Waktu sudah menunjukkan pukul 07.30, tetapi belum ada tanda-tanda bahwa acara Karnaval Seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-Ogoh akan segera dimulai. Menurut jadwal, acara ini akan dimulai pada pukul 07.00. Seperti biasa, masih menunggu beberapa pejabat yang belum tiba. Padahal peserta dan warga sudah bersiap di depan Kantor Balaikota Semarang. Para pejabat dan tamu undangan telah hadir dan menempatkan diri sesuai dengan kursinya.
Setelah mendengarkan beberapa sambutan dari pejabat dan tokoh masyarakat, akhirnya Walikota Semarang–Mbak Ita–membuka acara Karnaval Seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-Ogoh tepat pada pukul 08.15 atau telat selama lebih dari 1 jam. Pembukaan acara ditandai dengan pemukulan gong sebanyak empat kali oleh Walikota Semarang.
Karnaval Seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-Ogoh digelar dalam rangka memperingati Hari Raya Nyepi dan HUT Ke-476 Kota Semarang yang jatuh pada tanggal 2 Mei. Selain itu, karnaval ini juga merupakan wujud kerukunan umat beragama di Kota Semarang. Karnaval ini diikuti oleh beberapa kelompok kesenian, umat beragama, dan masyarakat. Antara lain kelompok seni dari Kabupaten Jembrana, Bali, Kelompok Seni Brajamusti, Komunitas Diajeng, Kelompok Masyarakat Batak, Kelompok Masyarakat Maluku, dan Banser NU Kota Semarang.
Karnaval Seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-Ogoh dimulai dari Kantor Balaikota Semarang yang berada di Jalan Pemuda menuju Jalan Pandanaran. Kemudian dari Jalan Pandanaran akan menuju Lapangan Pancasila, Simpang Lima. Pawai akan berakhir di Lapangan Pancasila. Di Lapangan Pancasila sudah disediakan panggung untuk acara pementasan tari dan penutupan karnaval.
Sejak semalam aku sudah berencana untuk mengikuti karnaval ini. Salah satu tujuannya adalah kembali menikmati suasana karnaval budaya seperti ini. Aku ingin melihat suasana kebanggaan dan keceriaan peserta, antusiasme penonton, keseruan acara, menikmati pertunjukkan kesenian, dan kerepotan para pendukung acara menjadi sebagian alasanku untuk mengikuti acara karnaval ini. Alasan lainnya adalah aku ingin berjalan kaki di jalan dan trotoar Kota Semarang. Selama pandemi banyak pertunjukkan budaya dan seni seperti ini ditiadakan. Salah satunya Pawai Ogoh-Ogoh di Semarang.
Antusiasme warga bisa dilihat dengan penuhnya area sekitar panggung. Warga meluber hingga di jalan yang menjadi rute karnaval. Petugas pun beberapa kali menghalau warga untuk tidak memenuhi jalan yang bisa mengganggu para peserta. Dua orang polisi menggunakan kuda mereka untuk memecah keramaian warga.
Baca Juga: Bersepeda ke Alun-Alun Bung Karno Via Jabungan
Kondisi seperti ini membuatku kesulitan mencari tempat untuk memotret. Beberapa kali mesti berpindah tempat untuk mendapatkan tempat yang sesuai. Para fotografer, wartawan, dan jurnalis bersiap dengan kamera untuk membidik penampilan para peserta. Warga pun tidak mau kalah untuk terus mengabadikan momen ini dengan kamera pada ponsel mereka.
Kelompok seni dari Jembrana, Bali mengawali penampilan para peserta karnaval. Seorang perempuan muda berambut panjang didaulat membawa papan yang bertuliskan tempat mereka berasal. Lengkap dengan jarik dan kebaya khas Bali. Mereka menampilkan tarian yang diiringi oleh gendang dan alat musik khas Bali.
Tarian pembuka yang berlangsung selama beberapa menit ini berhasil mengundang decak kagum dan tepuk tangan dari warga yang menontonnya. Setelah selesai tampil para peserta memulai perjalanannya menuju Lapangan Pancasila sebagai titik akhirnya.
Beberapa kelompok kesenian langsung diarahkan melanjutkan perjalanan, dan beberapa lainnya menyempatkan untuk tampil sebentar di hadapan penonton dan para pejabat kota. Satu hal yang aku sayangkan adalah molornya acara akhirnya berimbas pada peserta yang tidak bisa tampil. Padahal mereka sudah mengenakan kostum lengkap dengan dandanannya dan sudah bersiap untuk memberikan penampilan terbaiknya. Namun, panitia acara mempersilahkan mereka untuk langsung melanjutkan perjalanan menuju Lapangan Pancasila, Simpang Lima.
Empat orang penari jathilan sudah bersiap di atas kuda kayu miliknya, tetapi gagal tampil karena ada gangguan teknis pada audio yang akan digunakan. Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Akhirnya panitia menyuruh mereka untuk melanjutkan perjalanan dan gagal tampil. Raut mereka tampak sedih dan kecewa. Rasanya sudah tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan perjalanan.
Kelompok penari topeng juga gagal tampil untuk menghibur penonton dan pejabat kota. Para penari ini jumlahnya belasan penari. Lengkap dengan kostum dan dandanannya. Entah apa permasalahannya, tetapi mereka langsung dipersilahkan untuk melanjutkan perjalanannya oleh panitia. Raut muka sedih dan kecewa tidak hanya berasal dari mereka, tetapi para fotografer juga memperlihatkan kekecewaan mereka. Dalam perjalanan mereka tetap tersenyum ketika diajak berfoto oleh para penonton. Terutamanya oleh anak-anak.
“Seharusnya ada waktu dan kesempatan kepada para penari untuk tampil. Mereka sudah berlatih dan menyiapkan semuanya. Sekarang malah gagal tampil,” ucap seorang fotografer yang berada di sebelahku.
Aku setuju dengan apa yang dia katakan. Bukankah sebuah karnaval atau pementasan adalah ruang bagi pekerja seni untuk menampilkan kemampuannya dan menghibur para penonton? Tanpa disadari keputusan panitia telah menghentikan harapan mereka untuk menghibur dan memberikan penampilan terbaik mereka untuk penonton. Mungkin apa yang dilakukan oleh panitia agar acara berjalan lancar, tetapi mereka lupa kalau para penari juga punya hak untuk tampil dan menghibur penonton.
Dari sekian peserta yang mengikuti karnaval ini, aku sangat terkesan dengan penampilan komunitas masyarakat Batak. Mereka menampilkan tarian khas masyarakat Batak lengkap dengan baju adat, aksesoris, dan mengenalkan asal mereka. Seperti dari Batak Simalungun, Batak Dairi, Batak Toba, Batak Mandailing, dan Batak Pakpak. Sepanjang perjalanan menuju Lapangan Pancasila, Simpang Lima mereka terus menari dengan diiringi lagu-lagu Batak. Tidak lupa mereka melempar senyum, memberi salam, dan mengajak warga untuk menari bersama mereka. Bagiku ini sungguh penampilan yang luar biasa.
Patung Ogoh-Ogoh berada di barisan belakang rombongan karnaval. Terdapat empat Patung Ogoh-Ogoh dalam karnaval pagi itu. Patung Ogoh-Ogoh menjadi bagian perayaan yang Hari Raya Nyepi di Kota Semarang yang diinisiasi oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Semarang. Patung Ogoh-Ogoh merupakan sebagai representasi Bhuta Kala sebagai sosok yang besar dan menakutkan.
Di sepanjang Jalan Pandanaran warga tampak antusias melihat karnaval ini. Banyak warga menonton dari trotoar jalan. Bahkan para pengguna jalan sengaja berhenti di tengah jalan untuk melihat dan mengabadikan momen Pawai Ogoh-Ogoh ini. Banyak pengendara mobil mobil sengaja membuka kaca mobil mereka untuk merekam kemeriahan karnaval ini. Di kawasan Tugu Muda terlihat sejumlah warga yang memotret dari atas pondasi lampu penerangan jalan.
Jembatan penyeberangan yang ada di Jalan Pandanaran sudah dipenuhi dengan warga yang ingin memotret karnaval dari atas jembatan. Di kawasan Lapangan Pancasila para peserta sudah disambut warga yang sudah menunggu sejak pagi. Panasnya terik matahari tidak mengurangi antusiasme warga untuk memeriahkan Karnaval Seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-Ogoh Kota Semarang ini.
Baca Juga: Bubur India di Masjid Jami Pekojan
Sebuah panggung besar telah tersedia di tengah Lapangan Pancasila. Seluruh peserta karnaval sudah tiba. Termasuk empat patung ogoh-ogoh yang dibawa oleh kelompok masyarakat. Bapak Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang naik ke atas panggung untuk menutup kegiatan karnaval ini.
Acara karnaval ditutup dengan tari yang bercerita tentang asal usul Candi Prambanan yang dipentaskan oleh para penari dari Sanggar Tari Saraswati. Penampilan tari ini diiringi oleh alat musik gamelan khas Bali. Sebelum pentas dimulai, para pemain alat musik membasuh wajah mereka menggunakan air yang sudah diberi doa. Mungkin ini sebagai doa dan harapan agar acara bisa berjalan dengan lancar.
Alunan musik gamelan ini sangat nyaman untuk didengarkan. Termasuk suara seorang laki-laki dengan logat bahasa Bali yang bertugas sebagai seorang sinden dalam pementasan tersebut. Para penari didominasi oleh anak-anak yang masih berusia belasan tahun.
Semua acara selesai ketika hari mulai beranjak siang. Lapangan Pancasila terasa begitu terik. Aku senang karena bisa berkesempatan mengikuti acara karnaval ini. Selain itu, aku sangat senang bisa berjalan kaki di trotoar dan jalan yang ada di Kota Semarang. Area trotoar sangat nyaman untuk berjalan kaki. Total aku berjalan kaki sekitar 8-9 km.
Selama ini Kota Semarang dikenal sebagai salah satu kota yang memiliki tingkat toleransi yang tinggi. Jarang terjadi gesekan antar umat beragama. Bahkan walikota sebelum membantu perizinan dalam proses pembangunan gereja. Karnaval ini juga bertujuan untuk nguri-nguri budaya dan seni. Acara seperti ini bisa menjadi hiburan dan bentuk toleransi dalam sebuah kehidupan masyarakat. Toleransi terus dikenalkan dalam kehidupan bermasyarakat, hingga pada akhirnya toleransi akan terus hidup dalam kehidupan bermasyarakat.
Cerita dari Semarang
Pawai Ogoh-Ogoh
30 April 2023
48 comments
Sayang banget ya mas, imbas dari acara yang gak tepat waktu malah ke peserta karnaval yang harus batal melakukan pertunjukan seninya. Sudah korban waktu, korban tenaga dan tentunya korban finansial juga untuk bisa berada dan berpartisipasi di eventnya, malah ga dapat slot untuk pertunjukan.
sangat disayangkan hal seperti ini masih terjadi. Memang seharusnya acara bisa dimulai sesuai dengan urutan yang disiapkan. Kemudian acara sambutan tidak perlu lama dan tidak perlu banyak tokoh yang memberikan sambutan. Mungkin tradisi seperti ini masih dianggap wajar oleh kebanyakan orang.
Untuk acara lumayan besar sayang aja kalau panitia persiapannya ga maksimal..memang di lapangan kadang sering terjadi human error’, kasian aja para peserta yang ga bisa memperlihatkan penampilan mereka…udah persiapan..ngantri lama..eeh di persilahkan lanjut jalan…
Yaa sangat disayangkan sih, seharusnya kesalahan mendasar bisa dicegah. Salah satunya adalah acara dimulai tepat waktu.
Apakah acara ini di stiap tahunnya selalu telat dimulai, vai ?
Sayang ya, kelompok yg tdk bs tampil, jd ga pny dokumentasi yg cantik saat mereka ssg perform..
Acara telat dimulai karena ada pejabat yang telat hadir menjadi hal yang sering kita lihat kak feb. Hal itu dianggap wajar. Meskipun hal itu sebaiknya tidak terjadi.
mereka sudah latihan dan mempersiapkan segalanya, tapi sayang ga bisa tampil karena kesalahan yang tidak mereka perbuat.
Ini keren banget si, karnaval pawai ogoh-ogohnya bisa jadi salah satu destinasi wisata tahunan ya. Dan sayang kelakuan telat para pejabat gak ilang-ilang mau di mana pun acaranya, kasian untuk peserta yang gagal tampil.
Acara ini s7dah masuk dalam agenda tahunan maa. Cuma pas pandemi ditiadakan.
Kebiasaan datang terlambat para pejabat memang jadi kebiasaan yang buruk, yang tanpa disadari beri dampak buruk kepada peserta acara. Yaa semoga kebiasaan ini bisa hilang.
Padahal ini acaranya besar banget, ya. Menyatukan beragam Budaya dan Agama, tapi sayang kurang maksimal. Awalnya antusias banget rasanya seakan2 ada di sana pas baca cerita ini. Eh malah ngerasa kecewa juga waktu jahtilan sama penari gak jadi pentas.
Jelas kecewa dong mereka karena itu momen bersejarah bagi mereka, latihan juga memakan waktu 🙁 dah happy mau tampil malah gajadi
Yaa seperti itulah, telatnya acara tanpa disadari membawa negatif bagi peserta. Harapannya tidak ada lagi acara yang molor dan bisa dimulai tepat waktu. Kemudian tidak ada pejabat yang berlama-lama dalam memberikan sambutan.
Seru ya mas bisa nonton karnavan gini, meskipun rame, sumpek dan panas-panasan tapi tetep maju ngikutin para peserta karnaval saya pun nggak sabar pengen nonton karnaval sama anak, nunggu 17 agustusan dulu.
Tapi sayang banget ya mas, karena banyak peserta yang nggak bisa tampil padahal mereka pasti berlatih keras demi bisa tampil di karnaval. Eh malah nggak jadi tampil, kecewa banget sih pasti…
Bener banget mbak astria. Karnaval macam ini memang selalu ditunggu warga. Kemarin ada semarang night carnival di semarang, tapi aku ga ikut motret sih. Malah asyik ngobrol sama teman-temanku.
Dari raut mukanya terlihat sangat kecewa. Pengaturan acara kemarin kurang maksimal. Jadi banyak hal-hal yang terlewatkan.
Keren nih Mas acara budayanya.
Ya betul, selama pandemi banyak acara-acara terbuka seperti begini ditiadakan. Syukur deh sekarang sudah kembali normal.
Mas, foto-fotonya keren. Saya menikmati foto-fotonya serasa mengikuti langsung acara budaya tersebut.
Salam persahabatan,
Acar kemarin juga untuk menutup libur panjang lebaran dan dalam rangka menyambut Hut kota semarang om 😀
Makasih banyak om. Semoga suka dengan foto-fotonya
Wah ada pawai ogoh-ogoh di Semarang! Menarik sekali!!
Terus terang sejauh ini, saya baru tahu hehe..karena selama ini saya tahunya ogoh-ogoh itu identik dengan Bali dan ogoh-ogoh hanya ada disana, ternyata ada ogoh-ogoh di tempat lain juga.
Dan, cerita di tulisannya menurut aku ada kandungan rasa sedih dan kecewanya ya… Dimulai dari molornya waktu dimulainya karnaval yang berimbas pada peserta karnaval juga para penarinya.
Bagus sekali ada tulisan yang mengangkat hal seperti yang mas vay tulis ini, semoga bisa menjadi pembelajaran ke depannya untuk siapapun terutama para pemimpin, mereka yang diberikan amanah lebih, untuk lebih dapat menghargai waktu hingga psikologi jiwa-jiwa manusia.
Dan seperti biasa tulisan mas vay selalu dilengkapi dengan foto yang mumpuni alias bagus bin mantap, pakai kamera apa btw hehe..
Acara ini kerjasama dengan organisasi agama hindu yang ada di semarang. Tidak termasuk dalam ritual hari raya nyepi seperti yang ada di Bali. Acara ini lebih ke mengenalkan budaya, mengajak berbuat kebaikan, dan mencegah keburukan yang disimbolkan dalam bentuk patung ogoh-ogoh.
Aku bertemu dengan beberapa orang yang tampak kecewa karena acara molor dan beberapa penampilan tidak maksimal. Mungkin banyak yang fokus pada kelancaran acara, tapi kesalahan seperti ini sering terjadi. Jadi tidak ada salahnya untuk diingatkan agar kelak panitia bisa mengatur acara dengan baik.
Kemarin pakai kamera fujifilm mbak anni. Kebetulan dapat kesempatan dan lokasi foto yang cukup baik.
Makasih mbak anni 😀
Beberapa waktu lalu aku sering motret ogoh-ogoh di Malioboro, sekarang jarang banget hahahahah
Sesekali tonton keramaian pawai ogoh-ogoh macam ini mas 😀
Acaranya keren, pemeran lintas budaya, didukung oleh berbagai elemen Masyarakat dan Agama, sungguh sangat majemuk sekali, dan sangat senang sekali menyaksikan hal seperti ini, Itulah Semangat Indonesia, walau berbeda dari Ujung Barat hingga Ujung Timur, tapi kita semua tetaplah satu dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.
Yaa memang seharusnya begini. Masyarakat harus hidup secara berdampingan dan penuh toleransi antar warga dan umat beragama
itu foto dari atas pakai drone kah fotonya mas
Foto dari atas jembatan mas 😀
Dan masyarakat bisa melihat kesenian tarian dari daerah lain, asik juga
asiknya kalau pagelaran karnaval kayak gini, kita jadi tau kalau budaya Indo itu bagus-bagus
di Jember, sejak pandemi dilonggarin, kegiatan tahunan Pemkab juga mulai aktif, kayak karnaval, pawai mobil hias, entah sudah ada berapa kali karnaval sampe aku sendiri lupa hahaha
Bener banget mbak ainun. Ini kesempatan untuk melihat kesenian, terutama yang berasal dari daerah lain. Khan biasanya kita mesti ke daerah tersebut. Makanya ini jadi kesempatan bagus buat masyarakat untuk tahu tentang kesenian. Baik dari kota sendiri, maupun kota lainnya.
Jember khan jadi pionir festival kostum yang ada di indonesia melalui jember fashion carnaval-nya. Kemudian diikuti oleh kota-kota lainnya. Termasum kota semarang melalui acara semarang night carnival yang diadakan tiap tahun dalam rangka hut kota semarang.
Kemarin jumat ada acara semarang night carnival, tapi aku ga nonton secara langsung 😀
Saya paling suka nonton karnaval lintas budaya gini, kayak liat Indonesia dalam satu pertunjukan gitu. Beruntung banget kita bisa tinggal di Indonesia dengan ragam budaya seperti ini 🙂
Karnaval seperti ini emang selalu seru dan menampilkan aneka kostum dan kesenian yang sangat menarik. Kita jadi melihat langsung kesenian atau kebudayaan dari sebuah daerah melalui karnaval macam ini.
Keren banget pawai lintas budaya ini, mulai dari Jawa, Bali, bahkan sampai Batak pun ada. Aku baru tahu kalau ada pawai ogoh-ogoh di Semarang, karena biasanya melihat pawai ogoh-ogoh di Bali saat menjelang Nyepi. Karen dan harus dipertahankan ini sih.
Tapi sayang banget ya, acara sebagus itu tapi panitia gak prepare maksimal mulai dari telat mulai sampai audio yang bermasalah (yang harusnya bisa diantisipasi kalau sebelumnya dicek dulu). Semoga kedepannya ada perbaikan dan pawainya lebih meriah lagi.
Pawai ogoh-ogoh di semarang lebih ke keseniannya. Bukan sebagai bagian dari perayaan hari raya nyepi seperti di bali. Makanya waktu pelaksanaannya bisa berbeda dengan pawai ogoh-ogoh di bali.
Persiapan setiap acara memang harus diperhatikan agar hal detail dan penting seperti ini ga boleh terlewatkan.
Setelah pandemi akhirnya ada pawai dan karnaval lagi ya. Semoga pawai ogoh-ogoh yang melambangkan toleransi dan kerukunan warga di kota Semarang ini bisa ditiru oleh kota2 lainnya.
Setelelah pandemi babyak kegiatan mulai diselenggarakan lagi. Termasuk karnaval atau festival kesenian dan musik. Semarang memang dikenal sebagai kota yang punya toleransi yang tinggi.
Sangat disayangkan banget untuk beberapa penari yang gagal tampil, padahal untuk membuat persiapan dan sebagainya pasti gak mudah.. Waktu baca bagian ini aku ikutan kesel hehe, kenapa bisa gagal tampil? Padahal itu bisa jadi momen bagi mereka memperkenalkan budaya yang ada di Indonesia kepada para generasi muda
Banyak fotografer yang menyayangkan hal tersebut kak. Mereka tidak bisa mendapatkan foto yanh bagus. Tentu saja pementasan adalah sesuatu yang selalu ditunggu oleh seniman.
Sedih banget acara sebagus ini panitianya tidak mempersiapkan dengan baik, kasian yang nggak jadi tampil. Harusnya sih mereka tetap diberi waktu untuk tampil walaupun sebentar tapi audionya aja bermasalah ya.
Pas ke Semarang aku lihat banyak gereja bagus-bagus, jadi setuju sih kalau Semarang disebut kota dengan toleransi yang tinggi.
Mungkin banyak yang melihat acara berjalan dengan lancar, tetapi banyak hal-hal detail yang terlewatkan begitu saja. Koordinasi panitia memang sangat kurang saat itu.
Beberapa gereja termasuk dalam bangunan cagar budaya yang dilindungi. Seperti gereja blenduk, gereja gedangan, dan katedral semarang. Semarang memang diakui punya toleransi yang tinggi.
Bagus. Budaya begini memang perlu dilestarikan agar tidak punah. Di daerah saya ditampilkan pada saat pesta budaya Kerinci sekali satu tahun. Terima kasih telah berbagi informasi, Mas.
Acara kemarin juga masihbsatu rangkaian dengan acara peringatan hut kota semarang yanh jatuh pada tanggal 2 Mei.
Baru tahu banget kalau di Semarang ada pawai Ogoh-ogoh, sayangnya ga maksimal ya acaranya. Harusnya memang panitia mempersiapkan dengan baik, Semoga di Jakarta bisa ada pawai kek gini juga
Pawai ogoh-ogoh rutin diadakan di semarang. Tahun ini juga diadakan dalam rangka menyambut hut kota semarang yang jatuh pasa tanggal 2 mei.
Acara molor dan panitia yang tidak maksimal memang sering ditemui dalam sebuah acara. Walaupun semua itu sangat mengganggu.
Mungkin bulan depan banyak karnaval di jakarta dalam rangka hut jakarta.
Sayang banget ya persiapan panitianya gak maksimal. Btw, Festival Ogoh-Ogoh ini juga ada di Provinsi Lampung loh Mas, salah satunya di Kebupaten Lampung Tengah yang punya banyak warga keturunan Bali beragama Hindu di sana.
Wah, aku baru tahu kalau ada perantauan dari bali di lampung, khususnya lampung tengah.
Benera mas firdaus, acara molor bawa dampak lain pada acara dan peserta.
Wah ada pawai ogoh-ogoh di Semarang! Menarik sekali!!
Terus terang sejauh ini, saya baru tahu hehe..karena selama ini saya tahunya ogoh-ogoh itu identik dengan Bali dan ogoh-ogoh hanya ada disana, ternyata ada ogoh-ogoh di tempat lain juga.
Dan, cerita di tulisannya menurut aku ada kandungan rasa sedih dan kecewanya ya… Dimulai dari molornya waktu dimulainya karnaval yang berimbas pada peserta karnaval juga para penarinya.
Bagus sekali ada tulisan yang mengangkat hal seperti yang mas Vay tulis ini, semoga bisa menjadi pembelajaran ke depannya untuk siapapun terutama para pemimpin, mereka yang diberikan amanah lebih, untuk lebih dapat menghargai waktu hingga psikologi jiwa-jiwa manusia.
Dan seperti biasa tulisan mas vay selalu dilengkapi dengan foto yang mumpuni alias bagus bin mantap, pakai kamera apa btw hehe..
Acara ini kerjasama dengan organisasi agama hindu yang ada di semarang. Tidak termasuk dalam ritual hari raya nyepi seperti yang ada di Bali. Acara ini lebih ke mengenalkan budaya, mengajak berbuat kebaikan, dan mencegah keburukan yang disimbolkan dalam bentuk patung ogoh-ogoh.
Aku bertemu dengan beberapa orang yang tampak kecewa karena acara molor dan beberapa penampilan tidak maksimal. Mungkin banyak yang fokus pada kelancaran acara, tapi kesalahan seperti ini sering terjadi. Jadi tidak ada salahnya untuk diingatkan agar kelak panitia bisa mengatur acara dengan baik.
Kemarin pakai kamera fujifilm mbak anni. Kebetulan dapat kesempatan dan lokasi foto yang cukup baik.
Makasih mbak anni
Memang kalau sudah acara besar, run down acara harus dibuat sedemikian rupa, agar
tidak meleset. Kalaupun meleset, tidak terlalu jauh dari waktu yang seharusnya.
Saya sempat membaca sekilas ada jadwal yang molor saat karnaval ini di medsos. Rupanya Mas Rivai, hadir di acara tsb hehehe…
Panitia perlu mengatur rundown agar berjalan dengan baik. Pengisi acara juga perlu tertib dan tepat waktu.
Kebetulan mas ris. Emang niat nonton dan cari foto kegiatan.
Lah udah siap2 malah gak dikasih mentas… Gimana sih panitia
Panitiannya kurang persiapan dan kurang profesional.
jadi ingat dulu waktu di jogja sering nonton acara yang mirip seperti ini di jogja sama ayah,,,
TIdak hanya di bali, pawai ogoh-ogoh seperti ini juga diadakan di kota lainnya.