Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the soledad domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/masvayco/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
[Ulasan] Meraba Indonesia JaneXLiaRC - Rivai Hidayat

[Ulasan] Meraba Indonesia JaneXLiaRC

by Rivai Hidayat
Meraba Indonesia

“Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat …” Soe Hok Gie (1942-1969). Kutipan dari tulisan Soe Hok Gie menjadi halaman pembuka sebelum kita diajak memasuki petualangan dalam buku Meraba Indonesia. Soe Hok Gie juga dikenal sebagai seorang aktivis dan pendaki gunung. Hingga akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di puncak Gunung Semeru. Kutipan ini memang terkenal di kalangan pendaki gunung, penjelajah, dan petualang. Termasuk Ahmada Yunus dan Farid Gaban yang melakukan Ekspedisi “Gila” Keliling Nusantara.

Blurb

Selama hampir setahun, dua wartawan kawakan, Farid Gaban dan Ahmad Yunus, mengelilingi Indonesia. Mereka menyebut perjalanan ini sebagai Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa. Dengan mengendarai sepeda motor win 100 cc bekas yang dimodifikasi, mereka mengunjungi pulau-pulau terluar dan daerah-daerah bersejarah di Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Ratusan orang telah mereka wawancarai; ratusan tempat telah mereka singgahi.

Tujuan utama ekspedisi ini adalah mengagumi dan menyelami Indonesia sebagai negeri bahari. Di atas semua itu, mencatat keseharian masyarakat yang mereka lewati. Mencatat dari dekat.

Dan, inilah catatan Ahmad Yunus. Dengan pandangan khas anak muda, Yunus menuturkan peristiwa di berbagai tempat yang dia kunjungi dan menjahitnya dengan data-data sejarah. Baginya, perjalanan ini adalah bagian dari upayanya untuk menjawab pertanyaan pribadinya tentang Indonesia. Selain itu, buku ini juga usahanya untuk menulis sejarah masyarakat yang selama ini terlupakan, baik oleh pemerintah maupun media arus utama.

Gaya penulisan jurnalisme sastrawi membuat buku ini mengalir lancar. Akrab. Membacanya seakan menyimak dengan khidmat manisnya persahabatan warga Nusantara dan keindahan daerah-daerah di luar Jawa. Juga kegetiran mereka, semua saling berkelindan dan sambung menyambung menjadi satu: sasakala Indonesia.

*****

Ahmad Yunus dan Farid Gaban memulai perjalanannya dari kawasan Monas, Jakarta menuju Pulau Sumatera. Mereka berdua akan menuju Titik Nol Kilometer di Pulau Sabang melalui jalur lintas barat Pulau Sumatera. Ahmad Yunus menceritakan persinggahannya di Bukittinggi, Desa Pandan Gadang, Kabupaten Limapuluh Kota, dan Koto Tinggi di Kabupaten Agam. Ketiga tempat ini menjadi tempat yang penting dalam perjalanan bangsa ini. Kota Bukittinggi menjadi kota kelahiran Bung Hatta, yang kemudian menjadi proklamator dan wakil presiden pertama bagi negara ini.
Baca Juga: [Review] Bersepeda Membelah Pegunungan Andes

Meraba Indonesia
Bab Pulau Sumatera

Desa Pandam Gadang merupakan tempat kelahiran Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan nama Tan Malaka. Tan Malaka merupakan pahlawan dan salah satu pendiri bangsa. Sepak terjangnya dalam kemerdekaan sangat diakui oleh Bung Karno yang kemudian memberikan julukan sebagai Bapak Republik kepadanya. Sedangkan Koto Tinggi pernah menjadi ibukota negara pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan pimpinan sementara Sjafroedin Prawiranegara yang menggantikan Ir. Soekarno yang ditahan oleh Belanda.

Titik Nol Kilometer di Pulau Sabang menjadi titik terluar negara yang mereka datangi pertama kali. Kemudian berlanjut ke Pulau Miangas, Kota Merauke, dan Pulau Rote yang ada di Nusa Tenggara Timur. Mereka berdua juga menjangkau pulau-pulau terluar yang ada di wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal. Baik itu kapal dari Pelni, maupun kapal perintis milik perorangan. Pulau-pulau terluar yang disinggahi antara lain adalah Pulau Enggano, Pulau Mentawai, Pulau Nias, Pulau Sinabang, Pulau Natuna, Pulau Midai, dan Pulau Sebatik.

Dari  Titik Nol Kilometer di Pulau Sabang, Aceh mereka melanjutkan perjalanan melalui dataran tinggi di Aceh Tengah, Kutacane, Medan, dan menuju Pekanbaru. Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kapal perintis menuju Kota Pontianak melalui Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Perjalanan laut ini menghabiskan waktu selama tujuh hari perjalanan dengan singgah di beberapa pulau terlebih dahulu. Salah satunya Pulau Midai dan Pulau Natuna.

Meraba Indonesia
Bab Pulau Kalimantan

Di Pulau Kalimantan mereka berdua singgah di Palangkaraya, Banjarmasin, Martapura, Kepulauan Derawan, dan Pulau Sebatik. Pulau yang menjadi perbatasan negara antara Indonesia dengan Malaysia. Perjalanan kemudian berlanjut dari Tarakan menuju Makassar, Sulawesi Selatan menggunakan kapal. Setibanya di Makassar, mereka mengirim motor milik mereka menuju Flores. Selama di  Sulawesi, mereka berdua akan menggunakan kapal untuk menuju pulau-pulau yang akan dituju. Perjalanan menggunakan kapal terus berlanjut ketika mereka berdua menuju Maluku dan Papua.
Baca Juga: Menyeberang ke Desa Nanga Kenepai

Bab Papua

Banda Neira menjadi salah satu pulau yang didatangi ketika berada di Maluku. Pulau yang dikenal dengan rempah-rempahnya ini juga pernah jadi tempat pengasingan Bung Hatta dan Sutan Syahrir. Kota Merauke menjadi tujuan utama mereka ketika berada di Papua. Mereka melihat kehidupan warga perbatasan dan mengunjungi Taman Nasional Wasur dan pintu perbatasan negara Indonesia dan Papua Nugini. Di Papua ini, Farid Gaban juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Boven Digoel yang pernah menjadi tempat pengasingan Bung Hatta dan Sutan Syahrir.

Dari Papua perjalanan berlanjut menuju Maumere, Flores menggunakan pesawat terbang. Kota Ende menjadi kota salah satu kota yang didatangi. Kota ini dikenal sebagai kota lahirnya Pancasila yang dirumuskan oleh Bung Karno di bawah pohon sukun yang menghadap ke laut. Rumah pengasingan Bung Karno masih berdiri dengan baik. Ahmad Yunus juga menceritakan tentang tragedi PKI yang terjadi di Maumere.

Bab Flores

Perjalanan dilanjutkan dengan motor menuju ke Pulau Jawa. Tidak banyak cerita yang diceritakan dalam perjalanan ini. Perjalanan berjalan lancar dan tidak ada masalah berarti. Kondisi jalan yang nyaman bisa mereka nikmati sepanjang perjalanan ini, tidak seperti yang mereka hadapi sebelumnya. Ahmad Yunus malah lebih banyak bercerita tentang Pulau Jawa di masa lalu.
Baca Juga: (Kembali) Ke Mantan

Bab Pulau Jawa

Salah satunya tulisan dari Wallace yang mengisahkan perjalanannya di Jawa. “Saya percaya bahwa Jawa merupakan sebuah pulau tropis terindah di dunia. Jawa juga paling menarik bagi pelancong yang ingin mencari pemandangan baru dan indah serta bagi naturalis yang ingin mempelajari keanekaragaman dan keindahan alam tropis. Selain itu, Jawa juga tepat bagi para moralis dan politisi yang ingin mengetahui bagaimana manusia bisa diatur dengan cara yang paling baik dengan keadaan yang baru dan berbeda-beda,” tulisnya ketika berada di Jawa sekitar bulan Juli-Oktober 1861.

*****

Yang tidak boleh dilewatkan dalam buku Meraba Indonesia adalah cerita-cerita Ahmad Yunus tentang orang-orang yang ditemui dalam perjalanannya. Dari orang-orang ini, Ahmad Yunus mendapatkan banyak cerita dan pengalaman. Bahkan menyempatkan tinggal dan belajar bersama dengan masyarakat adat. Seperti tinggal di rumah betang milik suku Dayak Desa ketika berada di Sintang, Kalimantan Barat, masyarakat suku Nias ketika berada di Pulau Nias, dan cerita tentang istilah janda kompresor yang ada di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Kutipan Soe Hok Gie

Perjalanan panjang ini tidak selalu berjalan lancar dan sesuai rencana. Banyak permasalahan yang ditemui selama perjalanan. Seperti terjatuh dari motor ketika berada di Lampung, melewati labirin perkebunan kelapa sawit ketika berada di Kalimantan. Kamera dan laptop rusak karena terkena air laut ketika berada di Pulau Mentawai, dan kapal yang ditumpangi dipalak ketika berada di Selat Malaka. Bahkan mereka sempat dua kali kembali ke Jakarta karena kekurangan dana untuk melanjutkan perjalanan.

Buku Meraba Indonesia sangat layak dibaca bagi mereka yang suka dengan petualangan, penjelajahan, dan menikmati sisi lain dalam sebuah perjalanan. Dalam buku ini, Ahmad Yunus mampu merekam dan menceritakan kehidupan masyarakat di tempat yang disinggahi. Tidak sekadar perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun, juga bercerita tentang sejarah, kearifan lokal, masyarakat adat, permasalahan lingkungan, kehidupan sosial, pulau-pulau terluar, dan batas negara. Semua dikemas dengan sangat baik dalam buku Meraba Indonesia.

Meraba Indonesia
Penulis: Ahmad Yunus
Penerbit: Serambi
Cetakan Kedua, September 2011

You may also like

10 comments

Endah April September 5, 2022 - 7:26 am

Sebentar…janda kompresor itu apa ya mas Vay? Aku googling kok nggak nemu. Nemunya malah cerita nelayan yang menyelam ke laut dalam dengan menggigit selang dari kompresor. Kompresor ini katanya untuk penyaluran oksigen. Cara menyelam ini tergolong bahaya karena dapat mengancam keselamatan nelayannya. Apa itu ya yang dimaksud? Maksudnya kalau di desa nelayan kan yang melaut yang laki-laki, perempuannya di darat. Apa ketika suaminya meninggal saat menyelam dengan selang kompresor itu jadinya istri yang ditinggalkan sebutannya jadi janda kompresor?
Anyway, aku kira perjalanan mereka mulus-mulus saja. Ternyata ya ada kendalanya juga. Sepanjang membaca aku jadi mikir, wah ini kalau yang melakukan perjalanan itu perempuan kayaknya nggak bakal bisa jauh dengan alasan keamanan. 🙁 Menurut mas Vay sendiri yang sudah traveling ke banyak tempat dengan berbagai macam level mulai dari kota besar sampai pelosok, menjadi traveler laki-laki itu jadi keuntungan (dalam tanda kutip) tersendiri nggak?

Reply
Rivai Hidayat September 5, 2022 - 7:45 am

Bener sekali endah, dampak kesehatan menyelam menggunakan kompresor sangat besar. Beberapa nelayan akhirnya meninggal karena efek kompresor. Mereka meninggalkan istri dan anak-anaknya. Maka muncullah istilah seperti itu. Meskipun memiliki risiko besar, menyelam dengan kompresor masih sering dilakukan nelayan.

Kalau menurutku sih, kayak gini balik lagi ke orang tersebut dan lingkungan yang membentuknya. Kalau perempuan yang biasa melakukan perjalanan atau petualangan, maka dia bisa menyesuaikan diri dengan perjalanan yang dihadapinya. Bahkan di beberapa perjalanan yang pernah aku dengar, teman-temanku perempuan malah sering mendapatkan kemudahan dan bantuan dari orang-orang yang mereka temui. Yang paling gampang kayak mendapatkan tumpangan kendaraan.
laki-laki dengan tingkat keribetan yang tinggi juga ada. Jadi balik lagi ke personal masing-masing.

Farid Gaban lagi melakukan perjalanan keliling indonesia dalam tajuk Indonesia Baru. Isu yang dibahas mirip, tentang lingkungan, humanoria, adat, dll

Reply
Nasirullah Sitam September 6, 2022 - 12:26 am

kompesor ini memang sangat berbahaya, di Karimunjawa dulu juga pernah menyelam begini, dan ada yang lumpuh.
kalau selangnya sempat tidak terurai dengan baik, risikonya sangat besar. Penggunaan kompesor ini hampir merata di seluruh Indonesia oleh nelayan, pun juga di kepulauan seribu (bagi nelayan-nelayan).

Reply
Rivai Hidayat September 8, 2022 - 12:26 pm

Bener banget mas, beberapa artikel yang aku baca sering bercerita tentang risiko penggunaan kompresor sebagai alat selam. Semoga para nelayan segera beralih ke alat yang lebih aman.

Reply
fanny_dcatqueen September 8, 2022 - 5:04 pm

Buku yg berdasarkan pengalaman begini aku selalu suka. Apalagi ttg perjalanan. Membaca cerita orang2 tentang tempat yg didatangi, itu buatku seperti sama dengan mendatangi sendiri. Apalagi untuk tempat2 yg kemungkinannya keciiil bgt aku bakal visit . Jadi seneng kalo bisa membaca tempat tsb dr tulisan orang lain.

Menarik mas bukunya. Salut dengan orang2 yg bisa melakukan perjalan, dan kemudian menuangkannya ke tulisan.

Reply
Rivai Hidayat September 9, 2022 - 2:13 pm

Buku yang berdasarkan pengalaman memang selalu menarik untuk dibaca. Berasa ga pernah bosen dan kadang masih dibuka lagi buku-buku tersebut.

Bulan ini mau nulis tentang buku perjalanan berdasarkan pengalaman lagi mbak 😀

Reply
fanny_dcatqueen September 22, 2022 - 5:54 am

Aghhh ga sabar mau baca . Buku2 perjalanan gini nih yg paling ga bosen aku baca. ❤️

Reply
Rivai Hidayat October 5, 2022 - 1:03 am

dan ternyata ga sempat untuk submit. maaf yaa mbak fanny. Nanti aku tetap tulis kok 😀

Reply
ainun September 17, 2022 - 1:05 am

bagussss,…aku suka cerita yang jalan jalan kayak gini, apalagi ini soal Indonesia, dan belum semua tempat aku kunjungi
disebut tadi ada cerita soal Flores dan jelajah kotanya, jadi keinget waktu aku Flores Overland dan wowww ini cerita yang luar biasa. Kan jadi napak tilas gitu

disebut nama Tan Malaka, pikiranku langsung kebuka di waktu aku sekolah dulu, nama yang sering ditemui di buku pelajaran sejarah

Reply
Rivai Hidayat September 19, 2022 - 4:20 am

Butuh waktu yang lama jika ingin mengunjungi semua tempat di indonesia. Makanya kita diberi kesempatan untuk mengenal indonesia melalui buku, foto, cerita, dan video yang ada. Meskipun kita belum pernah ke sana, setidaknya kita jadi sedikit tahu tentang tempat tersebut.
baca buku macam ini seperti diajak balik ke perjalanan yang pernah kita lakukan. 😀

Banyak buku tan malaka yang masih beredar. Salah satu pendiri bangsa 😀

Reply

Leave a Comment