Hari masih pagi ketika kami memulai perjalanan kami menuju Stasiun Bandung. Arus lalu lintas di Jalan R.E. Martadinata masih tampak sepi dan lengang. Hanya sedikit kendaraan bermotor yang melintas. Terlihat warga Kota Bandung sedang berlari dan bersepeda di sepanjang jalan. Hari ini adalah hari Minggu. Pagi itu aku dan ibuku akan melanjutkan perjalanan menuju Jakarta untuk mengunjungi saudara ibuku dan kedua adikku.
Kami tiba di Stasiun Bandung pada pukul 07.15. Masih ada waktu sekitar 1,5 jam sebelum kereta yang kami berangkat. Pagi itu Stasiun Bandung sudah ramai dengan penumpang. Duduklah kami di ruang tunggu yang ada di dalam stasiun. Kereta Api Argo Parahyangan sudah tersedia di jalur kereta. Perjalanan menuju Jakarta akan membutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan.
Kereta Api Argo Parahyangan mulai melaju meninggalkan Stasiun Bandung. Perjalanan pagi ini membuat kami bisa menikmati pemandangan yang ada di sepanjang perjalanan. Mulai dari area persawahan, lembah, jembatan, jalan tol, hingga jalur kereta cepat Jakarta-Bandung.
Baca Juga: Safar ke Bandung
Perjalanan kereta api ini mengingatkanku pada lagu berjudul Perjalanan Ini milik band Padi. Aku segera memasang earphone ke telingaku untuk sejenak mendengarkan lagu ini. Suara khas Fadly–sang vokalis–mulai masuk ke dalam telinga. Bait pertama lagu pun sudah mampu menyihirku untuk terus menikmati lagu ini.
Kulayangkan pandangku melalui kaca jendela
Dari tempatku bersandar seiring lantun kereta
Membawaku melintasi tempat-tempat yang indah
Membuat isi hidupku penuh riuh dan berwarna
Lagu Perjalanan Ini masuk dalam album Sesuatu Yang Tertunda yang dirilis pada tahun 2001. Bercerita tentang sebuah perjalanan, kerinduan, dan pulang. Lagu ini memang tidak sepopuler lagu Sesuatu yang Indah, Semua Tak Sama, ataupun Kasih Tak Sampai. Namun, lagu ini sangat tepat sebagai teman perjalanan.
Dua orang pramugari kereta dengan mendorong troli yang berisi makanan dan minuman datang melintas di gerbong kami. Beberapa penumpang membeli makanan dan minuman. Kami memesan teh hangat. Teh yang kami pesan telah siap dinikmati. Ibuku terkejut ketika mendengar salah satu pramugari bilang bahwa harga teh dengan ukuran gelas kecil itu adalah Rp15.000. Lebih mahal dari perkiraan ibuku.
Aku pun mencoba menghiburnya dengan memberitahunya kalau harga teh di kereta memang segitu. Teh yang disajikan kelas premium, berbeda dengan teh yang dijual di pasaran. Selain itu, teh ini ini juga menggunakan gula batu. Selain itu, tidak ada salahnya sekali-kali mencoba jajan ketika naik kereta api.
Singgah di Jakarta
Pemandangan berupa bukit, dan persawahan yang kami nikmati selama melintas di Kabupaten Purwakarta kini berganti area permukiman padat begitu tiba di Cikampek, Kabupaten Karawang. Tidak hanya itu, kami juga bisa melihat arus lalu lintas yang padat. Berarti Jakarta sudah semakin dekat. Sekitar satu jam lagi kami bakal tiba di Jakarta.
Laju kereta mulai melambat ketika tiba di Stasiun Jatinegara. Di stasiun inilah kami akan turun dan kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan KRL menuju Stasiun Rawa Buaya. Perjalanan di KRL terasa cukup lama karena jauh dan mesti berpindah kereta di Stasiun Duri. Naik turun tangga dan pindah peron sudah jadi hal yang biasa ketika berpindah kereta. Dari Stasiun Rawa Buaya kami mesti naik angkot untuk menuju tempat tinggalnya. Akhirnya ibu bisa bertemu dengan saudaranya lagi setelah lebih dari lima tahun tidak berjumpa.
Setelah bertemu selama dua jam, akhirnya kami pamit pulang. Bukan pulang ke Semarang, tapi ke salah satu apartemen yang ada di daerah Jakarta Barat untuk bertemu dengan kedua adikku. Kedua adikku tinggal dan bekerja di sekitar Jakarta. Mereka menyewakan salah satu unit apartemen untuk menginap. Setibanya di apartemen kami langsung memilih untuk istirahat dan mengobrol untuk melepas rindu.
Baca Juga: Pagi di Masjid Al Jabbar
Sebetulnya di malam hari kami bingung akan untuk pergi kemana. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan ke mall, sekaligus makan malam. Keliling di mall Jakarta memang memberikan kebingungan tersendiri bagiku yang jarang pergi ke mall. Kami makan di salah satu gerai makan yang ada di mall tersebut.
Kami sudah memesan makanan dan minuman. Sepertinya kami sedang kurang beruntung. Sudah lebih dari 40 menit makanan dan minuman kami tak kunjung datang. Seorang pria paruh baya yang berada di sebelah meja kami sampai mendatangi pelayan untuk komplain atas keterlambatan ini. Kemarahan terlihat jelas di wajah pria itu. Perempuan muda yang bertugas sebagai pelayan hanya bisa meminta maaf sembari berjanji untuk menghidangkan pesanan sesegera mungkin.
Keterlambatan makanan di malam itu memang diluar kewajaran. Pengunjung tidak ramai. Namun, banyak makanan telat disajikan. Bahkan pelayan juga tampak kesal dengan kondisi ini. Beberapa kali menanyakan pesanan kepada bagian dapur. Entah masalah apa yang terjadi antara pelayan dan juru masak yang berada di dapur. Kondisi keterlambatan seperti ini sangat merugikan pengunjung. Rasanya ingin segera pulang dan beristirahat.
Pulang ke Semarang
Pagi itu cuaca di Jakarta terpantau cerah. Aku bisa menikmati pemandangan gedung-gedung bertingkat dari unit yang berada di lantai 23 ini. Kami bisa melihat fasilitas kolam renang yang ada di bawah dan arus lalu lintas yang pagi itu terlihat lancar. Hari ini adalah hari Senin dan waktunya kami pulang ke Semarang.
Kami memesan taksi daring untuk menuju Stasiun Rawa Buaya. Sebuah mobil minibus telah tiba di depan lobi apartemen. Perasaan kurang nyaman langsung terasa ketika pertama kali memasuki mobil ini. Ternyata AC mobil tidak berfungsi dengan baik meskipun sudah dinyalakan. Kondisi ini membuat badanku gerah dan kepalaku terasa pusing. Rasanya ingin segera tiba di stasiun dan keluar dari mobil ini.
Perjalanan dilanjutkan menggunakan KRL menuju Stasiun Pasar Senen. Kami mesti berganti KRL di Stasiun Duri. Siang itu Stasiun Duri ramai dengan para penumpang yang sedang menanti kedatangan KRL. Dari kejauhan sebuah KRL mulai memasuki area Stasiun Duri. Para penumpang berebutan untuk segera memasuki gerbong. KRL tampak penuh dan sesak oleh penumpang. Kami memutuskan untuk menunggu kereta selanjutnya. Terlalu melelahkan untuk berdesakan dengan penumpang, sedangkan kami masih memiliki banyak waktu dalam perjalanan menuju Stasiun Pasar Senen.
Baca Juga: Gagal ke Gunung Tangkuban Perahu
Rangkaian KRL selanjutnya tidak penuh. Kami mendapatkan tempat duduk di sepanjang perjalanan menuju Stasiun Pasar Senen. Setibanya di Stasiun Pasar Senen kami langsung berpindah menuju ruang tunggu untuk penumpang kereta jarak jauh. Tidak lupa menaiki anak tangga yang sudah jadi ikon dari stasiun ini.
Aku pergi ke minimarket terlebih dahulu untuk membeli beberapa makanan dan minuman untuk bekal dalam perjalanan. Ibuku tetap menunggu di ruang tunggu sembari menjadi barang bawaan. Menurut informasi dari pengeras suara, kereta api yang akan kami gunakan dalam perjalanan ke Semarang telah tersedia di jalurnya. Penumpang sudah mengantri di loket pengecekan tiket. Terlihat tiga orang pramugari kereta api yang membantu mengarahkan penumpang menuju gerbong sesuai dengan tempat duduknya.
Kami menemukan tempat duduk kami. Ternyata ketidakberuntungan sedang menaungi kami siang itu. Aku salah memilih tempat duduk dalam proses pemesanan tiket. Tempat duduk yang aku pilih ternyata posisi duduknya menghadap arah yang berlawanan dengan laju kereta api. Kami terima ketidakberuntungan siang itu. Terus berharap perjalanan berjalan dengan lancar dan bisa tiba di Semarang dengan selamat.
Petugas stasiun telah memberikan sinyal kepada Kereta Api Kertajaya untuk berangkat. Kereta api mulai melaju meninggalkan Stasiun Pasar Senen. Perjalanan pulang ke Semarang menjadi bagian akhir dalam perjalanan kami di Bandung dan Jakarta telah berakhir. Setelah perjalanan ini aku merasa bahwa berada dua hari di Jakarta terasa lebih melelahkan dibandingkan tiga hari berada di Bandung.
Cerita dari Bandung
18 Desember 2023
22 comments
Iya sih mas .mungkin karena Jakarta semuanya serba tergesa-gesa atau macet parah dan hiruk pikuk kehidupan kotanya bikin kita ikutan jadi capek sendiri,..ini sih menurut pendapat saya,
Kehidupan di jakarta serba tergesa-gesa sehingga banyak menyerap energi yang ada di dalam tubuh.
Emang terkadang kita harus ngasih pengertian yang nglegani ke orangtua kalau lagi jajan diluar. Ayahku juga suka agak ngedumel klo misal jajan di kereta atau di tempat wisata terus harganya mahal walaupun dia juga sendiri yang jawab kalau ditempat seperti itu kan orng hanya sekali beli, ga terus-terusan tiap hari jajan disitu.
Btw bentar amat di Jakartanya? Mana mainnya ke mall :”)
Ternyata ga cuma ibuku saja yang mengalami hal seperti itu aja. Anak-anaknya yang sering pergi akhirnya memberikan pengertian bahwa hal seperti ini biasa terjadi.
Kemarin sengaja singgah sekalian nengokin menantunya yang lagi hamil muda. Nanti kalau sudah lahiran bakal ke jakarta lagi 😀
Wah Mas Vay akhirnya main ke Jakarta juga…
Bagaimana Mas udara Jakarta dibanding dengan Semarang? Sama panasnya ya?
Foto-fotonya selalu keren. foto Jakarta pagi hari the best Mas.
Sayang ya mendapat kekecewaan saking lamanya menunggu pesanan makanan…
Salam,
Kalau panas sama aja om asa. Di semarang juga terasa panas. Terima kasih om asa. Kebetulan cucaca di hari itu sangat cerah.
dari apartemen kenapa tidak langsung ke Stasun Pasar Senen dan malah ke Stasiun Rawa Buaya? mungkin ongkosnya jadi agak lebih mahal, tapi menghemat waktu dan tenaga. kecuali kalo pas kena macet, sih..
Kemarin dicek ongkosnya lumayan mahal. Akhirnya kami memilih naik krl karena waktu yang masih lama dan tentu saja ongkos lebih murah.
stasiun senen sudah makin bagus ya 😀
Saya bacanya yang mesti berpindah2 transportasi aja jadi ikutan capek mas
Apalagi ditambah niat jalan-jalan ke mall sambil makan sekalian malah ‘ndilalah’ dapetnya yang pelayanannya lama.
Tapi ya, walaupun perjalanannya melelahkan, selama itu bareng sama ibu, semua akan selalu baik-baik saja.
Jujur saya agak trauma ke Jakarta, apalagi kalo nggak paham sama rute, dulu pernah berdua sama temen ke Jakarta, pas di terminal Kampung Rambutan malah kena palak preman
Beruntungnya jakarta punya sistem transportasi yang terintegrasi sehingga proses perjalana jadi lebih mudah.
Bener banget mas, setelah lelah keliling bisa langsung istirahat dan ngobrol-ngobrol bareng ibu.
Kalau ke tempat baru ga boleh terlihat bingung 😀
Stasiun senen sudah rapi dan bagus.
Jakarta itu asyik banget buat motret saat petang, terlebih buat orang-orang pendatang sebentar seperti kita.
Setuju mas sitam. Gedung tinggi di jakarta jadi daya tarik tersendiri.
Saya jika ke Bandung naik bus
kalau naik kereta kede saya
Soal lagu, justru saya ingatnya lagu lawas, entah lupa siapa penyanyinya, perjalanan ini, sungguh sangat menyakitkan,. ebit g ade mungkin ya
wah sampai ke stasiun senen juga ya,
saya ngantar ponakan pulang ke jogja, juga disana
Bener mas, itu lagunya ebiet. G ade.
Ke bandung naik kereta itu enak karena turunnya di stasiun bandung yang terletak di tengah kota.
Wahhh seru banget perjalanannya ya Mas… meskipun ada hal-hal yang kurang menyenangkan terjadi, tapi ikut senang karena smua bisa terlewati dan kembali pulang ke Semarang dengan selamat… Gimana Mas? Kota Jakarta penuh banget kan.. ?? Aku sering bolak-balik kesana… Sangking seringnya bukannya jadi terbiasa malah jadi makin spaneng.. Tiap ada agenda ke Jakarta bayanganku udah yang “Huffftttt….Nggak ada Kota lain tahh?” wkwk
Makanya aku masuk ke Warga yang setuju buat Ibukota Pindah kesana… Harapannya sih semoga beban Jakarta bisa berkurang sedikit… Hahahah
Ya karena hal-hal kurang menyenangkan juga bagian dari perjalanan bay. Jadi yaa sebisa mungkin dinikmati saja perjalanan tersebut.
Dulu pas ngantor di bekasi juga sering ke jakarta. Ya sekadar jalan-jalan untuk cari suasana baru. Jakarta dengan segala hiruk pikuknya.
Kalau aku setuju aja ibukota pindah, tapi tetap melalui proses yang semestinya dan ga perlu dipaksakan untum segera selesai
Mas singgah di Jakarta banyak aktivitas.
Saya juga pernah singgah di Jakarta. Perjalanan dari Makassar ke Padang. Tapi saya tidak singgah menginap dan makan di warung makan. Saya dan teman perjalananku hanya singgah buang air kecil di toilet bandara lalu pindah pesawat dan terbang lagi ke Padang. Hehehe
Menunggu beberapa jam di bandara dan kemudian melanjutkan perjalanan lagi menuju destinasi selanjutnya. Kalau waktu tunggunya lama sering bikin ngantuk ya mas.
Memang mas . Dulu awal2 di jkt, aku ngerasain hal yg sama. Capeeek, trutama krn kita ngabisin banyak waktu dj jalan. Tua di jalan memang .
Walopun lama2 aku terbiasa, atau krn udh ga kerja skr, jd udh ga secapek dulu.
Pernah tuh dr kantor di pondok indah ke rumah di rawamngun , naik gojek, bisa sampe 1.5 jam . Saking macetnya.
Bersyukur udh resign. Dan kalo ga penting banget, jgn hrp lah aku mau kluar, kecuali ama suami, itupun krn dia bakal bawa mobil .
Restonya minta di review jelek yaa kayaknyaa . 40 menit ga dtg. Aku tinggal sih biasanya.. Yg bener aja, apalagi ga rame.
Aku masih sering bolak balik semarang-jakarta dan sekitarnya. Emang paling bener dinikmati saja semuanya. Kondisi jakarta memang seperti itu.
Nah, masalahnya pembayaran dilakukan di awal jadi sayang banget kalau mesti ditinggal gitu aja..hiks