Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the soledad domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/masvayco/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Pulang ke Pulau Jawa - Rivai Hidayat

Pulang ke Pulau Jawa

by Rivai Hidayat

Jarum infus telah disuntikkan ke tangan kiri Eka. Sudah empat hari kondisinya terlihat lemas. Selumbari aku mengantar dia ke dokter yang berada di dekat persimpangan Masjid Jami Darussalam–masjid yang biasa untuk berjualan makanan buka puasa. Namun, kondisi yang tidak kunjung membaik. Dia masih terlihat lemas. Kami disarankan untuk pergi ke klinik yang ada di dekat pusat Kota Putussibau. Di klinik itu terdapat praktek seorang dokter spesialis. Kami berdua sempat menggerutu karena kami sudah mengeluarkan sejumlah uang yang jumlahnya cukup besar untuk membayar untuk biaya pengobatan dan obat, tetapi tidak memberikan dampak positif untuk kesembuhan temanku ini. Pulihnya kondisi Eka memang jadi prioritas kami saat itu. Demi kesembuhan Eka, kami siap membantunya.

Sore hari aku menemani Eka menuju klinik yang dimaksud. Seorang petugas kesehatan menerima kami, dan diarahkan ke seorang dokter spesialis penyakit dalam yang praktek sore ini. Berdasarkan pemeriksaan dan hasil laborat, Eka didiagnosis mengalami infeksi saluran pencernaan. Kemudian kami diberikan resep obat yang bisa dibeli di apotek yang ada di klinik tersebut.

Keesokan harinya kondisinya terlihat membaik, walaupun masih belum ada nafsu makan. Akhirnya dipilihlah infus untuk menambah cairan dan pengganti makanan. Pemasangan infus dibantu oleh Putri, salah satu perempuan yang membantu pekerjaan kami. Dulu dia pernah bekerja di puskesmas desa. Semua memberi semangat dan dukungan untuk kesembuhan Eka. Sedangkan aku selalu bersiaga jika dimintai tolong untuk membeli obat atau vitamin ke apotek. Meskipun beberapa obat yang biasa aku beli ketika berada di Pulau Jawa tidak aku temukan di kota ini.

Tiga hari sebelumnya, kondisiku mirip dengan Eka. Aku mengalami demam, pusing, dan lemas. Bahkan beberapa kali muntah dan diare. Aku mengira bahwa aku terkena gangguan infeksi pencernaan. Aku disarankan untuk ke dokter, tetapi aku memilih melihat kondisiku selama satu hari. Jika tambah parah, aku akan pergi ke dokter. Selama satu hari itu memastikan diriku untuk minum obat dan vitamin dari apotek, makan secara teratur dan bernutrisi, serta menjaga cairan di dalam tubuh agar selalu terhidrasi.
Baca Juga: Lebaran di Putussibau

Di malam hari badanku terasa membaik dan aku bisa istirahat dengan baik. Keesokan harinya aku menyempatkan diri untuk berolahraga sejenak dengan berjalan kaki. Kondisi badan terus membaik dan aku masih menjaga asupan makan bernutrisi. Sakit ketika melakukan perjalanan atau di lapangan itu jadi pengalaman yang tidak enak. Seperti yang aku alami pada tahun 2017 silam ketika berada di Takengon, Aceh Tengah. Bahkan saat itu aku sampai ke IGD sebuah rumah sakit. Menurut dokter jaga, aku mengalami maag akut.

Selang tiga hari kondisi Eka sudah membaik. Sudah tidak terlihat lemas dan mampu beraktivitas. Meskipun aktivitas ringan. Melihat kondisinya yang membaik aku memutuskan  untuk pulang ke Pulau Jawa pada lusa hari. Tidak terasa aku sudah berada di Kalimantan selama 6.5 bulan. Ini waktu terlama yang pernah aku jalani ketika berada di lapangan. Sebelumnya aku pernah selama 3.5 bulan di Bengkulu-Jambi, dan dua bulan berada di Aceh. Di tempat lainnya hanya dalam hitungan beberapa minggu. Tidak ada pekerjaan yang aku lakukan, memang sudah waktunya untuk pulang ke Pulau Jawa.

*****

Pukul 14.45 aku sudah berada di sebuah agen bus yang akan mengantarkanku menuju Kota Pontianak. Tiket bus dijual dengan harga Rp300.000/orang. Itu sudah termasuk minuman dan makanan ringan. Tetapi tidak dengan makan besar. Perjalanan Putussibau–Pontianak akan ditempuh selama 13 jam perjalanan. Aku sengaja memilih bus ketimbang taksi dalam perjalanan ini. Aku mengalami mabuk perjalanan ketika pertama kali tiba di Putussibau. Hal itu akhirnya menjadi trauma tersendiri bagiku ketika melakukan perjalanan jauh menggunakan mobil. Tepat pukul 15.00 bus mulai melakukan perjalanannya. Aku mulai meninggalkan Kota Putussibau dengan segala cerita dan pengalamannya.

pulang ke pulau jawa
Bus Kapuas Raya jurusan Pontianak-Putussibau

Perjalanan baru 2.5 jam, tetapi sopir memilih untuk berhenti sejenak di sebuah rumah makan yang ada di daerah Tepuai. Sebetulnya sopir belum lelah, tetapi memberikan kesempatan kepada penumpang untuk melakukan ibadah salat maghrib terlebih dahulu. Ini seperti yang aku alami ketika pertama kali tiba di Pontianak. Saat itu Pak Bayu–sopir taksi yang aku tumpangi ketika ke Selimbau–memilih untuk beristirahat sejenak di sebuah warung ketika memasuki waktu maghrib. Padahal saat itu perjalanan baru berlangsung selama 1 jam. Menurut Pak Bayu tidak baik melanjutkan perjalanan ketika memasuki waktu maghrib, sehingga lebih baik beristirahat sejenak sambil menunggu waktu maghrib lewat. Mungkin beristirahat berkendara ketika waktu maghrib sudah jadi kebiasaan bagi para sopir di Kalimantan Barat.
Baca Juga: Perjalanan ke Kota Putussibau

Aku sudah selesai melakukan salat dan makan. Saat itu sedang menyesap segelas teh hangat sambil menunggu sopir dan kernet. Hujan gerimis akan menemani kami dalam melanjutkan perjalanan. Aku memilih duduk di dekat jendela. Hari sudah malam dan aku sering melihat kondisi luar melalui jendela. Bus melaju pelan ketika melewati Simpang Sejiram. Persimpangan jalan ini mengarah ke Kota Sintang dan daerah Semitau, Suhaid, dan Selimbau. Pukul 20.45 bus berhenti di salah satu rumah makan yang ada di Kota Sintang.

Aku ingat bahwa rumah makan ini adalah tempat pemberhentian ketika aku dan temanku dalam perjalanan menuju Selimbau pada bulan Desember 2020 silam. Di Sintang ada seorang penumpang yang turun. Sekitar 30 menit sopir beristirahat. Para penumpang memanfaatkan waktu ini untuk merenggangkan badan. Beberapa lainnya terlihat menyalakan rokok mereka. Perjalanan masih panjang, momen istirahat seperti ini mesti dimanfaatkan dengan baik agar perjalanan tidak terasa membosankan.

Dalam perjalanan dari Kota Sintang menuju Kota Pontianak kami beristirahat lagi di sebuah rumah makan yang tidak jauh dari Tugu Simpang Ampar. Saat waktu sudah menunjukkan pukul 01.45. Area parkir rumah makan dipenuhi dengan beberapa bus dengan berbagai jurusan antarkota dan antarprovinsi. Antara lain adalah bus Damri jurusan Pontianak-Palangkaraya, dan Pontianak-Pangkalan Bun. Kota Palangkaraya dan Pangkalan Bun terletak di Provinsi Kalimantan Tengah. Simpang Ampar termasuk dalam jalur Trans Kalimantan yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Barat dengan kota-kota yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Singgah di Pontianak

Akhirnya bus tiba di Pontianak sekitar pukul 04.00. Aku memilih untuk turun di Jalan Tanjungpura. Sebetulnya aku belum memutuskan akan singgah kemana. Tidak jauh dari tempatku turun ada sebuah masjid. Sebaiknya aku salat subuh terlebih dahulu, setelah itu berpikir untuk pergi ke mana. Seorang penjaga masjid menerima kedatanganku dengan ramah. Aku langsung dipersilahkan untuk salat. Akhirnya aku memutuskan untuk singgah ke Warung Kopi Asiang dengan berjalan kaki.

Warung Kopi Asiang salah satu warung kopi yang terkenal dan legendaris yang ada di Pontianak. Warung kopi yang berdiri sejak tahun 1958 ini mulai buka dari pukul 03.00 hingga pukul 17.00. Ketika aku tiba di sana, kursi sudah dipenuhi oleh para pengunjung. Mayoritas pengunjungnya adalah anak muda. Saat menjelang pagi para pengunjung semakin ramai berdatangan. Baik para pemuda, maupun orang tua. Beberapa rombongan bapak-bapak yang selesai jalan pagi singgah di warung kopi ini. Aku memilih meja yang berada di sudut luar ruangan. Aku berpikir jika di tempat ini segala aktivitas sudah dimulai, meskipun matahari pagi belum terbit.

Pulang ke pulau jawa
Kopi susu di Warung Kopi Asiang

Jangan berharap menemukan mesin kopi modern di meja barista. Kopi di warung kopi ini diolah secara tradisional dan manual. Hanya terlihat beberapa teko dan alat penyaring kopi. Warung Kopi Asiang menggunakan jenis kopi robusta. Di belakang meja barista ada seorang laki-laki paruh baya berkepala plontos dan bertelanjang dada yang sedang menyiapkan pesanan kopi dari para tamunya. Itulah Pak Asiang, pemilik Warung Kopi Asiang.
Baca Juga: Cerita dari Kapuas

Seorang laki-laki mendatangiku dan meminta ijin untuk bergabung di meja yang aku tempati. Mejaku memang kosong dan masih bisa menampung 3-4 orang. Kami bertegur sapa dan akhirnya berkenalan. Namanya adalah Bang Indra. Dia datang dengan membawa tas berwarna hitam yang berisi sebuah biola. Kedatangannya di Warung Kopi Asiang untuk menunggu temannya dan sekaligus menyesap kopi di pagi hari. Sebuah kebiasaan yang sering ia lakukan. Bang Indra bilang bahwa dia salah satu pelanggan warung kopi ini. Pagi itu, Bang Indra dan teman-temannya akan mengisi acara di resepsi pernikahan di Kabupaten Mempawah. Meskipun pandemi, acara pernikahan tetap diadakan dengan menerapkan protokol kesehatan dan pembatasan jumlah tamu.

Selain sebagai seorang pemain biola, Bang Indra juga pernah menari dan bermain teater. Bahkan dia pernah pentas di Jogja dan Solo. Bang Indra juga menceritakan pengalamannya yang tinggal di Jogja. Menurutnya, sangat menyenangkan bisa tinggal di Jogja karena dia bisa mengikuti banyak kegiatan kesenian. Seperti menari dan bermain musik. Selain itu, dia juga bisa belajar tentang kesenian yang ada di Pulau Jawa. Bang Indra sangat ramah dan aku sangat antusias mendengarkan setiap ceritanya.

Menikmati Sore di Kota Pontianak

Akhirnya teman Bang Indra tiba di warung kopi. Mereka berdua tidak langsung pergi, tetap istirahat sejenak dan memesan kopi susu. Aku juga berkenalan dengan Bang Ricky, teman Bang Indra. Ternyata Bang Ricky pernah beberapa kali ke Semarang.  Dia sangat antusias ketika bercerita tentang Semarang. Bagi dia, Semarang telah memberikan kesan tersendiri bagi dirinya. Selang 30 menit kemudian, Bang Ricky dan Bang Indra ijin pamit dan melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Mempawah. Sungguh menyenangkan bisa ngobrol dengan mereka berdua. Padahal baru saja bertemu dan berkenalan.

Sore hari di Taman Alun Pontianak

Sebelum pulang ke Pulau Jawa, aku singgah di Pontianak selama satu hari. Tidak banyak tempat yang aku kunjungi selama berada di kota ini. Tujuanku singgah di kota ini untuk bertemu dengan seorang temanku yang aku kenal melalui komunitas. Kawanku mengajak mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada di Pontianak. Salah satunya di Tugu Khatulistiwa, dan Taman Alun Kapuas. Di tempat inilah aku menikmati sore di Kota Pontianak.

Gedung Lawang Sewu, Semarang (13.06.2021)

Keesokan harinya aku pulang ke Pulau Jawa dengan menggunakan penerbangan pertama. Tidak ada penerbangan langsung dari Pontianak menuju Semarang, sehingga aku mesti transit terlebih dahulu di Jakarta. Sebelum penerbangan, aku melakukan pemeriksaan PCR untuk deteksi virus Covid-19 dan menjadi syarat penerbangan. Penerbangan berjalan dengan lancar dan aku tiba di Kota Semarang pada siang hari.

Waktu 6.5 bulan bukan waktu yang singkat dalam sebuah perjalanan. Namun, waktu adalah sebuah relativitas dalam sebuah proses pembelajaran. Banyak hal yang aku temui, tetapi aku sadar bahwa masih banyak hal yang belum aku ketahui tentang tempat-tempat yang aku datangi. Aku pulang dengan membawa segala cerita dan pengalaman. Pada akhirnya, tujuan sebuah perjalanan adalah pulang ke rumah dengan selamat.

Cerita dari Kapuas
Putussibau-Pontianak
11-12 Juni 2021

You may also like

6 comments

Rifqy Faiza Rahman November 12, 2022 - 2:21 am

Luar biasa, Mas. Perjalanan panjang dirangkum dalam satu tulisan, yang kelak kalau mau bisa dibukukan nih! (Nodong lagi) hahaha.

Jadi penasaran naik transportasi darat di sana huhu. Apalagi kopinya ya. Sedap!

Reply
Rivai Hidayat November 16, 2022 - 11:34 pm

Bolehlah infonya tentang pembuatan bukunya 😀
Transportasi darat jalan utamanya bagus, cuma emang jaraknya yang jauh 😀

Reply
fanny_dcatqueen November 15, 2022 - 1:35 am

Maaas, enak banget sih kerajaanmu pindah2 kota . Aku ngeliatnya enak Krn jalan2 kali yaaa

Btw, sakit di tempat tugas, apalagi terpencil dan dokter pun ga banyak, pasti pusing Yaa. Tapi syukurlah mas dan temennya bisa sembuh cepat.

Dulu itu suamiku ada tugas ke Pontianak, ngaudit cabang bank yg di sana, tapi dia malah sakit masuk UGD pula. Jadinya ga bisa eksplor kuliner.

Trus kedua kali DTG, malah padat bgt schedulenya jadi ttp ga bisa cobain kuliner juga .

Memang hrs Ama aku sih kesananya.. aku kebetulan ada temen food Vlogger yg tinggal di Pontianak, jadi kalo kesana tinggal liatin semua rekomendasi dia hahahaha. Kayaknya enak2 Yaa makanan di ponti itu.

Reply
Rivai Hidayat November 21, 2022 - 2:35 am

Alhamdulillah mbak, bisa jalan-jalan gratis. Dasarnya suka jalan, jadi ketika keluar kota/pulau yaa suka aja ketika menjalaninya 😀
Pusing sih mbak, biasanya kami sedia banyak obat dan vitamin ketika di lapangan. Setidaknya untuk berjaga-jaga 😀

Jadi emang mesti balik lagi ke pontianak mbak. Jangan lupa untuk coba kerupuk basah. Kemudian bisa coba nasi telur ayong. Emang nasi telur aja, tapi antrinya panjang 😀

Reply
Anton Ardyanto November 26, 2022 - 10:23 am

Welcome back mas Vay.. Lama tidak bertemu.. semoga sehat selalu yah…

Reply
Rivai Hidayat November 26, 2022 - 2:00 pm

Halo pak anton. Sehat-sehat terus untuk pak anton dan keluarga 😀

Reply

Leave a Comment