Waktu sudah menunjukkan pukul 13.45 ketika aku bersiap-siap untuk perjalanan pulang ke Semarang. Sarung tangan, masker, dan helm sudah aku pakai. Tidak lupa aku juga sudah memakai krim pelindung sinar matahari. Aku berpamitan kepada Ratih dan mulai mengayuh pedal sepeda menuju Jalan Pantura. Teriknya panas matahari seperti sudah bersiap membakar kulitku.
Sesuai dengan rencana aku mesti memulai perjalanan pulang sebelum pukul 14.00. Salah satu alasannya agar aku bisa melewati Alas Roban sebelum petang. Melewati Alas Roban ketika petang atau malam hari bukanlah sebuah keputusan yang tepat. Jalan turunan yang curam, gelap, dan jalan yang kurang baik akan jadi masalah tersendiri.
Kontur jalan berupa tanjakan dan turunan akan sering ditemui sebelum tiba di Alas Roban. Terik panas matahari mulai berkurang ketika hari beranjak sore. Beberapa kali aku berhenti sejenak untuk minum dan mengatur napas. Ternyata tanjakannya lebih curam dibandingkan ketika perjalanan berangkat. Laju kendaraan bermotor juga terlihat lebih kencang.
Perasaanku sedikit senang ketika memasuki sebuah SPBU yang berada tidak jauh dari Alas Roban. Meskipun jaraknya masih sekitar 5 km dari Alas Roban. Jalan yang aku lewati masih berupa jalan tanjakan. Namun, setidaknya sebentar lagi aku tiba di Alas Roban. Aku melanjutkan perjalanan dan sambil berharap untuk sesegera mungkin tiba di Alas Roban.
Baca Juga: Bersepeda ke Batang
Sebuah pos polisi sudah terlihat dari kejauhan. Berarti aku sudah tiba di Alas Roban. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 16.50. Sesuai dengan perhitunganku, yaitu bisa melewati Alas Roban sebelum petang. Aku menuruni jalan tersebut dengan kecepatan yang sedang. Kedua tanganku selalu bersiap untuk menekan tuas rem. Aku tidak berani untuk menambah laju kecepatan dan berusaha menghindari resiko yang terjadi.
Rapatnya pohon-pohon besar memberikan kesan tersendiri. Aku merasa terintimidasi dengan besar dan kokohnya pohon-pohon itu. Aku mencoba untuk mengabaikan mereka dan tetap fokus dengan jalan ini. Jalanan masih cukup terlihat, meskipun matahari sudah sangat condong di bagian barat. Ini jadi tanda menjelang waktu matahari terbenam.
Kebetulan sore itu turunan Alas Roban tidak ramai dengan kendaraan. Malah cenderung sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang melintas. Aku hanya tetap fokus dengan jalan di depan. Aku mulai lega ketika melihat seseorang yang sedang mengatur lalu lintas di persimpangan jalan di Alas Roban. Itu tanda berarti aku sudah di ujung turunan jalan Alas Roban.
Hari sudah petang ketika aku tiba di salah satu minimarket di daerah Weleri, Kendal. Aku membeli beberapa minuman dan roti untuk bekal perjalanan pulang ke Semarang. Ternyata minimarket ini juga menjual kopi melalui mesin kopi. Akhirnya aku membeli secangkir kopi sambil menunggu adzan magrib terlebih dahulu. Kopi kedua yang aku nikmati dalam perjalanan ini. Masih ada jarak sekitar 40 km yang mesti ditempuh untuk tiba di Kota Semarang.
Aku melanjutkan perjalanan pulang ke Semarang di malam itu dengan kecepatan yang sedang. Jalanan Pantura juga terpantau masih lengang. Truk dan bus melaju dengan cukup kencang. Aku mulai merasakan sakit pada pinggang dan pantatku. Hal ini dikarenakan terlalu lama duduk di atas sepeda. Biasanya aku bersepeda tidak lebih dari 3 jam. Namun, kali ini aku bersepeda sudah lebih dari 12 jam.
Baca Juga: Bersepeda Melintasi Kendal
Aku juga mulai merasakan kesepian. Salah satu hal terberat dalam bersepeda seorang diri adalah merasa kesepian dalam perjalanan. Kaki terus mengayuh pedal, tapi rasa sepi tidak bisa dihindari. Menikmati perjalanan adalah salah satu cara membunuh rasa sepi. Bulan purnama bersinar terang seolah-olah menemani perjalananku malam itu. Meskipun sesekali ia menghilang karena tertutup awan.
Setibanya di daerah Kaliwungu, Kendal aku memutuskan berhenti di sebuah warung tenda untuk makan malam. Aku sudah merasa lapar dan butuh tambahan energi untuk melanjutkan perjalanan. Malam itu aku memesan ayam goreng dan es jeruk. Aku makan ayam goreng dengan lahap. Warung juga tampak ramai dengan para pembeli.
Setelah beristirahat sekitar satu jam, aku kembali melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan itu aku singgah di sebuah SPBU untuk membersihkan wajah yang sudah kotor karena debu dan asap dari bus dan truk. Ini sudah jadi resiko dan bagian ketika bersepeda. Rencananya aku akan langsung menuju Kota Semarang tanpa berhenti lagi.
Aku memilih jalan yang memilih melewati Alun-Alun Kaliwungu karena kondisi jalan lebih ramai dengan aktivitas warga. Kebetulan malam itu adalah malam minggu dan sedang ada pasar malam di alun-alun tersebut. Aku merasa senang ketika melihat warga yang terdiri orang tua dan anak bergembira di pasar malam.
Akhirnya!! Tiba di Kota Semarang
Tugu batas Kota Semarang sudah terlihat dari kejauhan. Aku jadi lebih semangat karena sebentar lagi bakal memasuki Kota Semarang. Kondisi jalan juga terlihat ramai. Aku masih melaju dengan kecepatan yang stabil. Terkadang aku berhenti sejenak untuk minum dan mengurangi rasa sakit di pinggang. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 ketika aku tiba di kawasan Tugu Muda, Semarang.
Baca Juga: Merekam Cerita di Pasar Jatingaleh
Setelah ini perjalanan bakal berlanjut dengan melintas di beberapa jalan tanjakan. Ini salah satu resiko tinggal di Semarang bagian selatan. Mesti siap untuk melewati jalan tanjakan. Aku terus mengayuh pedal sepeda dengan sisa tenaga yang ada. Malam itu hanya ingin segera tiba di rumah. Aku memilih jalan yang lebih landai, meskipun lebih gelap. Lampu senter yang aku gunakan sudah kehabisan daya. Sepanjang perjalanan hanya mengandalkan lampu penerangan jalan.
Senyumku merekah ketika memasuki gang kampungku. Beberapa tetangga masih duduk-duduk di depan rumah. Mereka terkejut melihatku yang malam itu baru selesai bersepeda. Pukul 22.55 aku tiba di rumah. Kedatanganku disambut oleh ibuku yang mengkhawatirkanku karena belum tiba di rumah meski hari sudah larut malam.
Perjalanan bersepeda Semarang-Batang pergi pulang merupakan perjalanan bersepeda terjauh yang pernah aku lakukan. Total jarak yang kutempuh sekitar 184 km. Aku tidak pernah menyesal telah melakukan perjalanan ini, meskipun ini sangat melelahkan. Hingga saat ini, aku masih merencanakan untuk bersepeda antar kota-kabupaten. Keinginan untuk terus bertualang dan bersepeda akan selalu ada dalam benakku.
Cerita dari Sepeda
Semarang-Batang
3 Juni 2023
24 comments
Wah lumayan juga mas bersepeda selama dan sejauh itu, itu sama aja olah raga lari ,walau duduk tapi kaki bergerak, lumayan membakar kalori, minum air putih atau yang manis cukup memberi energi, alhamdullilah sudah sampai di rumah, perjalanan yg sangat melelahkan kan, apalagi Semarang itu daerahnya di ketinggian ya?kalo liat lewat tol…
Lari dan bersepeda sama-sama olahraga cardio mbak heny. Olahraga ini biasanya butuh kalori yang tinggi. Aku biasanya mengakali pakai minuman manis karena lebih cepat dibakar ketika olahraga.
Kebetulan rumahku ada di daerah perbukitan jadi ya mesti lewati jalan menanjak.
buset sepedaan :)) salut dah.
akupun teringat pulang kampung ke tempat mbahku di banyumanik, bukannya disitu jalannya naik turun ya?
salam kenal dari palembang ya
Salam kenal mbak nana.
Wah, rumah neneknya di banyumanik yaa. TIdak jauh dari rumahku.
Kalau ke banyumanik jalannya memang menanjak. Jadi yaa mesti sabar dan berusaha buat menanjak. Kalau dari daerah semarang bawah, setidaknya ada tiga tanjakan tinggi yang mesti dilewati 😀
Lama banget saya tak ke kaliwungu, jadi kangen seperti apa suasana dan perubahannya
soal gowes, saya nyerah dah. maklum nafas tua
Kaliwungu itu ramai dengan para santri mas 😀
Gowes yang dekat-dekat masih amanlah 😀
Seru banget mas, jadi bisa benar-benar menikmati perjalanan. Walau terasa capek banget
Jadi pengalaman tersendiri bisa ambil jalur luar kota kayak gini mas. Yang jelas bisa menemukan banyak selama perjalanan. Kalau capek rasanya sudah jadi resiko bersepeda mas. 😀
wowww mas Vayyy, aku pikir tadi sepeda motoran lho, ternyata sepeda gowes. Omaigoddd
Aku nggak asing dengan Alas Roban, dulu waktu trip overland Jawa sama bapakku, nama alas roban kayak sering disebut gitu, maklum masih SD dan memorinya juga nggak kuat, lupa lupa inget juga
12 jam perjalanan sepedaan, sama kayak waktu tempuh dari Jember ke Jogya naik bis, dan itu berasa lama kalau naik bis. Apalagi ini sepedaan. woww
Kalau naik motor sudah biasa, jadi kali ini cari yang beda..hihihi
ALas roban itu termasuk jalur pantura semarang-jakarta. Jadi yaa sangat dikenal jalan ini.
Kalau bersepeda juga terasa lama mbak dan tentu saja kesepian..hahahhaha. Aku anggap itu sebagai bagian ketika bersepeda 😀
Wah jauh juga sepedaannya, sendirian pula dan gak ada teman ngobrol. Apalagi melewati pantura harus tetap fokus dengan jalan karena banyak kendaraan besar. Mantaapp! 🙂
SUddah biasa kalau sepedaan sendirian. Ya memang kesepian jadi mencoba untuk menikmatinya saja. Pantura bakal selalu ramai. Itu jadi salah satu hiburan tersendiri sekaligus mesti fokus dengan jalan ini
Sehat selalu, Kak. Kuat banget ya badannya bersepeda.
Itu jarak tempuh yg jauh pdahal .. aku prnah keliling semarang pake motor,itu pun melelahkan. Apalagi sepedahan yak.. hihi salut
Btw, kalo nyebut alasroban mah pikiranku udah horor dluan hihi pdhal yg dikhawatirkan bukan soal horornya, tp kondisi jalannya yak
Heumh besok2 udh nyiapin rencana kemana lagi nh kak buat bersepeda?
Terima kasih. Perjalanan bersepeda selalu menyenangkan.
Alas roban memang tidak lepas dari segala cerita horrornya. selalu banyak berdoa ketika melewati jalan ini.
Besok rencananya mau keliling kota semarang aja kak. Belum ada rencana bersepeda jarak jauh lagi.
Aku udah speechless bacanya . Ngebayangin kalo aku yg lakuin, bakal pingsan di daerah mana .
Saluuut lah mas . Dah cocok ikutan marathon sepeda .
Semarang memang aduhai banget tanjakannya. Kebayang sih harus naik turun lewat situ. Dulu di Aceh kompl rumah PT Arun itu juga bukit, jadi banyak tanjakan turunan curam..tapi pas kecil, mungkin tenaga anak2 memang beda kali yaaa. Lebih kuat. Aku ngebayangin hrs lakuin hal yg sama, udah serem duluan .
Next coba ke solo mas.
Bulan kemarin ada event bentang jawa. Lomba sepeda dari Pantai carita di sebelah barat jawa ke banyuwangi yang berada di sebelah timur melalui jalur selatan jawa dengan jarak 1500km dalam waktu 7 hari. Kalau lihat mereka balapan sungguh luar biasa. Sehari bisa lebih dari 200 km. Masih jauh dengan apa yang aku lakukan. Jadi yang aku lakukan untuk bersenang-senang aja. 😀
Sebetulnya sebelum ke batang itu sudah rencana untuk ke boyolali dan solo. Ganti rute ke batang karena teman yang berada di boyolali sedang pergi keluar kota. Ya akhirnya ke batang 😀
Menarik kisah perjalanan begini…yang penting rasa ahppy dan puas untuk melaluinya
Mesti selalu happy dalam perjalanan.
Yang namanya ibu di mana2 sama ya. Ibu akan bingung kalau anaknya belum pulang sampai malam. Hehehe.
Wih, lewat alas roban mau petang. Banyak yg bilang daerah situ agak mistis. Mungkin masih banyak pohon2 besar yg spt Mas Rivai ceritakan. Jujur, saya pernah kesasar di asro dari Jkt. Malem pula. Waktu itu tol Cipali on progress. Paksu agak panik, hehehe. Ketemu kayak tempat buat nimbang truk oleh petugas dishub. Daerah Limbangan kali ya. Lupa.
Arah pulang lewat tanjakan ke Semarang Selatan kan ya. Widiw, badan capek brp hari Mas? Hebat dah.
Yaa jadi wajar kalau orang tua khawatir sama anaknya.
Daerah jembatan timbang batang yaa mbak? Kemungkinan jembatan timbang. Daerah alas roban memang terkenal dengan mistisnya. Makanya menghindari untuk tidak lewat di malam hari.
Benar sekali. Rumahku ada di selatan kota jadi ya mau ga mau mesti lewat jalan tanjakan. Saat itu recovery terhitung cepat kok. Sekitar 1-2 hari aja.
Nyampe rumah hampir tengah malam…luar biasa atlet satu ini. Sehat selalu ya Kakak biar rencana sepedaan antar kota-kabupatennya bisa terlaksana lagi~~
Belum jadi atlet, masih sekadar hobi aja..hehehe
masih kepikiran buat antar kota-kabupaten lagi 😀
Sangar! Langsung balik hari itu juga?! Tapi mesti sehabis perjalanan itu jadi lebih bahagia, ya, Masvay? 😀
Emang rencananya langsung balik. Meskipun perhitungannya meleset dari rencana. Tetap bahagia bisa mencapai perjalanan bersepeda sejauh ini 😀