Menyusuri Sisi Lain Kota Lama

by Rivai Hidayat
kota lama

Setiap akhir pekan kawasan Kota Lama selalu dipadati oleh pengunjung dan wisatawan. Namun tidak dengan sore ini, kawasan yang terkenal dengan Gereja Blenduk-nya terlihat lengang karena hujan. Namun, hujan tidak menyurutkan niatku untuk mengikuti walking tour dengan rute Kota Lama menuju Masjid Jami Pekojan. Kami memulai perjalanan ketika peserta sudah berkumpul di waktu yang sudah ditentukan. Tak lama kemudian akhirnya hujan reda dan menyisakan jalanan yang basah.

Pada awalnya aku mengira bahwa walking tour di Kota Lama akan selalu diajak melewati rute dengan menampilkan kemegahan gedung dengan segala cerita sejarahnya. Ternyata aku salah, sore itu Mas Ary–selaku pencerita–membawa kami menyusuri jalan-jalan tidak biasa dilewati oleh wisatawan atau peserta walking tour pada umumnya. Ia mengajak kami melihat sisi lain dari kawasan Kota Lama. Bukan tentang kemegahan gedung-gedungnya. Namun, tentang lokasi yang sering terlewatkan oleh wisatawan, tapi sarat dengan cerita. Mas Ary sering menyebutnya dengan rute slum tourism.

Dari Taman Srigunting kami langsung diajak menuju sebuah sumur. Yup sebuah sumur, tapi ini bukan sumur biasa. Sumur yang termasuk bangunan cagar budaya yang ada di Kota Lama ini memiliki kedalaman 71 meter . Sumur ini merupakan satu dari dua sumur yang ada di kawasan Kota Lama. Pemerintah Hindia Belanda membangun sumur ini dengan tujuan sebagai upaya pencegahan wabah kolera. Seperti yang pernah terjadi pada abad 19. Pemerintah Hindia Belanda berusaha menyediakan air bersih di kawasan yang menjadi pusat kegiatan orang-orang Eropa di Kota Semarang.

Sumur di Kota Lama

“Sumur ini tidak pernah kering dan sering dimanfaatkan untuk kebutuhan warga. Salah satunya untuk mandi dan mencuci,” ujar Mas Ary. Dulu banyak sopir angkot yang mencuci angkot mereka di dekat sumur ini. Para penjual air juga mengambil air di  sini dan kemudian menjualnya kepada pelanggan. Sumur ini memang memiliki banyak manfaat bagi warga sekitar.
Baca Juga: Mendaki Gunung Ungaran Via Perantunan

Ketika terjadi kebakaran hebat di Pasar Johar pada tahun 2015, truk pemadam kebakaran hilir mudik di Kota Lama untuk mengambil air di sumur ini. Saat itu sumur ini menjadi salah satu pemasok air untuk memadamkan api di Pasar Johar. Setelah Kota Lama direvitalisasi pada tahun 2019, kendaraan bermotor tidak bisa memasuki ke area sumur ini. Bentuk yang sumur yang sekarang sudah berbeda dengan yang aslinya. Katrol untuk menimba sudah digantikan dengan mesin pompa air.

Restoran Pringsewu, Kota Lama

Kami melanjutkan perjalanan dengan menyusuri Jalan Gelatik. Kalau rute wisata biasanya akan melewati Jalan Letjen Suprapto kemudian mendengarkan cerita tentang Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel atau yang dikenal dengan nama Gereja Blenduk dan Gedung Jiwasraya. Gedung ini merupakan gedung pertama di Indonesia yang menggunakan lift. Gedung ini didesain oleh Thomas H. Karsten. Di ujung Jalan Gelatik kami menuju Jalan Kepodang. Tepat di persimpangan jalan terdapat Restoran Pringsewu.

Restoran Pringsewu dulunya merupakan kantor pusat Oei Tiong Ham Concern. Oei Tiong Ham merupakan seorang pengusaha gula asal Semarang dan salah satu orang terkaya di Asia pada masa itu. Oei Tiong Ham memiliki beberapa kantor cabang yang tersebar di berbagai negara. Dari tempat inilah kerajaan bisnis Oei Tiong Ham dikelola. Mulai dari bisnis gula, komoditas, jasa gadai, pos, hingga perbankan. Pesatnya Oei Tiong Ham Concern membuat beberapa bank luar negeri membuka cabangnya di kawasan Kota Lama, Semarang.

kota lama
Restoran Pringsewu bekas Oei Tiong Ham Concern

Bentuk bangunan Restoran Pringsewu masih mempertahankan bentuk asli bangunan. Bangunan ini termasuk dalam cagar budaya sehingga pemugarannya tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Di Restoran Pringsewu masih terdapat brankas milik Oei Tiong Ham. Brankas ini memiliki ukuran setinggi dua lantai bangunan. Pengunjung bisa melihat brankas bekas milik salah satu orang terkaya di Asia pada masanya.

Oei Tiong Ham sering mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satunya adalah orang keturunan Tionghoa yang boleh mencukur kuncir pada rambutnya dan diperbolehkan mengenakan pakaian berupa jas. Selain itu, Oei Tiong Ham juga diperbolehkan untuk tinggal di luar wilayah Pecinan. Wilayah yang dikhususkan untuk orang Tionghoa. Oei Tiong Ham juga diangkat sebagai seorang Mayor atau pemimpin untuk orang Tionghoa. Ia adalah mayor terakhir di kawasan Pecinan Semarang.

kota lama
Sekitar Restoran Pringsewu

Oei Tiong Ham mendapat julukan sebagai Raja Gula. Namun, beberapa sumber mengatakan bahwa yang menjadi sumber pemasukan terbesar dalam usahanya adalah perdagangan candu atau opium. Pada masa itu permintaan terhadap candu atau opium sangat tinggi. Menurut cerita Mas Ary yang disadur dari majalah National Geographic tahun 2015 mengatakan bahwa pendapatan dari perdagangan candu sekitar Rp96 miliar/tahun bila dikonversikan dengan jumlah uang di masa sekarang.

Oei Tiong Ham meninggal di Singapura pada tahun 1924 dalam usia 57 tahun. Sejak itu bisnisnya diwariskan oleh anak-anaknya. Seiring berjalannya waktu, bisnis gula mengalami kemerosotan hingga akhirnya mengalami kebangkrutan. Salah satu penyebabnya adalah perebutan harta warisan oleh para keturunannya. Semasa hidupnya Oei Tiong Ham memiliki delapan istri dan beberapa gundik. Oei Hui Lan menjadi anak yang paling disayang oleh Oei Tiong Ham . Pada tahun 1960, Presiden Soekarno menasionalisasi seluruh perusahaan Oei Tiong Ham.

Barang rongsok yang ada di sekitar Kota Lama
Menyusuri Pasar Ikan

Berbicara tentang Oei Tiong Ham memang tidak ada habisnya. Sosok ini menjadi orang berpengaruh pada masanya, memiliki daya tarik tersendiri, dan tidak bisa dipisahkan dari Kota Semarang. Akhirnya Mas Ary mengakhiri cerita tentang Oei Tiong Ham dan mengajak kami melanjutkan perjalanan menuju sebuah bekas pabrik pembuatan air minum kemasan pertama di Indonesia.
Baca Juga: Menyusuri Sungai Sesayap Tana Tidung

Dalam perjalanan itu, kami diajak memasuki sebuah gang yang di beberapa ruas jalannya dipenuhi dengan barang-barang bekas atau rongsokan. Sekilas pemandangan ini terlihat kumuh, tapi begitulah warga sekitar yang berprofesi sebagai pengepul barang rongsokan. Tidak jauh dari megahnya gedung-gedung di Kota Lama terdapat sebuah area yang dipenuhi oleh penjual dan pengepul barang rongsok. Di sini juga terdapat sebuah gang yang sangat padat dengan rumah yang saling berdempetan. Tidak ada ruang untuk sinar matahari masuk menyinari gang sempit ini.

Bekas pabrik minuman kemasan Hygeia

Faberik Hygeia

Pada kisaran tahun 1910 Tillema mendirikan sebuah pabrik air minum kemasan yang diberi nama Hygeia–yang berarti higienis atau bersih. Pabrik ini menjadi pemasok kebutuhan air minum bagi para orang-orang Eropa yang tinggal di Semarang. Pabrik ini pernah berjaya dan menguasai pasar air minum di Indonesia. Saat ini bekas bangunan pabrik masih berdiri kokoh, tapi tidak beroperasi lagi. Bekas pabrik ini terletak di area pasar ikan.

Cerita tentang pabrik air minum kemasan pertama di Indonesia menjadi bagian terakhir perjalanan kami di Kota Lama. Selanjutnya kami akan menuju Jalan K.H. Agus Salim dengan menyusuri Pasar Ikan Hias Semarang. Pasar ikan ini merupakan pasar ikan terbesar dan terlengkap yang ada di Kota Semarang. Harga ikan lebih murah dibandingkan dengan pasar ikan lainnya.

Cerita dari Semarang
Kota Lama
8 April 2023

You may also like

20 comments

Heni April 15, 2023 - 2:41 am

Saya ngebayangin Oei Tiong ham jadi seperti menonton cerita film “China jaman dulu,melihat suasana resto pringsewunya dan cerita tentang dia sebagai raja gula terkenal dan yang namanya masuk gang sama saja ya seperti di ibu kota,banyak tempat”kumuh di balik gedung”yang cantik, btw di Lampung juga ada satu kampung bernama Pringsewu,asal mula dari transmigran yg merantau ke Lampung jaman dulu

Reply
Rivai Hidayat April 15, 2023 - 8:33 pm

Rumah Oei tiong ham mirip dengan istana. Area sangat luas dan bahkan memiliki kebun binatang mini. Saat ini bangunan utama masih berdiri sampai sekarang. Sedangkan halaman belakangnya sekarang jadi area permukiman warga.

Pernah dengar nama pringsewu di lampung

Reply
Astria Tri anjani April 15, 2023 - 11:26 am

Halo mas vay, apa kabar?
Ikut walking tour kayak gitu sepertinya seru ya. Jalan-jalan sambil nambah pengalaman. Dan cerita sejarahnya juga menarik banget. Saya jadi membayangkan brankasnya oei tiong ham yang setinggi 2 lantai, apa dulu isinya uang semua? Pantas aja jadi salah satu orang terkaya ya.

Reply
Rivai Hidayat April 15, 2023 - 10:02 pm

Kabar baik astria. Gimana kabarmu?
Wallking tour jadi salah satu tren wisata dan mengenal sejarah sambil nerjalan kaki. Klau aku suka banget!!!

Ga usah dibayangkan mbak astria. Duitnya pasti sangat banyak mungkin punya brankas yang lainnya.

Reply
fanny_dcatqueen April 15, 2023 - 3:46 pm

Sayang banget Yaa perusahaan segitu besar akhirnya collapse hanya karena rebutan warisan . Anak2nya ga dididik untuk fokus meneruskan, dan cuma mau terima enaknya aja.

Naah kalo rutenya ga biasa, apalagi ada kawasan slum nya gini, menarik sih mas . Aku jadi tau ttg sumur di atas.

Restoran Pringsewu ini di mana2 memang yaaa . Kangen juga mudik trus ngeliatin plang iklannya stiap brpa meter hahahah

Reply
Rivai Hidayat April 15, 2023 - 9:59 pm

Warisan memang jadi masalah tersendiri bagi orang kaya dulu. Masalah ini juga dialami oleh salah satu saudagar sukses lainnya yang berasal dari semarang. Bahkan di keluarganya menerapkan pernikahan dengan keluarganya sendiri agar hartanya tidak dninikmati orang. Akhirnya menghasilkan keturunan yang tidak sehat. Oei Tiong Ham dan dia hidup di masa yg sama. Mereka termasuk dua oramg pengusaha sukses di semarang.

Masih banyak crita ttg slum tourism, tapi sengaja ga ditulis..hehehehe

Nah, resto ini menyewa gedung tersebut dalam jangka yang lama.

Reply
Nursini Rai April 15, 2023 - 3:53 pm

Tahun 1910 sudah ada pabrik air minum. Sayangnya bukan untuk pribumi. Tapi buat orang Eropah.

Reply
Rivai Hidayat April 15, 2023 - 8:20 pm

Pribumi boleh membeli air kemasan tersebut, tapi memang harganya terlalu mahal bagi mereka. Akhirnya tidak terjangkau bagi mereka. Pelanggannya memang lebih banyak orang-orang eropa

Reply
Phebie April 16, 2023 - 1:08 am

Kalau Semarang punya kota lama, Jakarta punya kota tua mas. Tapi namanya sudah diubah jadi Batavia sekarang….

Reply
Rivai Hidayat April 16, 2023 - 11:50 am

Diubah lagi ke batavia…? Kak feb tahu kenapa nama kota tua diganti batavia…?

Reply
Titik Asa April 16, 2023 - 2:36 am

Halo Mas Vay, salam kenal.

Wah rupanya Mas orang Semarang.
Lihat tulisan tentang Kota Tua dan foto-fotonya, ah jadi ingat saat berkunjung ke Semarang tahun 2015.
Waktu itu saya ke Semarang karena ingin menghadiri festival jazz Loenpia Jazz. Saya tidak punya kenalan di Semarang, hanya punya kenalan seorang blogger Semarang., Mbak Uniek.
Saya kontak si Mbak, saya menanyakan barangkali ada kenalannya yang bisa antar saya keliling di Semarang di hari Sabtu. Akhirnya Mbak Uniek merekomendasi sodaranya.
Begitulan Sabtu pagi saya tiba di Semarang, ketemu sodaranya Mbak Uniek, lanjut deh keliling Semarang, diantaranya ke Kota Tua ini.
Sore hari saya jumpa dengan Mbak Uniek dan berbincang akrab.
Minggu siang sampai malam saya nonton pergelaran Loenpia Jazz di Puri Maerakaca.
Kisah perjalanan ke Semarang itu tersimpan di blog saya yang lama di sisihidupku(dot)wordpress(dot)com

Ah maap Mas jadi cerita kemana-mana.

Salam persahabatan dari saya di Sukabumi,

Reply
Rivai Hidayat April 17, 2023 - 12:02 pm

Halo om asa, salam kenal!!
Loenpia jazz sudah jadi agenda tahunan om. Sempat ga digelar pas pandemi kemarin.
Aku juga kenal dengan mbak uniek. Mbak uniek emang salah satu blogger yang sangat aktif di semarang.

Beberapa kali ketemu mbak uniek dalam sebuah acara blogger.

Salam persahabatan dari semarang!!

Reply
Endah April April 16, 2023 - 4:46 am

Baca tulisan ini seketika kebayang panasnya Kota Lama pas kapan hari ke sana. Kalau hujan gitu udaranya masih tetep panas apa sejukan mas Vay? Kayaknya kemarin tuh aku makan siangnya di Pringsewu ini deh. Ternyata sejarahnya oke juga. Sayang banget usahanya gabisa diterusin sama anak-anaknya. Terus pas baca punya gundik…aku kayak…errr apa gak rebutan juga itu anak-anaknya dari gundiknya.

Reply
Rivai Hidayat April 17, 2023 - 12:00 pm

Di akhir bulan ramadan, semarang terasa panas. Kemudian hujan pas sore atau malam. Setidaknya ga terlalu panas dibandingkan sebelumnya.

Di semarang menyimpan banyak cerita kayak gini. Pada masa lalu jadi salah satu kota penting. Jadi menyimpan banyak cerita unik.

Kalau menurutku pasti ada sih. Cuma aku blum menemukan ceritanya. Di zaman segitu punya gundik adalah hal biasa.

Reply
Lina April 16, 2023 - 9:52 pm

Aku bakalan pindah ke Semarang ini dan yg paling aku khawatirin panasnya aku baru tau ternyata banyak cerita gini. Jadi ingat ada salah satu desto, aku lupa nama restonya apa, lokasinya deket² sana sepertinya, setiap hari Jumat suka bagi² makanan gratis ☺ tantangan perusahaan keluarga emang gitu ya di mana-mana, makasi informasinya

Reply
Rivai Hidayat April 17, 2023 - 11:55 am

Selamat datang di semarang mbak lina. Semarang panas, jadi siap-siap buat menyesuaikan diri.
Sebetulnya semarang itu salah satu kota terpenting dalam perdagangan dan pemerintahan kolonial hindia belanda di masa lalu. Jadi kota ini menyimpan banyak cerita bersejarah yang cukup menarik.

Selain oei tiong ham, masih ada satu lagi orang kaya di semarang, yaitu tasripin.

Reply
Nasirullah Sitam April 17, 2023 - 1:13 am

Aku baca ada informasi ini, sayangnya tidak bisa ikut jalan-jalannya. Sedari dulu pengen banget ikutan kegiatan seperti ini. Semoga selepas lebaran ada lagi dan waktunya bisa luang untuk ikut.

Reply
Rivai Hidayat April 17, 2023 - 11:52 am

Iyaa mas sitam. Kapan-kapan mesti ijutan walking tout

Reply
Peri Kecil Lia April 26, 2023 - 8:02 pm

Kalau lihat postingan orang-orang tentang walking tour berasa seru banget! Aku pribadi suka banget ke tempat-tempat bersejarah apalagi kalau ada guidenya. Dulu waktu studytour jaman sekolah, aku selalu berusaha jalan di dekat guide biar kedengeran lagi cerita apa hahaha.
Nuansa di depan resto Piring Sewu mirip banget sama di Kota tua Jakarta! 11:12 banget dari segi desain area dan bangunannya.
Nggak kebayang brankas setinggi 2 lantai bangunan tuh gimana penampakannya 😮 apakah brankasnya banyak lalu disusun jadi setinggi itu atau itu 1 brankas aja?

Reply
Rivai Hidayat May 2, 2023 - 3:57 am

Aku juga sangat suka walking tour. Ini salah satu cara menikmati sebuah kota beserta sejarahnya. Berkat wwalking tour ini aku juga mendapatkan banyak informasi sejarah dan tentu saja sekalian olahraga 😀
Suasana kota lama dan kota tua memang mirip. Bangunan kolonial memang mendominasi kedua kawasan ini. Berasa diajak balik lagi ke masa lalu 😀
Kalau aku malah bayangin isinya seberapa. Yaa bayangkan aja orang terkaya se-Asia dengan duitnya disimpan brankas.
tidak, yang dipakai hanya satu brankas berukuran besar 😀

Reply

Leave a Comment