Nama Paimo bukanlah nama yang asing bagi para penggiat kegiatan di alam terbuka. Nama aslinya adalah Bambang Hertadi Mas, tetapi orang-orang lebih mengenalnya dengan nama Paimo. Paimo lahir di Kota Malang dan sejak kecil sudah menyukai kegiatan di alam terbuka. Mendaki gunung, menyusuri goa, panjat tebing, dan bersepeda menjadi kegiatan yang sering dia lakoni. Salah satunya adalah Bersepeda Membelah Pegunungan Andes.
Paimo berhasil melakukan perjalanan dengan bersepeda di berbagai belahan dunia. Seperti di dataran tinggi Tibet, The Great Victoria Desert, Australia, pegunungan Himalaya, Nepal, dan mendaki Gunung Kilimanjaro di Tanzania dengan membawa sepeda hingga sampai puncaknya. Perjalanan Bersepeda Membelah Pegunungan Andes yang diberi nama Trans Atacama Cycling Trip 2006 ini merupakan perjalanan bersepeda jarak jauh melintasi negara Bolivia, Chile, dan Argentina. Dimulai dari Kota La Paz di Bolivia pada tanggal 3 Desember 2005 dan berakhir di Kota Punta Arenas di Chile pada tanggal 14 Februari 2006.
Blurb
Luar biasa! Seruan ini kiranya pas dialamatkan pada apa yang telah dilakukan Paimo. Bayangkan, dengan sepeda yang sebagian komponen dibeli dari pasar loak, ia berani melakukan penjelajahan bersepeda sejauh 6.000 kilometer dari Kota La Paz, ibukota Bolivia, hingga ke ujung terselatan Benua Amerika, Kota Punta Arenas di Chile.
Saat mengawali penjelajahan, Paimo sempat hanya mampu menuntun sepedanya sejauh 17 kilometer. Medan yang berada di lembah dan punggung Pegunungan Andes, rata-rata 3.600 meter di atas permukaan laut, membuatnya sekadar bernapas saja sulit. Apalagi mengayuh sepeda. Danau garam terbesar di Amerika Selatan, Salar de Uyuni, adalah medan sulit berikutnya. Sejauh mata memandang hanya kristal putih semata. Selepas itu, padang pasir Atacama yang ganas, panas, kering, serta bertiupan angin kencang bak tornado kerap menciutkan nyali.
Buku ini dilengkapi puluhan foto menarik dan eksklusif bidikan Paimo selama 62 hari membelah Pegunungan Andes, penjelajahan yang ia persiapkan selama delapan tahun.
Memulai dari Kota La Paz
Paimo mengawali perjalanan bersepeda dari Kota La Paz, Bolivia. Paimo melakukan aklimatisasi terlebih dahulu selama empat hari di kota tersebut. Tujuannya agar tubuh bisa menyesuaikan diri dengan ketinggian. Kota La Paz terletak di atas ketinggian 3.500 mdpl. Bernafas di ketinggian seperti itu tidaklah mudah. Apalagi sambil mengayuh sepeda yang memiliki beban cukup berat. Oksigen sangat tipis. Paimo kemudian menyiasatinya dengan berhenti setiap 10 km untuk mengatur pernapasan.
Mulailah aku menunggang kereta angin kembali, menyusuri jalanan sepi dan meluncur membelah angin. Aku benar-benar merasa berdaulat atas diri sendiri! Merdeka! Kudapatkan kemerdekaan hati, kemerdekaan berpikir, dan kemerdekaan hidup. (Hal 25)
Dalam perjalanan di Bolivia, Paimo juga melintas di danau garam terbesar di Amerika Selatan, Salar de Uyuni. Danau garam ini menjadi jalur tersulit selanjutnya. Sejauh mata memandang hanya kristal putih yang terlihat. Paimo mengalami dehidrasi yang diakibatkan dari udara panas dan uap garam yang dihirupnya. Paimo bertemu dengan dua mobil milik tour operator yang akhirnya membawa dia keluar dari kawasan Salar de Uyuni. Yang ada, hanyalah aku seorang diri dan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, aku berserah diri kepada-Nya. (Hal 59)
Bersepeda Menembus Padang Pasir Atacama
Memasuki Negara Chile, Paimo langsung disambut dengan ganasnya padang gurun Atacama yang terbentang sangat luas. Padang gurun ini dikenal memiliki cuaca yang sangat ekstrem dan berada di ketinggian lebih dari 3.500 mdpl. Kondisi berupa gurun pasir membuat Paimo kesulitan untuk mendirikan tenda untuk bermalam. Beberapa kali dia memanfaatkan tanaman perdu untuk perlindungan tenda dari kencangnya angin.
Baca Juga: Perjalanan 1982: Eropa, Tibet, Timur Tengah
Berkemah memang pilihan utama Paimo dalam perjalanan ini. Dia pernah istirahat di dalam gorong-gorong yang kering karena tidak menemukan lahan yang tepat untuk berkemah. Di Kota Rancagua, Chile, Paimo bertemu dengan seorang pastor yang berasal dari Indonesia. Dalam pertemuan itu, Paimo dijamu dengan sangat baik. Tidak hanya oleh sang pastor, tetapi juga dengan para jamaah gereja.
Melintasi Patagonia di Pegunungan Andes
Keluar dari Chile, Paimo langsung memasuki perbatasan Argentina yang berada di ketinggian 1.321 mdpl. Kawasan ini merupakan termasuk dalam kawasan Patagonia. Patagonia merupakan wilayah geografis yang terdiri dari bagian paling selatan Amerika Selatan yang terletak di Chile dan Argentina. Dari perbatasan yang berada di Kota Entre Lagos, Paimo mengayuh pedal sepedanya ke arah timur menuju Kota Comodoro Rivadavia. Paimo akan menyusuri pesisir Lautan Atlantik. Kota Rio Gallegos menjadi kota terakhir sebelum Paimo menyelesaikan perjalanannya di Kota Punta Arenas.
Selama perjalanan, banyak hal yang ditemui oleh Paimo. Bahasa menjadi kendala tersendiri bagi Paimo. Warga Bolivia, Chile, dan Argentina biasa menggunakan bahasa Spanyol. Dia tidak bisa berbahasa Spanyol. Jarang sekali ada warga yang bisa berbahasa Inggris. Hanya bahasa gerakan tangan yang menjadi cara berkomunikasi bagi mereka. Begitu sederhana, tetapi ada usaha untuk saling memahami di antara mereka.
Baca Juga: Cerita Dari Timur
Keberuntungan dan kemalangan sudah menjadi bagian dalam perjalanan ini. Beberapa kali kemalangan hampir mencelakai dirinya. Tersungkur, terjatuh, tertahan angin, dan terkena badai ketika mengayuh sepeda menjadi hal yang biasa dihadapi Paimo. Bahkan dia pernah mengalami demam, dehidrasi, air seni dan feses yang bercampur dengan darah, diare, diserang kutu, dan mimisan dalam perjalanan ini.
Jika dipikir-pikir, kalau semua persyaratan alat-alat harus lengkap dan memadai sesuai standar petualangan atau perjalanan kelas berat, kapan aku akan mendapatkan perlengkapan atau peralatan semacam itu. Dan kapan pula harus memulai perjalanan yang ku idam-idamkan. Salah-salah seumur hidupku hanya berkutat memikirkan peralatan yang tak kunjung kudapatkan. Aku menghibur diri; petualang sejati terlahir bukan untuk menjadi orang manja.
Paimo sering bertemu dengan orang-orang baik dalam perjalanannya. Orang-orang baik ini sering memberinya bekal untuk perjalanan, menjamu makan, mengizinkan lahannya untuk area berkemah, memberikan tumpangan, menjadi teman ngobrol dalam perjalanan, hingga mengajaknya berfoto bersama. Salah satu keberuntungan terbesarnya adalah selamat dari robohnya sebuah baliho yang terjatuh akibat angin kencang. Beberapa menit sebelumnya, Paimo beristirahat di bawah baliho tersebut. Paimo selamat setelah dia bangun dan berencana untuk mengambil foto pemandangan baliho dan bentang alam yang ada di belakangnya.
Kota Punta Arenas
Tepat pada hari Selasa, 14 Februari 2006, Paimo berhasil tiba di kota Punta Arenas, Chile. Kota ini menjadi kota terakhir dalam perjalanan kali ni. Paimo berhasil menempuh jarak sejauh kurang lebih 6.000 km dalam waktu 62 hari. Dia berhasil melintasi tiga negara: Bolivia, Chile, dan Argentina, dua provinsi di Bolivia, empat provinsi di Argentina, dan sebelas provinsi di Chile. Perjalanan tersebut memang dilakukan seorang diri, tetapi sesungguhnya aku tidak pernah sendirian. Tuhan sebagai pelindung seakan tak pernah membiarkan aku kesepian. (Hal 300)
*****
Bersepeda Membelah Pegunungan Andes
Penulis: Bambang “Paimo” Hertadi Mas
Penerbit: Buku Kompas
Tahun: 2012
ISBN: 978-979-709-638-0
14 comments
Keren juga ya Paimo, Mas Vay….dari sebuah kota di Amerika Selatan sampai Asia Timur…luar biasa padahal hanya mengendarai sepeda. Pastinya nginap nginapnya juga banyak kali ya kan 62 hari. Banyak pula menemukan pengalaman mendebarkan, menegangkan, sekaligus berkesan karena bertemu orang baik misalnya jadi dijamu oleh rombongan gereja dan pastor dari Indonesia. Yang menegangkan itu pas selamat dari ketimpaan baliho. Alhamdulilah masih pinaringan slamet dan segera cabut dari bawah baliho ya. Btw aku ga kebayang kayak gimana tuh dehidrasi di danau garam … and terakhir bagus banget quote di bab penutupnya. Tuhan ga membiarkannya oernah kesepian hehehhe
Bisa dibilang paimo merupakan seorang legenda bagi sepeda jarak jauh di Indonesia. Salah satu alasan melakukan perjalanan ini adalah sebagai warisan untuk generasi selanjutnya tentang bertualang dan bersepeda jarak jauh.
Sengaja memilih quoute tersebut sebagai penutup..hihihii
Oiya itu foto foto penunjang perjalanan trip paimo hitam putih ya…keren juga ya
Bener banget. Foto-foto bisa menceritakan kondisi jalur yang dia lewati dalam bersepeda
Gileee bawaan banyak begitu dibawa sambil gowes??? Hebaaat hebat Pak Paimo!!! Jadi penasaran, berarti sepedanya dibawa dari Indonesia ya? Terus untuk melewati perbatasan antar negara itu nunjukin paspor dong pastinya? Kalau nggak salah Chile bebas visa ya mas Vay buat WNI, Argentinanya yang enggak. Eh…tapi tahun segitu nggak tahu dengan udah bebas visa apa belum, wkwk. Baca tentang negara-negaranya aku jadi inget sengan buku The Naked Traveler, ada yang bahas tentang Salar de Uyuni dan juga pendidikan agama Kristiani untuk WNI di Amerika Selatan.
kalau touring sepeda hal seperti jadi hal yang biasa. Segala perlengkapan memang harus dibawa agar touring bisa berjalan dengan lancar. Bener, sepeda dikemas dalam kardus, masuk bagasi. kemudian dirakit kembali begitu tiba di kota tujuan. Hal seperti itulah yang biasa dilakukan para pesepeda jarak jauh. Untuk memasuki ketiga negara tersebut, dibutuhkan visa. Ada beberapa visa yang diurus di Indonesia.
Salar de uyuni emang sangat terkenal dan sering jadi tujuan wisata di bolovia.
Mas Paimo waktu ke Jogja dulu yang jemput ramai. Malah ada camping bareng beliau di Klaten, sekalian bagi-bagi buku ini. Cerita-cerita beliau membuat aku sampai sekarang konsisten bersepeda walau jarak dekat
Kang Paimo emang banyak temannya. Orangnya sangat bersahabat dan menyenangkan. Aku pernah ikut acara yang ada kang paimo-nya. pengalaman kang paimo juga menginspirasiku buat terus bersepeda.
Perjalanan yang sangat menarik. Nggak kebayang deh gimana rasanya bersepeda dengan jarak dan rute seperti itu.
Jadi pengalaman yang sangat berkesan mas. Bisa belajar banyak hal yang bisa ditemui dalam perjalanan tersebut.
aku suka cerita cerita tema perjalanan kayak gini
berasa ikutan gitu pokoknya, ngebayangin kalau aku diposisinya apa sanggup
luar biasa Pak Paimo ini, negara yang dituju juga yang nggak biasa
Negara-negara yang ga biasa kayak gini sering membuat penasaran. Ketika membaca ini, aku juga membuka google maps, jadi bisa melihat rute yang dilalui ketika bersepeda.
Sungkem dulu laaah . Kalo aku udah pasti ga kuat . Suami juga ga bakal aku izinin kalo mau begitu wkwkwkkw. Kemarin aja dia sepedaa Ama temen2nya dari rawamangun ke PIK, PP, malamnya langsung minta tukang pijat datang .
Tapi persiapan mas Paimo juga ga main2 sih Yaa , udah lama dan Mateng juga. Jadi salut sih Ama dia ini. Dan setuju Ama kata2nya, kemanapun kita pergi, sesungguhnya selalu ada Tuhan yang menemani ❤️
Yaa mungkin emang belum terbiasa aja sih mbak. Bagus lagi kalau rutin punya jadwal sepeda dengan jarak tertentu. Lama-lama bakal terbiasa dengan bersepeda. Apalagi jalanan di jakarta datar semua, berbeda dengan rumahku yang berada di perbukitan semarang. Jadi butuh effort lebih ketika bersepeda karena akan melewati jalan menanjak..hahhaha
8 tahun persiapan dan akhirnya dibayar dengan salah satu perjalanan terbaiknya. dalam persiapannya, dia juga melakukan sepeda jarak jauh di luar negeri. Bagi dia, perjalanan ini juga seperti perjalanan meditasi utk dirinya.