Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the soledad domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/masvayco/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Singgah di Kampung Bustaman - Rivai Hidayat

Singgah di Kampung Bustaman

by Rivai Hidayat
Kampung bustaman

Kampung Bustaman juga merupakan salah satu perkampungan tertua di Semarang. Kampung ini identik dengan tempat potong kambing dan masakan gulai kambing. Keberadaan kampung ini tidak bisa dilepaskan dari kisah Kyai Bustam yang merupakan kakek buyut Raden Saleh. Raden Saleh ketika kecil pernah tinggal di kampung yang namanya diambil dari nama kakek buyutnya.

Sebuah jalan gang yang berbentuk menyerupai lorong membawa kami memasuki permukiman Kampung Bustaman. Di sepanjang jalan tersebut banyak mural yang menceritakan tentang Kampung Bustaman. Salah satunya adalah lukisan tokoh Raden Saleh. Hujan mulai turun ketika kami masuk di kampung ini. Selain dikenal sebagai perkampungan tua dan padat, Kampung Bustaman juga dikenal dengan tradisi Gebyuran Bustaman dan Gulai Kambing Bustaman.

Tradisi Gebyuran Bustaman menjadi satu tradisi yang rutin diadakan setiap menjelang bulan Ramadan. Tujuannya untuk menyambut bulan Ramadan. Tepatnya pada hari Minggu terakhir sebelum memasuki bulan Ramadan. Tahun ini diadakan pada tanggal 19 Maret 2023. Aku tidak bisa mengikuti tradisi ini dikarenakan aku sudah ada jadwal untuk mendaki gunung bersama temanku.

Gang Kampung Bustaman

Tradisi Gebyuran Bustaman boleh diikuti oleh siapapun. Baik warga Kampung Bustaman, maupun warga luar kampung. Namun, ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi ketika ingin mengikuti Tradisi Gebyuran ini. Mulai dari tidak boleh marah, tersinggung, dan dendam ketika terkena guyuran air, hingga tidak takut basah. Tidak lucu kalau ikut main air, tapi takut basah. Pusat tradisi ini berada di dekat musala Kampung Bustaman.
Baca Juga: Sepotong Cerita dari Jalan Mataram

Tercium aroma gulai kambing menjadi hal yang biasa tercium di kampung ini. Beberapa warung makan di kampung ini menyediakan menu gulai kambing. Gulai kambing merupakan salah satu bentuk akulturasi dalam hal makanan. Makanan yang identik dengan kari dan daging kambing ini banyak menggunakan bumbu dan rempah-rempah. Kemudian ditambahkan bumbu lainnya guna menyesuaikan dengan cita rasa masyarakat lokal.

Gulai kambing Bustaman memiliki ciri khas khusus dibandingkan gulai kambing di tempat lain, yaitu gulai tidak diberi santan yang berasal dari parutan kelapa. Namun, parutan kelapa tersebut disangrai hingga kering dan kemudian dimasukan dalam kuah gulai. Gulai kambing Bustaman tidak hanya dijual di daerah Kampung Bustaman. Namun, juga di luar kampung. Seperti Gulai Bustaman Pak Sabar dan Pak No yang berjualan di kawasan Kota Lama, Semarang.

kampung bustaman
Foto bareng anak-anak Kampung Bustaman. (*maaf ada yang terpotong)

Di Kampung Bustaman juga terdapat rumah pemotongan hewan kambing. Kambing yang dipotong jumlah tidak sebanyak dulu. Saat ini mungkin sekitar 15-20 ekor kambing setiap harinya. Aku bertemu dengan salah satu tukang potong yang bekerja di rumah pemotongan Kampung Bustaman. Usianya lebih dari 50 tahun. Bukan orang asli Kampung Bustaman, tapi seorang pendatang dari Salatiga yang menetap di kampung ini karena istrinya merupakan warga Kampung Bustaman. Laki-laki ini sudah bekerja mulai pukul 01.00 hingga subuh. Mulai dari menyembelih, menguliti, membersihkan, hingga memotong daging kambing.

kampung bustaman
Seekor kambing yang ada di jalan kampung

Pada masa lalu, Tasripin mendapatkan pasokan kulit hewan dari rumah pemotongan hewan yang ada di Kampung Bustaman. Kulit-kulit tersebut kemudian diolah menjadi berbagai macam produk. Salah satunya adalah wayang kulit. Rumah pemotongan hewan di Kampung Bustaman terus bertahan, meskipun pemerintah kota menganjurkan untuk dipindah ke rumah pemotongan hewan yang dikelola oleh pemerintah kota.

Di tengah kampung terdapat sebuah musala yang menjadi pusat kegiatan warga kampung. Di dekat musala terdapat tempat pengolahan biogas yang berasal dari kotoran rumah tangga dan fasilitas MCK umum yang ada di kampung ini. Biogas ini disalurkan ke rumah-rumah warga. Terdapat sebuah tetenger atau penanda yang diberi nama Tetenger Bustaman yang berupa tiang listrik yang didirikan pada tahun 1938.

Tetenger Bustaman

Permukiman di kampung ini sangat padat dan jalannya sempit. Tidak lebih dari dua meter. Tampak beberapa warga yang sedang memasak di teras rumah mereka. Rumah terlalu kecil sehingga tidak ada ruang untuk memasak. Namun, beberapa bangunan rumah masih mempertahankan bentuk bangunan kunonya. Seperti bentuk rumah melayu dan rumah jengki.
Baca Juga: Jelajah Kampung Kulitan Semarang

Beberapa rumah memiliki sebuah bok yang berada di depan rumah. Bok merupakan sebuah bangunan yang tinggi dan lebarnya sekitar 60 cm yang berfungsi sebagai tempat duduk-duduk atau nongkrong. Di sinilah banyak pemuda dan warga sering berkumpul untuk sekadar berkumpul, mengobrol, atau melakukan aktivitas lainnya. Kebiasaan berkumpul ini akan menciptakan rasa saling memiliki, simpati, empati, dan solidaritas antar warga.

Salah seorang warga Kampung Bustaman

Melihat banyaknya bok yang ada, aku jadi teringat pada tahun 2015 sebuah organisasi yang bernama Hysteria–bergerak dalam bidang sosial dan kampung kota–mengadakan proyek seni yang diberi nama Bok Cinta di Kampung Bustaman. Pemberian nama ini merujuk pada fungsi bok dan memberikan kesan positif dari kegiatan tersebut. Bok Cinta bisa dimaknai sebagai sebuah pengganti atas ketiadaan ruang publik yang layak dan bisa diakses oleh warga. Proyek seni ini memang mengajak warga untuk berkumpul, berinteraksi, membangun solidaritas, dan memberikan gagasan.

Warga dan seniman dari berbagai bidang seni dilibatkan dalam proyek seni yang dijalankan di sepanjang gang di Kampung Bustaman. Proyek seni ini diramaikan dengan pemutaran film, pameran foto, seni rupa, pentas musik, teater, dan kuliner. Bok Cinta merupakan bagian dari acara Tengok Bustaman yang rutin digelar oleh Hysteria.

kampung bustaman
Sebuah bok yang ada di depan rumah warga

Kami mulai meninggalkan Kampung Bustaman ketika hari beranjak senja. Persinggahanku di Kampung Bustaman terasa sangat singkat. Mungkin suatu saat aku bakal balik lagi ke kampung ini. Hujan masih menemani kami dalam perjalanan menuju Gedung Sobokartti.

Dalam perjalanan itu kami melewati beberapa gang dan bangunan-bangunan yang memiliki cerita sejarah. Salah satunya adalah Rumah Sakit Panti Wilasa yang dahulu merupakan klinik bersalin. Kemudian di dekatnya ada bangunan peninggalan Hindia Belanda yang dulu berfungsi sebagai kamp pada masa penjajahan Jepang.

*****

Seorang kawanku pernah bilang kepadaku bahwa Kota Semarang itu kecil. Setiap keliling kota nantinya bakal balik lagi ke Simpang Lima atau Tugu Muda. Aku pun tidak memungkiri apa yang ia katakan. Kota Semarang memang kecil jika dibandingkan dengan kota dia berasal. Namun, yang jadi perenunganku tentang Kota Semarang adalah seberapa jauh aku mengenal kota kelahiranku ini. Aku sering berjumpa dan ngobrol dengan orang secara acak. Seringkali obrolan itu berkaitan dengan Semarang yang belum ketahui. Di saat itulah aku merasa banyak hal yang belum aku ketahui tentang Semarang.

Beberapa tahun terakhir aku sering mengikuti kegiatan walking tour yang diadakan oleh sebuah grup wisata di Semarang. Mereka memiliki banyak rute yang ditawarkan kepada peserta walking tour. Seperti rute Kota Lama, Pecinan, Raja Gula, Candi Baru, Kauman, dan rute kereta api. Sebagian besar aku telah mencoba rute-rute tersebut. Setiap rute memiliki cerita dan kisahnya masing-masing. Seperti rute kereta api yang bercerita tentang Kota Semarang yang menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki jalur kereta api.

Semakin sering mengikuti walking tour tidak hanya menambah pengetahuanku tentang Kota Semarang. Namun, aku juga merasa ternyata banyak hal yang belum aku ketahui tentang kota kelahiranku ini. Aku selalu senang dan antusias ketika mendengarkan cerita-cerita tentang kota ini. Tentu saja termasuk orang-orangnya yang mewakili setiap masanya. Setiap masa ada orangnya. Mungkin aku bukan pencerita yang baik, tapi akan selalu berusaha untuk menceritakannya kepada teman-temanku yang ingin mengetahui tentang Kota Semarang.

Cerita dari Semarang
Kampung Bustaman
26 Februari 2023

You may also like

18 comments

Djangkaru Bumi June 23, 2023 - 1:50 pm

Tempatnya keren, bersih dan tertata rapi
Kota semarang yang begitu cantik
Mungkin kalau di kampung saya tradisi padusan sebelum memasuki bulan ramadan
Lama banget saya tak ke Semarang, jadi kangen mantan hahaha

Reply
Rivai Hidayat June 23, 2023 - 3:17 pm

Bener mas, semacam tradisi padusan sebelum bulan ramadan.
wah, ternyata mantannya orang semarang. Mungkin sekali-kali ke semarang biar bisa jalan-jalan sekaligus nostalgia kenangan bareng mantan, Mas…hahhaa

Reply
Heni June 24, 2023 - 1:38 am

Banyak kegiatan seru di tempat ini, tradisinya masih berlanjut sampai sekarang, kalau ga di upayakan terus entah menghilang kemana, pasti ngiler ya lewat sini tercium bau masakan kambing hehehe ,saya taunya kuliner khas Semarang itu lumpia Semarang dan wingko nya .suka banget,dulu sering beli buat camilan pas main ke Semarang.

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 12:09 am

Cerita sejarah dan tradisi memang perlu terus dijaga dan diwariskan. Itu sih yang aku nikmati ketika berada di kampung bustaman, aroma gulai kambing!!
Penjual gulai bustaman ga banyak jadi cukup langka penjualnya.

Reply
Cipu June 24, 2023 - 2:41 am

Menarik sekali Mas Vay menuliskan sejarah sudut kota secara berseri seperti ini. Saya sangat menikmati tulisan ini.

Saya menyukai bagaimana sejarah Kampung Bustaman disajikan dengan bahasa yang sederhana. Jika lihat foto-fotonya, orang akan berpikir ini adalah lorong perkotaan biasa. Namun, cerita Mas Vay membuat gambar-gambar di lorong tersebut berbicara dan memberikan visualisasi yang pas dan sejalan dengan narasinya.

Terima kasih atas postingannya dan terus kisahkan sudut-sudut lain kota Semarang mas.

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 12:15 am

Lorong bukan sembarang lorong. Lorong ini telah melewati berbagai masa dan generasi dengan segala ceritanya.

Makasih mas cipu!! Bakal banyak cerita-cerita tentang kota semarang.

Reply
Hans June 24, 2023 - 12:41 pm

Belum pernah ke Semarang ni mas.
Cuma setelah baca ini kok seru kayaknya ya.
Ntar pas balik kampung ke Solo keknya harus nyobain deh main ke Semarang biar gak penasaran hehehe 😀

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 1:31 am

Waah, padahal solo-semarang itu dekat mas. Apalagi sekarang ada jalan tol. Jadi semakin cepat untuk sampai semarang

Reply
Nursini Rais June 25, 2023 - 3:47 pm

Oh …., pasti orang Kampung Bustaman pintar masak gulai kambing. Terima kasih telah berbagi,as. Selamat malam.

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 1:42 am

Masuk kampung bustaman dipenuhi aroma gulai kambing. Ini yang membuat betah ketika keliling kampung.

Reply
Aul Howler June 26, 2023 - 9:28 am

What a cool place

menarik banget rumah-rumah nya pada nyediain tempat buat duduk dan bercengkrama di depan rumah

di Padang udah langka bangte ni seperti ini
Dulu bgt ada, dibikin kayak letter L gitu di jalan masuk ke pekarangan rumah. Tapi skrg semua pada pake pagar utk keamanan, soalnya di kota skrg rawan kejahatan sehingga rumah mesti dipagar dan digembok huhu

Reply
Rivai Hidayat June 27, 2023 - 8:22 am

Mungkin di area perkampungan masih ada tempat buat duduk mas. Di kampungku masih tersedia tempat buat duduk santai. Termasuk di pos kamling.

Reply
Agus June 27, 2023 - 4:06 am

Baru tahu ada tradisi gebyuran di kampung Bustaman. Memang ngga lucu kalo mau ikut tradisi gebyuran tapi takut basah.

Sebuah kampung tua di Semarang nan legendaris ya mas, apalagi ini kampung nya Raden Saleh juga.

Reply
Rivai Hidayat June 27, 2023 - 8:20 am

kalau mau main air yaa ga boleh takut basah. Salah satu kampung tertua yang ada di Semarang mas yang masih bertahan hingga sekarang.

Reply
Furisukabo June 30, 2023 - 11:31 am

Kayanya di kota kelahiranku ga ada nih walking tour macam begini. Jadi aku sendiri pun ga begitu tau sejarah-sejarah yang ada di kota kelahiranku haha Aku taunya Semarang ya cuma khas lumpia semarang. Eh setelah baca blog mas Rivai jadi nambah luas nih wawasanku. Ternyata banyak ya tokoh-tokoh dari Semarang yang memberi dampak hingga sekarang macam kampung Tasripin dan Bustaman ini.

Reply
Rivai Hidayat July 1, 2023 - 11:52 pm

Kalau boleh tahu, kota kelahiran kak furi dimana…? Di media sosial aku sering lihat info walking tour dari kota lainnya. Siapa tahu nanti aku bisa kasih info.

Lumpia emang sudah jadi ikon kota semarang dalam urusan kuliner. Banyak hal tentang semarang yang banyak orang belum tahu. Jadi tidak ada salahnya untuk ikut menceritakan tentang semarang

Reply
fanny_dcatqueen July 5, 2023 - 1:16 pm

Mas rivaiiiiii, kenapalah aku telat tau ttg kp Bustamam iniiii. Pas denger pusatnya gulai kambing, ya ampuuuuun aku hrs cobaiiiin itu mah ..

Apalagi tau ini pake kelapa sangrai, yakiiin sih enaaaak banget. Mama pernah masak gulai yg pakai kelapa sangrai ❤️.

Kemarin pulang dr solo dan Jogja aku ga mampir Semarang cuma lewat. Krn ga tau juga mau cari apa kan. Tapi kali udah ada tujuannya, kuliner gulai kambing, lain cerita itu

Reply
Rivai Hidayat July 6, 2023 - 5:50 am

Nanti kalau ke semarang bisa mampir mbak fanny. Biasanya ada tulisan gulai kambing bustaman di setiap warung yang menjualnya. Jadi itu untuk membedakan dengan gulai kambing lainnya. Salah satunya adalah gulai kambing bustaman Pak sabar di belakang gereja blenduk.

Gulai kambing yang pakai kelapa sangrai itu sangat jarang.
Sepertinya mbak fannya pemburu gulai kambing…hahahhaah

Reply

Leave a Comment