Tersesat di Kota Lama Semarang (Bagian 2- Habis)

by Rivai Hidayat
Kita berdua mulai meninggalkan jalan Garuda menuju sebuah jalanan sempit yang dipenuhi dengan ayam jago yang dikurung dalam kandang. Diapit gedung-gedung megah yang tak terawat. Tampak kusam termakan oleh waktu. Orang-orang bersorak melihat ayam jagoan mereka bertarung. Bertarung untuk menjadi yang terbaik. Suara lengkingan para ayam jago saling bersahutan, diantara gedung-gedung tua. Menunggu giliran untuk diadu. Hilir mudik kendaraan bermotor tak mengganggu aktivitas mereka. Tempat adu ayam yang tak pernah sepi pengunjung, sebuah sisi lain di kawasan Kota Lama Semarang.
Salah satu sudut Kota Lama
Gedung PT. Pelni
Menurut warga sekitar, arena adu ayam ini sudah ada lebih dari 50 tahun lalu. Tepatnya sekitar tahun 1965. Sebelum lokasi sekarang, beberapa kali lokasi adu ayam berpindah tempat, namun lokasi masih berada di kawasan Kota Lama. Awalnya tempat ini menjadi pasar ayam. Namun, karena banyaknya ayam jago yang dijual, maka tempat ini juga menjadi tempat mengadu ayam jago mereka. Untuk harga seekor ayam jago tergantung jenis, besarnya ukuran, dan cara bertarung. Untuk jenis yang biasa, rata-rata ayam jago dibanderol dengan harga Rp 120.000-Rp 150.000,-. Semakin bagus cara bertanding ayam jago, maka harganya akan semakin mahal.
Penjual ayam, kurungan ayam, dan arena adu ayam

Ayam-ayam yang siap diadu
Kita hanya sebentar di arena adu ayam. Didy ga tega melihatnya. Dari sana kita langsung menuju gedung Marabunta. Membutuhkan waktu sekitar lima menit jalan kaki. Kita masih menyusuri lorong-lorong jalan di kawasan Kota Lama. Terlihat banyak bangunan tua yang masih digunakan untuk perkantoran.  Tapi tak sedikit pula bangunan tampak kosong dan tak terawat. Bahkan dinding di beberapa gedung telah ditumbuhi batang pohon beringin. Selama perjalanan, aku juga banyak bercerita tentang beberapa sudut di Kota Lama. Termasuk bercerita tentang gedung Marabunta.
Ayam yang sedang diadu

Adu ayam jago
Gedung Marabunta terletak di jalan Jl.Cendrawasih 23, kawasan kota Lama, Semarang. Dibangun pada sekitar tahun 1854. Nama awal gedung Marabunta adalah gedung Schouwburg. Nama Marabunta berarti semut merah yang besar. Hal itu bisa dilihat dengan adanya dua patung semut raksasa yang diletakkan di atap gedung. Menurut cerita, dulunya gedung ini digunakan sebagai gedung opera dan pertunjukan. Konon, gedung ini juga pernah mementaskan penari cantik yang juga seorang spionase yang bernama Margaretha Zelle yang terkenal dengan nama panggung Mata Hari. Selama bertahun-tahun gedung serba guna ini tak digunakan. Terlihat sepi dan tidak ada aktivitas. Namun, kini gedung Marabunta telah disulap menjadi sebuah cafe yang nyaman dan terkesan klasik.

Gedung Marabunta

Ruangan gedung Marabunta

“Eeh Dy, kamu suka main ke galeri ga?”, tanyaku pada Didy
“Biasa aja sih Vai. Emang mau diajakin kemana?” tanya Didy
“Mau ke Semarang Art Gallery, gimana?”
“Okelah, emang disana ada apa aja?”
“Yang pasti ada lukisan dan patung. Ada beberapa foto jadul tentang kota Semarang”, ceritaku ke Didy.

Gedung Semarang Art Gallery

Dari gedung Marabunta kita berjalan kaki menuju Gedung Semarang Art Gallery. Kali ini tidak hanya gedung-gedung kuno yang menemani perjalanan kita berdua, tetapi juga mural dan karikatur yang digambar di tembok-tembok di sepanjang jalan. Mural dan karikatur yang digambar umumnya berisi tentang semangat perjuangan, petuah bijak, dan gambar tata kota. Selain itu, ada mural yang dibuat sebagai ucapan apresiasi dan terima kasih kepada salah satu pelukis Indonesia, yaitu Sudjojono. Mural-mural di Kota Lama menjadikan kawasan ini lebih berwarna, bermakna dan lebih hidup. Mural-mural ini menjadi sisi lain diantara gedung-gedung tua nan megah.

Mural di salah satu sudut Kota Lama

Megahnya gedung Semarang Art Gallery telah menyambut kita. Gedung dengan gaya artdeco ini berhasil membuat kita kagum.  Gedung ini emang sudah berumur puluhan tahun, namun masih berdiri kokoh dan layak untuk dikunjungi. Hanya dengan membayar tiket sebesar Rp 10.000,- kita sudah bisa menikmati suasana dan karya yang dipajang di galeri. Mulai dari patung, lukisan, foto-foto jadul, hingga poster-poster jadul. Selain itu, ada taman dan perpustakaan yang sebaiknya tidak kita lewatkan untuk dikunjungi.

Kini aku merasa sendiri dan kedinginan @Semarang Art Gallery
Menikmati Lukisan di Semarang Art Gallery

Setelah puas berkeliling galeri, kita kembali ke taman Sri Gunting untuk mengakhiri perjalanan. Di sepanjang perjalanan terdapat pasar barang antik. Belasan kios ikut meramaikan pasar barang antik. Rata-rata kios ini menjual barang-barang jadul, aksesoris dan barang kerajinan tangan. Seperti kamera jadul, barang keramik dan majalah jadul. Bahkan kita bisa menemukan mata uang kuno dan prangko. Tempat ini seolah-olah menjadi surga bagi para pemburu barang antik dan kuno.

Pasar barang antik di Kota Lama

Salah satu kios di pasar antik Kota Lama

Sesampainya di taman Sri Gunting, Kita masih ngobrol tentang Kota Lama. Banyak hal yang kita temui dalam perjalanan menyusuri kawasan Kota Lama. Mulai dari bangunan-bangunan kolonial, kuliner, galeri, pasar barang antik, hingga aktivitas masyarakat yang hidup di sekitar kawasan Kota Lama. Masing-masing memiliki cerita dan sejarahnya. Ketika berada di kawasan Kota Lama, aku membayangkan seperti hidup dijaman kolonial Hindia Belanda. Seolah-olah membawaku tersesat dan melewati batas ruang dan waktu dimasa lampau. Berdiri diantara puluhan bangunan bergaya artdeco yang masih berdiri dengan kokoh dan megah. Membayangkan kehidupan yang pernah terjadi di kawasan ini. Bangunan karya para arsitek dari Eropa ini sungguh luar biasa. Gedung-gedung megah ini berhasil bercerita tentang kehidupan masa lampau. Waktu terus berganti dan gedung-gedung ini menjadi saksi bisu perubahan zaman.

Baca juga Tersesat di Kota Lama Semarang (Bagian 1)

You may also like

0 comment

iswanto otto April 1, 2016 - 7:18 am Reply
Rivai Hidayat April 5, 2016 - 9:20 am

yuk…kapan kita kemana 😀

Reply

Leave a Comment