi ketika dijalani jadi menyenangkan dan seru sekali ketika bertemu dengan teman-teman baru di perjalanan.
Kalau saya suka bukunya Agustinus Wibowo, beliau juga yang menginspirasi untuk melakukan perjalanan 🙂
Perjalanan tidak semenyeramkan apa yang dalam pikiran kita. Sebagian besar malah berjalan dengan menyenangkan 😀
Aku juga salah satu pembaca buku-buku agustinus wibowo. Seperti mendapatkan banyak pengetahuan dan sudut pandang baru ketika membaca tulisannya.
Makasih Mbak Lulu 😀
Masih banyak yg jual ga ya buku ini… Aku mau beli ❤️. Suka banget tipe buku perjalanan begini, apalagi dilakuin cewe, dan solo. Jenis trip yg aku ga akan coba sih. Krn memang bukan style jalanku banget. Mkanya lebih suka menikmati perjalanan gini dari buku2 aja.
Pernah pengeeen bgt bisa traveling lama, dan jauh. Tapi aku kebentur Krn ada keluarga. Jadi maksimal perjalanan paling mentok cuma bisa 3 minggu. Ga boleh lebih dari itu. Rata2 pejalan yg bisa lama traveling begini msh single sih. Dan kalo dipikir2, circle temen2ku yg suka jalan, itu memang single semua . Jadi kdg aku ga bisa ngikutin ritme mereka.
Di marketplace masih ada yang jual mbak. Pas aku baca juga kepikiran kalau mbak fanny bakal suka denga buku perjalanan macam ini. Bukunya bener-bener personal dengan segala pengalaman yang dia alami.
Kalau perjalanan macam gini memang tergantung situasi pribadi. Banyak orang yang berada dalam situasi yang tidak bisa pergi dalam waktu yang lama. Jadi yaa akhirnya tetap menikmati perjalanan sesuai dengan waktu yang tersedia aja 😀