Masjid Al Jabbar menjadi tempat pertama dikunjungi di hari kedua kami di Bandung. Letaknya tidak jauh dari tempat tinggal saudaraku. Tepatnya di daerah Gedebage. Sekitar 15 menit perjalanan menggunakan motor.
Pagi itu cuaca Kota Bandung sangat cerah. Hari ini adalah Hari Sabtu. Jalanan yang kami lewati juga terlihat padat. Jalan menyempit ketika kami akan tiba di kawasan Masjid Raya Al Jabbar. Jalan hanya terdiri dari satu lajur sehingga kami mesti fokus dan berhati-hati. Di sekitar masjid jalanan semakin ramai karena banyaknya pengunjung. Di tepi jalan juga terdapat warung makan, parkir, dan kawasan oleh-oleh.
Kami berjalan kaki meninggalkan area parkir motor dan menuju bangunan utama masjid. Di pelataran masjid setiap pengunjung diwajibkan untuk melepas alas kaki. Alas kaki bisa dititipkan di tempat penitipan. Ketika siang hari pelataran akan terasa panas karena terik matahari.
Sebelum menuju ruang utama Masjid Al Jabbar, kami ke tempat wudhu terlebih dahulu. Tempat wudhu terlihat mewah dan bersih. Terdapat seorang petugas kebersihan yang berjaga dan bertanggung jawab di tempat ini. Di ruang utama masjid terlihat ramai dengan pengunjung. Beberapa ada yang sedang salat, membaca Al Quran, berzikir, dan sekadar duduk santai.
Di bagian jamaah perempuan terlihat sedang ada tausiyah yang dibawakan oleh seorang ustadzah. Tausiyah yang diadakan oleh salah komunitas perempuan ini terlihat ramai dengan para jamaah. Meskipun tidak bisa mendekat, jamaah laki-laki tetap bisa mendengarkan tausiyah dari bagian jamaah laki-laki.
Masjid Al Jabbar dibangun pada tahun 2017 dan diresmikan pada tanggal 30 Desember 2022 oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Masjid yang bisa menampung lebih dari 25 ribu jamaah ini didesain oleh Ridwan Kamil. Saat itu, Kang Emil–sapaan Ridwan Kamil–menjabat sebagai Walikota Bandung.
Baca Juga: Safar ke Kota Bandung
Selama proses pembangunannya, Masjid Al Jabbar banyak mendapatkan kritikan dari berbagai kalangan. Mereka menganggap bahwa pembangunan masjid ini menghabiskan terlalu banyak anggaran. Selain itu, masjid ini dianggap bukanlah sesuatu yang mendesak di Kota Bandung, dan Jawa Barat. Mereka menganggap uang sebesar itu bisa digunakan untuk mengurangi permasalahan yang ada di Bandung dan Jawa Barat. Salah satunya adalah penyediaan infrastruktur angkutan massal.
Polemik seperti ini memang sering terjadi dalam segala hal. Termasuk dalam proses pembangunan tata ruang kota. Hal ini adalah sebuah kewajaran. Namun, kini Masjid Al Jabbar yang berdiri dengan megah ini telah menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Bandung.
Secara tidak langsung masjid ini telah menggerakkan roda perekonomian bagi warga yang tinggal di sekitar masjid. Banyak warung makan, pusat oleh-oleh, dan unit usaha lainnya tumbuh di sekitar masjid. Masjid Al Jabbar telah menjadi pusat keramaian baru di Kota Bandung.
Singgah di Kopi Aroma
Kami mulai meninggalkan Masjid Al Jabbar dan menuju ke Pasar Baru. Rencananya ibu akan membeli pakaian sebagai oleh-oleh untuk cucunya. Siang itu jalanan di Kota Bandung sudah terpantau padat. Beberapa kali kami terjebak macet di persimpangan lampu lalu lintas.
Setibanya di Pasar Baru aku meminta izin untuk berpisah dan tidak ikut berkeliling di Pasar Baru. Rencananya aku akan membeli Kopi Aroma yang ada di Jalan Banceuy. Letak Toko Kopi Aroma dekat dengan Pasar Baru. Aku hanya perlu berjalan kaki menyusuri Jalan Pecinan Lama sejauh 350 meter. Toko Kopi Aroma ada di ujung jalan di sebuah persimpangan antara Jalan Banceuy dan Jalan Pecinan Lama.
Setibanya di Toko Kopi Aroma aku langsung memesan satu bungkus kopi bubuk arabika dan robusta, serta satu bungkus kopi biji robusta. Ketiganya berukuran 250 gram. Tak berselang lama, kopi yang aku pesan sudah siap. Siang itu toko terlihat tidak ramai dengan pengunjung. Hanya terlihat rombongan berjumlah lima orang yang sudah selesai bertransaksi dan tiga orang yang baru saja tiba.
Baca Juga: Penjual Susu di Gang Kampung Kulitan
Kopi Aroma didirikan oleh Tan Houw Sian pada tahun 1930. Di sini menyediakan dua jenis kopi, yaitu Kopi Mokka Arabika, dan Kopi Robusta. Kopi Mokka Arabika memiliki kandungan asam yang lembut, harum, dan rendah kafein. Kopi ini merupakan gabungan dari kopi arabika yang berasal dari Priangan, Jawa, Aceh, Medan, Flores, dan Timor. Biji kopi mentah disimpan selama 8 tahun dan disangrai menggunakan kayu selama 2 jam sehingga menghasilkan wangi dan rasa kopi yang khas.
Kopi Robusta yang dijual di Kopi Aroma merupakan gabungan kopi robusta dari Sumatera dan Jawa. Kopi robusta ini unggul di rasa pahit dan tinggi kafein. Biji kopi mentah dituakan selama 5 tahun, kemudian disangrai dengan kayu selama dua jam. Kopi Mokka Arabika dibanderol dengan harga Rp40.000 untuk 250 gram, dan Rp80.000 untuk 500 gram. Sebaliknya Kopi Robusta dibanderol dengan harga Rp27.500 untuk ukuran 250 gram, dan Rp55.000 untuk ukuran 500 gram.
Selain itu, bungkus kopi dari Kopi Aroma terbilang sangat unik. Bungkusnya menggunakan kertas yang bergambar Kopi Aroma dan dilapisi plastik. Di bungkus kopi juga dilengkapi dengan anjuran untuk memindahkan kopi dari bungkusnya ke sebuah toples ketika kopi sudah dibuka. Jika datang pada pagi hari bakal mengalami antrian yang cukup panjang. Banyak warga Kota Bandung yang menyukai Kopi Aroma.
Aku kembali menuju ke Pasar Baru dengan menyusuri jalan yang aku lewati tadi. Kami janjian untuk ketemu di depan pintu masuk. Rasanya mereka belum selesai berbelanja sehingga aku mesti menunggu terlebih dahulu. Aku merasa Pasar Baru, Bandung ini mirip seperti Pasar Tanah Abang di Jakarta.
Masjid Al Jabbar,
Cerita dari Bandung
16 Desember 2023
16 comments
Soal kontroversi pembangunan hal yang wajar ya
setiap pembangunan apa pun masih ada yang mengkritik dan ada yang mendukung
masjidnya keren banget, megah
wah soal ngopi, saya mau ah
saya paling demen ngopi
Setuju hal tersebut merupakan jadi sebuah kewajaran. oleh sebab itu, jangan lupa ngopi untuk menghadapi kontroversi yang ada
Ah sudah biasa kalo ada yang ribut”, pro kontra mah sering banget,seiring waktu berjalan kan bisa menambah pendapatan warga sekitar juga , di mana-mana kopi pasti jadi oleh-oleh khas suatu daerah ya, saya malahan baru tau kalo Bandung juga ada kopi khasnya,taunya teh aja hehe, pasar baru memang pusatnya oleh-oleh.
Setuju, pro kontra merupakan hal yang wajar pada setiap prosesnya.
Banyak daerah di indonesia yang jadi penghasil kopi dan berhasil menjadikan kopi sebagai salah satu oleh-oleh yang mesti dibeli oleh wisatawan.
Kalau turun di Stasiun Tegalluar sering lihat ini. Atau kita pas naik kereta dari Jogja ke Bandung.
Menyenangkan karena sekarang pembangunan makin merata
Masjid ini dekat dengan jalur kereta. Kemarin pas kesini juga ada kereta yang melintas. Pembangunan yang merata akan menciptakan pusat keramaian yang baru.
Mesjid cantiiiik. Pengen ih kesana kalo ada kesempatan ke Bandung lagi mas.
Walopun aku denger baru2 ini ada korban yg meninggal di kolamnya yaaa, anak kecil sih. Tapi terlepas dari itu, mesjid ini memang menarik perhatian banget banyak turis.
Beberapa temenku yg orang Malaysia kagum Ama mesjid2 Indonesia. Krn terkdang tak mirip mesjid designnya. Unik jadinya. . Di Batam juga ada mesjid yg bentuknya topi Melayu. Betul2 out of the box arsitek nya
Kemarin juga baca berita itu mbak. di sekitar masjid memang danau buatan. Yang desain kang emil, kemudian yang meresmikan juga kang emil. Meskipun proses pembangunan awal di jaman gubernur sebelumnya.
Bentuk masjid di indonesia banyak yang menyesuaikan dengan ciri khas daerah setempat. Kayak masjid agung sumbar bentuknya khas minang. Masjid agung jateng yang pakai kubah dan atap tumpang tiga kayak masjid kuno di jawa.
Gak dipungkiri emang masjid Al Jabbar cantik banget ya, aku selalu liat video orang ramai-ramai kesana, meskipun mungkin bukan tujuan ibadah tapi seneng liat masjid yang ramai gini.
Orangtuaku sih yang udah pernah kesana, katanya perjalanannya lumayan jauh ya? Agak gak menyangka kata mereka tapi puas juga udah berkunjung dan tau masjid yang fenomenal ini.
Sekarang masjid telah berkembang menjadi temapt tujuan wisata. Makanya banyak warga yang mengunjungi masjid ini. Waktu kunjungan bisa disesuaikan agar kita bisa ibadah salat di sana.
Lokasinya jauh dari stasiun bandung dan pusat daerah bandung. Apalagi daerah yang dilewati terkenal dengan macet jadi perjalanan bakal terasa jauh.
Dulu Dian Al Mahri yang rame.. Ya ampunnn, itu sampai kita nyewa bis buat kesana… Sumpah Bagus bangett.. Terus Sekarang ada al_jabbar, barusan banget tahu kemarin.. Ibu-ibu kompleks pada pergi kesana.. berangkat jam 10 malam, buat ke Al-Jabbar.. Aku ya diajak sebenrnya cuma yakali kan soalnya itu acara Bu-Ibu dan Ibuku juga udah nggak ada jadi aku nitip oleh-olehnya aja.. heheh
Sekarang masjid masuk dalam tujuan wisata mas bayu. Khususnya bagi ibu-ibu dan bapak-bapak pengajian. Masjid agung jawa tengah pun juga ramai dengan kunjungan wisatawan. Kalau di solo ada masjid sheikh zayed yang juga ramai dikunjungi. Bentuk masjidnya unik dan megah.
Waktu pertama kali lewat dan masuk juga masjid ini terlihat sangat megah dan luas banget, apalagi banyak masyarakat dari luar daerah yang juga menyempatkan untuk datang ketempat ini untuk berfoto atau sekedar singgah. Yahh walaupun belum terlalu dibutuhkan, tapi bisa beramanfaat untuk masyarakat yang tinggal disekitarnya..
Masjid ini memang jadi pusat keramaian baru di kota bandung. Selain itu, masjid ini jadi destinasi wisata religi ketika berkunjung ke bandung.
Sudah 2 kali saya berkunjung ke Masjid Al Jabbar, Mas. Setiap kali berkunjung suasana di masjid ramai banget.
Tapi melihat foto-foto Mas ini serasa melihat yang baru. Keren sangat foto-foto baik di bagian luar maupun bagian dalam masjid.
Suka ngopi juga rupanya Mas?
Kapan-kapan kalau jumpa, boleh deh kita ngopi bareng.
Salam,
Sepertinya masjid ini bakal ramai hingga beberapa tahun ke depan. Akan selalu ramai dengan kunjungan wisata. Baik dari warga bandung, maupun luar kota bandung.
suka banget om. Ayo kapan-kapan kita ngopi bareng 😀