Menyusuri Sungai Sesayap menjadi bagian terakhir dalam perjalanan menuju Kabupaten Tana Tidung. Tidak ada pilihan lain, selain menyusuri Sungai Sesayap. Masih dibutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan untuk tiba di Kabupaten Tana Tidung. Sambil menunggu kapal siap, aku jadi teringat perjalanan hari ini. Perjalanan panjang yang akhirnya membawaku sudah berada di Pelabuhan Tarakan.
Kami sudah memulai perjalanan sebelum matahari memang belum terbit, tetapi kehidupan orang-orang di kota Jakarta dan sekitarnya sudah berjalan. Tanpa sebuah komando, mereka bergerak dengan sendirinya sebagai sebuah rutinitas. Kota-kota di Jakarta dan sekitarnya memang selalu bergerak lebih awal. Bahkan pagi itu jalan tol dalam kota sudah dipenuhi dengan laju kendaraan. Termasuk bus yang membawa kami menuju Bandara Soekarno-Hatta.
Bandara Soekarno-Hatta sudah dipadati dengan segala aktivitas penumpang dan petugas bandara. Semuanya terlihat memakai masker dan menerapkan protokol kesehatan. Kami langsung menuju ke konter maskapai untuk urusan bagasi. Sebetulnya peralatan yang kami bawa tidaklah banyak dibandingkan biasanya. Sebagian besar peralatan dibawa oleh tim yang berangkat dari Kota Semarang.
Urusan bagasi telah selesai dan kami melanjutkan perjalanan menuju ruang tunggu Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Kami memang terbiasa melakukan penerbangan di jam pertama penerbangan. Oleh sebab itu, menikmati suasana pagi di bandara buka hal yang baru bagi kami. Penerbangan pagi membuat kami memiliki banyak waktu untuk beristirahat sebelum memulai pekerjaan pada keesokan harinya.
Pukul 06.15, kami berjalan memasuki pesawat yang sudah tersedia apron bandara. Semua penumpang tidak terburu-buru dan tetap menjaga jarak sesuai dengan anjuran petugas bandara. Namun, masih saja ada penumpang yang terburu-buru agar bisa segera masuk ke dalam pesawat. Mereka akhirnya melambat dan mengikuti arahan petugas. Sepertinya pandemi mengajarkan kita sebagai penumpang untuk tertib dan antri ketika naik ke pesawat.
Transfer di Bandara Sepinggan, Balikpapan
Penerbangan menuju Bandara Sepinggan, Balikpapan akan membutuhkan waktu sekitar dua jam perjalanan. Selama penerbangan cuaca cerah dan tidak ada kendala. Saat itu aku mendapatkan bagian kursi tengah. Tidak leluasa melihat pemandangan dari arah jendela pesawat. Meskipun begitu aku masih bisa melihat pemandangan Laut Jawa dan hutan Pulau Kalimantan. Aku melihat pantai yang berada di sekitar Bandara Sepinggan, Balikpapan. Pantainya bersih dengan hamparan pasir putihnya dan beberapa perahu nelayan yang sedang bersandar.
Kota Samarinda memang jadi ibukota Provinsi Kalimantan Timur, tetapi Kota Balikpapan menjadi kota yang lebih maju dan modern di provinsi ini. Bandara Sepinggan, Balikpapan terlihat sangat megah dan besar. Tidak salah bandara ini menjadi bandara internasional dan bandara yang penting di Pulau Kalimantan. Bandara ini juga melayani beberapa penerbangan perintis menuju kota dan kabupaten yang berada di Pulau Kalimantan. Salah satunya Kota Tarakan di Kalimantan Utara.
Baca Juga: Perjalanan Pulang ke Semarang
Siang itu bandara terlihat sangat lengang. Mungkin ini dampak dari pandemi virus korona. Jadwal penerbangan dibatasi dan mobilisasi penumpang masih sedikit. Kami singgah sekitar dua jam sebelum berganti pesawat dan melanjutkan penerbangan menuju Bandara Juwata di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Selang beberapa menit, rombongan tim dari Semarang tiba di Bandara Sepinggan, Balikpapan.
Perjalanan mereka berangkat dari Semarang menuju Balikpapan lebih panjang dibandingkan kami. Semalam mereka berangkat dari Semarang menuju Surabaya melalui jalur darat. Tidak ada penerbangan langsung dari Semarang menuju Balikpapan. Maka dipilihlah penerbangan pagi dari Surabaya menuju Balikpapan. Aku senang bisa berjumpa dengan mereka. Mereka masih terlihat sehat, meskipun telah melalui perjalanan yang panjang dan melelahkan.
Transfer di Bandara Juwata, Kota Tarakan
Kami sudah berada di pesawat yang akan membawa kami menuju Kota Tarakan. Penerbangan akan ditempuh selama satu jam perjalanan. Pesawat dipenuhi dengan penumpang. Hanya ada beberapa rombongan kami yang duduk secara berdampingan. Yang lainnya duduk secara menyebar dan terpisah. Salah satunya adalah aku. Aku duduk bersebelahan dengan seorang ibu-ibu, namanya Ibu Sri. Ibu Sri hendak pulang ke tempat perantauannya di Kota Tanjung Selor, ibukota Provinsi Kalimantan Utara. Sedangkan Ibu Sri berasal dari Blora. Kota kelahiran sastrawan terbesar dari Asia, Pramoedya Ananta Toer.
“Saya sudah merantau di Tanjung Selor lebih dari 15 tahun, Mas. Awalnya ikut tetangga,” jelas Ibu Sri. Di Kota Tanjung Selor, Ibu Sri dan suaminya membuka sebuah warung makan. Menunya mirip dengan warung tegal (warteg) yang ada di Pulau Jawa. Mereka bilang bahwa di Tanjung Selor banyak perantauan orang Jawa, khususnya dari Jawa Timur. Ibu Sri pulang ke Blora karena sudah lebih dari lima tahun tidak pulang. Kebetulan ada pelonggaran perjalanan, sehingga menyempatkan diri untuk mudik. “Sekali pulang ongkosnya mahal, Mas. Jadi tidak bisa pulang tiap tahun,” ujar Ibu Sri sambil tersenyum.
Pesawat berhasil mendarat dengan aman di landasan Bandara Juwata, Tarakan. Aku berpisah sama Ibu Sri dan suaminya. Udara panas langsung menyergap kami begitu keluar bandara. Kami akan melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Tarakan yang berjarak sekitar 5 kilometer dari bandara. Setelah menunggu sekitar 20 menit, kendaraan yang akan mengantarkan kami ke pelabuhan datang. Aku kira sebuah angkot, tapi ternyata sebuah truk angkut milik tentara yang telah disewa oleh temanku.
Truk tentara melaju dengan kecepatan sedang di jalanan utama kota yang terdiri dari dua lajur. Siang itu jalan Kota Tarakan terpantau ramai lancar. Beberapa kali kami melewati persimpangan lampu lalu lintas. Beberapa temanku memilih berdiri di bagian belakang truk. Warga terlihat keheranan melihat kami yang menumpang truk milik tentara ini. Aku mendapatkan pengalaman menumpang truk tentara di kota orang. Setelah 20 menit akhirnya kami tiba di Pelabuhan Tarakan. Kami turun tepat di depan terminal keberangkatan pelabuhan.
Pelabuhan Tarakan menjadi salah satu pintu masuk keluar yang penting bagi warga Kota Tarakan. Kota Tarakan berbentuk sebuah pulau dan letaknya terpisah dari Pulau Kalimantan. Pelabuhan ini melayani beberapa pelayaran menuju kota-kota yang ada di Kalimantan Utara, seperti Tanjung Selor, Nunukan, Malinau, dan Tana Tidung. Tidak hanya itu, pelabuhan ini juga melayani rute ke kota-kota di luar Pulau Kalimantan, seperti Pare-Pare, Surabaya, dan Kupang.
Menuju Kabupaten Tana Tidung
Temanku sedang mengurus kapal yang akan membawa kami menuju Tana Tidung. Sembari menunggu, kami menyempatkan diri untuk memakan nasi bungkus yang dibeli dari seorang ibu-ibu pedagang yang ada di pelabuhan. Kami belum makan nasi sejak berangkat dari Bekasi. Hanya makan roti yang kami beli di Bekasi. Kapal cepat sudah tersedia di dermaga. Kami mulai masuk ke kapal secara bergantian. Kami mesti berhati-hati karena adanya ombak besar di sekitar dermaga.
Kapal sudah meninggalkan dermaga dan mulai menyusuri Sungai Sesayap. Perjalanan menuju Kabupaten Tana Tidung akan menghabiskan waktu sekitar dua jam perjalanan. Di kapal disediakan jaket keselamatan. Jumlahnya sesuai dengan jumlah penumpang. Kapal ini memakai dua mesin dengan kekuatan masing-masing 150 HP (horse power). Suaranya sangat memekakkan telinga. Aku yang duduk di bagian belakang tidak bisa berbicara dengan temanku secara nyaman. Beberapa temanku memilih untuk tidur selama perjalanan. Sedangkan aku memilih untuk tetap terjaga dan menikmati perjalanan menyusuri Sungai Sesayap.
Obrolan kami pun tertelan oleh suara mesin kapal. Tidak jarang kami mesti berteriak ketika bicara sesuatu. Ombak dan arus sungai membuat kapal kami mengalami guncangan. Transportasi sungai menjadi hal yang penting di Pulau Kalimantan. Banyak desa atau wilayah yang hanya bisa dicapai dengan menggunakan kapal atau perahu.
Baca Juga: Lawatan ke Tebing Tinggi
Sungai Sesayap menjadi salah satu sungai penting di Kalimantan Utara. Sungai ini menjadi jalur transportasi sungai yang menghubungkan Kota Tarakan dengan berbagai kota dan kabupaten lainnya di Kalimantan Utara. Seperti Kota Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung.
Kami mulai melihat area permukiman yang berada di kejauhan. Setelah selama perjalanan kami lebih sering melihat area perkebunan kelapa sawit dan tambak milik warga. Area dermaga Pelabuhan Tideng Pale sudah terlihat. Kapal mulai melambat dan bersiap untuk bersandar ke dermaga.Dermaganya tidak besar dan masih terbuat dari kayu.
Sebuah kapal dengan tujuan Kota Malinau memberi salam kepada kami yang baru saja bersandar. Mereka masih membutuhkan waktu sekitar dua jam lagi untuk tiba di Kota Malinau. Dari pelabuhan kami akan menuju ke sebuah rumah yang telah kami sewa untuk tempat tinggal selama berada di Kabupaten Tana Tidung.
Waktu telah menunjukkan pukul 15.15 begitu kami tiba di Pelabuhan Tideng Pale. Perjalanan panjang yang dimulai dari Bekasi pada pukul 03.30 akhirnya bisa tiba di Kabupaten Tana Tidung dengan selamat. Perjalanan semakin melelahkan karena mesti transfer dan berganti moda transportasi. Namun, bagiku perjalanan ini sangat menyenangkan karena dalam perjalanan ini aku bisa memanfaatkan tiga jalur transportasi–darat,laut, dan udara–dalam satu perjalanan. Terutama menyusuri Sungai Sesayap untuk menuju Tana Tidung.
Cerita dari Tana Tidung
Oktober 2021
48 comments
Kak Rivai meski terbilang cukup sering naik kapal, aku penasaran apakah Kakak merasa mual ketika naik kapal atau tidak? Kalau aku termasuk golongan orang yang mual ketika naik kapal, mungkin tergantung ukuran kapalnya juga ya. Kalau sebesar cruise mungkin nggak mual, tapi karena belum pernah coba naik cruise jadi nggak bisa memastikan wkwk
Perjalanan yang panjang menuju Tana Tidung~ 12 jam di perjalan! Jauh sekali :’) tadinya aku pikirketika melihat judulnya, lokasi ini adanya di Pulau Tidung yang ada di Kepulauan Seribu hahaha
Sekarang sudah jarang merasa mual. Dulu pernah sampai mabuk ketika dalam perjalanan ke Jepara-Karimunjawa. Kalau sekarang lebih aman. Ukuran kapal jadi salah satu penyebabnya. Penyebab lainnya adalah ombak besar, kondisi kesehatan yang kurang fit. Pengen naik kapal lagi 😀
Yaa lumayan jauh, sekitar setengah hari dengan berganti beberapa moda transportasi. Ke Pulau Tidung ga perlu waktu selama 12 jam juga 😀
Asyik ya, kerjanya sambil jalan-jalan..
Bisa nih, kalo suatu saat dibuat buku dari kisah-kisah unik yg mungkin ditemuin pas di tengah perjalanan..
Kayak iqbal..hehe..
Nice post!
Belum kepikiran untuk bikin buku. Ditulis di blog biar terdokumentasi dengan baik 😀
berjam jam hanya diganjal roti, pasti bukan orang indonesia 😀
Mungkin sudah terbiasa 😀
Perjalanan yang panjang pasti aslinya lebih seru. Ketemu dan ngeliat banyak orang baru, kadang bisa dengar atau tuker cerita tipis-tipis kaya Bu Sri. Mas Vai besok² kalau lagi perjalanan bawa cemilan yg banyak jgn cuma roti
Bagi orang perantauan, ngobrol dengan orang yang berasal dari daerah yang sama itu seperti obat penawar rindu kampung halaman. Di tana tidung aku juga sering ketemu orang jawa. Pulau kalimantan memang dikenal sebagai tanah perantauan bagi orang jawa.
Siap kak ser. Kemarin rotinya ada banyak sih. Jadi lumayan buat pengganjal perut sebelum ketemu nasi bungkus di pelabuhan tarakan 😀
Momen” jalan jalur air” itu jarang banget di dapat ya. Apalagi seperti Kalimantan yg memang kebanyakan lewat sungai..kalo cuman tidur aja rasanya sayang banget di lewatkan walaupun menempuh jarak ratusan kilo pastinya cape banget
Transportasi sungai memang biasa ditemui di kalimantan. Bagi warga yang tinggal di pesisir, perahu menjadi sebuah kebutuhan. Kalau badan tidak capek tidak ada salahnya tetap terjaga untuk menikmati perjalanan
Mantep banget ya perjalanannya, saya sering naik kapal (nyeberang Sungai Musi) kalo pulang kampung ke salah satu desa di pedalaman Sumatera Selatan. Meskipun nyeberang Sungai Musinya cuma 10-20 menitan untuk sampai ke kampung halaman, tapi selalu menjadi kenangan yang gak bisa dilupain banget ketika naik kapal di sungai tuh, hehe. Dan emang, kalo naik kapal enaknya liat pemandangan kayak yang Mas Vay lakuin di perjalanan daripada tidur hehe.
Perahu memang jadi alat transportasi utama bagi warga yang tingga di pesisir mas dayu. Aku juga pernah naik perahu menyusuri sungai musi. Saat itu aku sedang menuju ke Pulau Kamaro. Apalagi kalau berpapasan dengan warga lain, pasti langsung saling menyapa 😀
Lengkap sudah perjalanannya, mas. Udara-Darat-Laut hahhahhha
Di manapun kita berada, sering bertemu dengan orang-orang baru tapi rasanya sudah seperti saudara. Mereka merantau lama, lantas bertemu dengan kita sebagai pendatang baru. Suasananya pasti seru
Iyaa mas, lengkap dan akhirnya merasa kelelahan..wkwkwk
Sering ketemu dengan para perantau dari jawa dan kesannya selalu seru. Kadang diselipkan kerinduan mereka tentang kampung halamannya
Pasti perjalanan yang sangat melelahkan ya (khususnya buat saya yang gak pernah naik pesawat).
Dari jam 3 pagi sampe jam 3 sore. Naik pesawat, truk, kapal. Aih pastilah kalo saya sudah demam setelah perjalanan.
Tapi saya yakin bagi mereka yang demen perjalanan jauh pasti sayangan menggembirakan. Dan pada akhirnya lelah pun terbayarkan.
Untuk nama daerahnya saya benar-benar asing semua. Hanya balikpapan saja yang kenal. Selama ini baru memijakan kaki di pulau jawa dan sumatra. (Ahaha jadi malu)
Tidak hanya pesawat, perjalanan darat juga sangat menyenangkan kok mas. Kalau pakai kendaraan pribadi bisa berhenti sesuka hati 😀
Beberapa kota di Pulau Kalimantan memang jarang terdengar. Sedikit pemberitaan, meskipun tempat tersebut sangat menarik untuk dikunjungi.
makasih mas Nuhid sudah singgah di sini 😀
Nah, daerah yang masih belum banyak diberitakan ini sangat membutuhkan blogger-blogger seperti MasVay nih.
Selain hanya untuk liburan juga bisa untuk promosi dan membuka peluang pariwisata di daerah tersebut.
Aku hanya menceritakan pengalaman yang aku temui mas. Ini juga bukan sebuah perjalanan wisata. Tapi memang menyenangkan bisa datang di tempat baru.
Makasih mas Nuhid 😀
Tidak ada habisnya pengalaman menarikmu Mas Bro, selalu keren semua perjalanan panjang itu, Sebelumnya Terima Kasih banyak Mas Broo, sudah menerima kami kemarin di Semarang, Semoga kedepan akan ada momen menyenangkan lagi, supaya kita dengan teman teman yang lain bisa kopdar bareng lagi.
Makasih mas Ruly, senang bisa ketemu.
Ditunggu untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya 😀
Tarakan, kota yang dulu bikin aku penasaran buat menginjakkan kaki disana, karena mantan pernah tugas disana wkwkwkwkwkwk. Duhhh kahh kok ya pas yang dibaca tentang Tarakan toh hahaha
terus Tarakan juga jadi salah satu pilihan kota buat nyebrang ke Pulau Maratua, pulau yang dulu aku list tapi belum kesampaian hahaha
senengnya kalau pas perjalanan jauh keluar pulau Jawa misalnya, aku ketemu sama orang orang yang ternyata sebenernya adalah orang Jawa, kayak ketemu sodara aja. Terus kalau ngomongnya mendadak jadi bahasa jawa kromo gitu hahaha
Waah, mantannya orang jauh juga. Ke tarakan memang ga bisa langsung sampai. 😀
Pelabuhan tarakan ini melayani banyak penyeberangan kapal. Banyak kapal yang bisa disewa untuk wisata ke pulau-pulau kecil yang ada di kalimantan.
Sering banget ketemu para perantau dari jawa. Secara otomatis langsung keluar bahasa jawa. kadang pakai ngoko dan kadang kromonya.
Baca cerita ini serasa nostagia saat perjalanan ke Tarakan. Menumpang pesawat dari Sby ke Balikpapan. Singgah di bandara Sepinggan yang megah, lanjut pesawat ke Tarakan. Begitu juga menuju pelabuhan, bedanya bang Rivai menuju Tana Tidung, aku menuju Derawan 😀
Menyenangkan sekali perjalanan kala itu, menuju tempat dengan suasana yang sangat berbeda dengan suasana di Pulau Jawa. Semenyenangkan itu menginjakkan kaki di tempat baru 🙂
Tarakan memang jadi pintu masuk untuk pulau-pulau kecil yang ada di sekitar kalimantan. Termasuk pulau derawan. Kemarin juga sempat ditawari kapal untuk menuju ke sana.
Setuju banget, menemukan suasana beda dengan yang biasa kita alami dan lihat itu sangat menyenangkan
Selalu saja menarik, rapi dan juga tertata cerita mas Vay ini.
Cerita tentang perjalanan memang hampir selalu menyuguhkan pengalaman seru dan mengasyikkan, tak terduga juga penuh kejutan.
Sebagai contohnya, pertemuan dengan orang baru. Senang aku baca cerita tentang pertemuan sekilasnya dengan Ibu Sri.
Happy working sambil jalan-jalannya, ikut seneng banget.
Makasih kak Anni. Di banyak tulisanku sering bercerita tentang orang yang aku temui dalam perjalanan. Bagiku sebuah perjalanan tidak hanya tentang destinasi, tapi juga tentang orang-orang yang ditemui dalam perjalanan. Mendengarkan cerita dari mereka itu sangat menyenangkan 😀
Jalur udara, lalu jalur air. Kalo aku sih udah gakuat itu, pasti sakit
Memang perlu jaga kesehatan kalau mesti perjalanan panjang kayak gini
Semua mode perjalanan dibabat. Ya darat, udara, air. Dan perjalanannya seharian sendiri. Nek aku wes mabok lemes dedes yak e, MasVay. Perlu mental baja dan kesehatan prima buat melakukan perjalanan seperti itu. Salut!!
Btw, Bu Sri jangan2 tetanggaan sama aku?
Nanti kalau sudah terbiasa, Mbak Esti bisa melaluinya dengan baik. Tahun 2020 aku juga pernah muntah di perjalanan karena kondisi kesehatan yang kurang fit. Tapi perjalanan panjang selalu memberikan kesan yang berbeda 😀
Mungkin aja, tapi masalahnya yang punya nama Sri juga banyak 😀
ya ampun, aku kira tadi tana tidung tuh kepulauan seribu, ternyata di Kalimantan yaa hahha. salut sama orang2 yang pergi2 pake penerbangan pertama ya, berangkat dari rumah tuh harus pagi buta, dan siap2 nya dini hari banget, gak kuattt, hahahaha… sempet ga habis pikir sama Bu Sri merantau dari Blora ke Kalimantan karena ikut tetangga, alhamdulillah bisa sukses juga ya mencari rezeki di tanah rantau
Namanya memang mirip dengan Pulau tidung. Penerbangan pertama untuk menghemat waktu dan melanjutkan perjalanan selanjutnya. Bisa dibilang berat sih. Kadang malamnya malah tidak tidur sama sekali 😀
Di Kalimantan banyak perantau dari jawa. Selalu menyenangkan bisa bertemu dengan para perantau, khususnya perantau dari Jawa 😀
Sungai-sungai di Kalimantan memang digunakan untuk saran transportasi utama masyarakat disana.
Mengenai Tidung, ini juga salah satu suku di Kalimantan sana, sepertinya masih dalam rumpun Suku Dayak.
bener mas ris. Banyak kapal yang menghubungkan daerah-daerah di sepajang sungai.
Termasuk rumpun dayak juga. Di beberapa desa terdapat gedung pertemuan suku dayak
Abis berapa ya ongkos nya mas???
Kebetulan lolos P3K KKP disana??
Sepertinya jauh sekali ya…
Apalagi kalo bawa anak kesana melelahkan sekali…
Bantu saran ny ya mas… Trimkasih
Aku tidak tahu ongkosnya berapa soalnya semua diurus oleh temanku. Kalau aku pas ada kerjaan di sana. Sekarang sudah selesai pekerjaannya.
Perjalanan penyeberangan di sungai sekitar 3 jam dengan kapal cepat. Ya pasti melelahkan bang, tapi nikmati saja,
Bisa ya mas Vai ngobrol sama penumpang sebelah di pesawat.. kalau sy di pesawat diam2an. Kalau di kereta atau bis, baru sering ngobrol
Lebih melihat siapa yang diajak ngobrol sih mas. Kalau dikira tidak memungkinkan yaa tidak mengajak ngobrol. Kalau bus dan kereta sudah biasa sih 😀
Wah luar biasa yah mas, bisa mengunjungi daerah-daerah Kalimantan yang jatang terdengar sama kami penduduk kota Jawa. kalo Tarakan sih masi familiar… Owya, saya juga pernah naik kapal cepat dari Palembang ke Bangka. Baru tau ternyata di wilayah Kalimantan,fasilitas ini ada juga yah. Seruuuu… Walaupun perjalanannya panjang & melelahkan.
Tarakan jadi kota transfer untuk melanjutkan ke kota atau pulau yang ada di sekitar kalimantan utara. Jadi transportasi laut menjadi hal yang penting di tarakan dan kalimantan. Merasa senang kalau melewati perjalanan panjang kayak gini. 😀
Perjalanan yang panjang dan melelahkan, tapi meninggalkan banyak momen ya mas.
Selalu suka jepretannya, terasa tenang gitu sama penasaran pemandangan Laut Jawa dan hutan Pulau Kalimantan. Nggak sempat difoto karena posisi di tengah ya mas?
Ga sempat foto ketika di kapal. Kondisinya tidak memungkinkan karena kapal melaju dengan cepat. Jadi yaa duduk santai dan nikmati perjalanannya aja. 😀
Wah momen capek dijalan kayaknya gak berlaku ya bagi kaka hehehe…. Tapi segalanya terbayarkan dengan pengalaman ke tempat yang tak pernah kita singgahi
Pernah merasa capek dalam perjalanan juga kok. Sebisa mungkin untuk jaga kesehatan selama perjalanan.
Aku belum pernah sih ngerasain sampe pake Bbrp macam transportasi darat, laut, udara sekaligus gitu . Pasti capek ya mas. Jadi inget cerita papa pas msh kerja di LNG tangguh Papua. Sama aja transportasinya darat laut udara utk sampai tujuan.
Ntah kenapa semakin kesini, aku semakin cari yang praktis dan cepat kalo soal transportasi, kayaknya ngaruh banget ke usia mas hahahahah
Yaa begitulah capek pasti terasa. Di daerah pedalaman, tambang, perkebunan sudah jadi hal yang biasa dengan menggunakan tiga moda transportasi sekaligus.
Mungkin karena sudah mendapatkan transportasi yang nyaman dan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Jadi bakal milih yang praktis menurut kita. Faktor usia juga ga berpengaruh banget kok. Nyatanya banyak orang dewasa yang masih melakukan roadtrip ratusan kilometer 😀
Abis berapa ya ongkos nya mas???
Kebetulan lolos P3K KKP disana??
Sepertinya jauh sekali ya…
Apalagi kalo bawa anak kesana melelahkan sekali…
Bantu saran ny ya mas… Trimkasih
Aku tidak tahu ongkosnya berapa soalnya semua diurus oleh temanku. Kalau aku pas ada kerjaan di sana. Sekarang sudah selesai pekerjaannya.
Perjalanan penyeberangan di sungai sekitar 3 jam dengan kapal cepat. Ya pasti melelahkan bang, tapi nikmati saja,