Menyusuri Kampung Kauman

by Rivai Hidayat
kampung kauman

Kampung Kauman menjadi rute walking tour yang aku ikuti pagi ini. Aku sangat senang sekali karena memiliki kesempatan dan teman untuk menyusuri salah satu kampung tertua yang ada di Kota Semarang. Kampung kota yang ada di Kota Semarang memang dikenal memiliki keunikan tersendiri. Salah satunya Kampung Kauman yang dikenal sebagai pusat persebaran agama Islam di Kota Semarang.

Pagi itu hari Kamis, tanggal 1 Juni 2023, bertepatan dengan hari libur nasional dalam rangka memperingati Hari Kelahiran Pancasila kami berkumpul di halaman Hotel Dibya Puri. Sebuah hotel yang sudah lama tidak difungsikan kembali. Hotel ini dibangun pada tahun 1847 dengan nama Hotel Du Pavillon.

Pada tahun 1913, Hotel Du Pavillon mengalami renovasi besar-besaran untuk menyambut para tamu yang akan menghadiri pameran Koloniale Tentoonstelling pada tahun 1914 di Kota Semarang. Sebuah pameran dalam rangka merayakan 100 tahun kemerdekaan Kerajaan Belanda dari penjajahan Prancis.

Hotel Dibya Puri

Hotel Du Pavillon dibangun di kawasan strategis. Berada di Jalan Pemuda (dulu bernama Jalan Bodjong) yang merupakan bagian dari Jalan Raya Pos (Postweg). Dekat dengan Alun-Alun Kota Semarang, kawasan Kota Lama, Kampung Melayu, Pasar Johar, Kampung Kauman, dan Masjid Agung Semarang atau Masjid Kauman. Saat ini hotel sedang direnovasi dan di beberapa bagian hotel terlihat rusak parah. Rapuh karena termakan usia.

Perjalanan kami berlanjut dengan menyusuri trotoar menuju ke arah selatan. Kami menyeberangi Jalan Pemuda untuk menuju sebuah gang kecil yang mengarah ke sebuah tempat penjual lumpia. Makanan khas Kota Semarang. Tempat ini bernama Loenpia Mbak Lien. Makanan loenpia atau lumpia telah melewati perjalanan yang panjang.

Melintas di depan Loenpia Mbak Lin

Mbak Lin merupakan generasi keempat lumpia Semarang. Pertama kali ditemukan oleh Tjoa Thay Yoe yang merupakan seorang pendatang dari China dengan Wasih, seorang pedagang makanan yang merupakan orang Jawa asli.

Gang sempit ini membawa kita menuju Kampung Kauman. Kauman diambil dari kata Kaum Aman, yang berarti tempat tinggal para alim ulama. Kami melintas di depan Masjid Agung Semarang atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Kauman. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Semarang.

Masjid Kauman pertama kali dibangun pada tahun 1743. Sepuluh tahun lebih tua dari bangunan pertama yang ada di kawasan Kota Lama, Gereja Blenduk atau GPIB Immanuel. Pada awalnya, masjid ini terletak di daerah Pedamaran, sisi timur Pasar Johar. Pada tahun 1740 masjid mengalami kebakaran karena adanya peristiwa Geger Pecinan. Akhirnya masjid dibangun kembali di tempat seperti sekarang ini.

Pada masa kemerdekaan, Masjid Kauman memiliki peran yang sangat penting. Masjid ini ikut mengumumkan peristiwa kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dr. Agus merupakan tokoh yang mengabarkan berita proklamasi melalui pengeras suara yang ada di Masjid Kauman. Karena peristiwa tersebut, dr. Agus diburu dan akhirnya dibunuh oleh tentara Jepang.

kampung kauman
Masjid Agung Semarang (Masjid Kauman)

Masjid Kauman memiliki sebuah gapura sebagai pintu masuk utama. Di gapura tersebut terdapat empat plakat yang berisi informasi sejarah Masjid Kauman yang ditulis dalam empat bahasa, yaitu Arab, Melayu, Jawa, dan Belanda. Setiap menjelang Bulan Ramadan, Masjid Kauman sering mengadakan festival Dugderan. Festival yang digunakan sebagai penanda untuk memasuki Bulan Ramadan ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1881 pada masa pemerintahan KRMT Purbaningrat.

kampung kauman
Salah satu jalan di Gang Kauman

Di sekitar Masjid Kauman terdapat banyak gang dan permukiman padat. Gang-gang ini memiliki nama yang menggambarkan aktivitas masyarakat atau keadaan di gang tersebut. Seperti Gang Kepatehan yang berarti berarti di daerah ini pada masa lalu dikenal sebagai tempat produksi teh. Lalu ada Gang Butulan yang berarti di gang ini terdapat jalan tembus (butul). Kemudian ada Gang Krendo yang berarti di gang ini dulunya digunakan untuk menyimpan keranda jenazah. Gang-gang di Kampung Kauman ini semuanya saling terhubung.

Gang-gang di Kampung Kauman merupakan area permukiman yang padat. Gang ini memiliki lebar jalan yang sempit. Hanya motor yang bisa memasuki gang. Kampung yang dihuni berbagai etnis ini mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya di Kampung Kauman. Etnis Jawa, Arab, Melayu, Tionghoa tinggal di kampung ini. Di Kampung Kauman masih berdiri rumah dengan bentuk dan desain kuno. Rumah Melayu dengan banyak ornamen sebagai tanda bisa ditemui dengan mudah di kampung ini.

kampung kauman
Salah satu sudut Kampung Kauman

Ada beberapa hal unik tentang rumah-rumah yang ada di Kampung Kauman. Seperti penggunaan rumah-rumah yang dimanfaatkan sebagai pondok pesantren. Tidak hanya sebagai tempat menuntut pelajaran agama dan mengaji, tetapi juga menyediakan asrama bagi santrinya. Di beberapa rumah di Kampung Kauman memiliki tiga pintu yang berfungsi untuk memisahkan pintu masuk bagi orang tamu laki-laki dan perempuan.
Baca Juga: Cerita dari Gang Buntu

Aku tertarik dengan salah satu rumah yang memiliki atap menjulang tinggi. Atap rumah yang terbuat dari kayu dan papan itu tampak mencolok dibandingkan bangunan lainnya. Setelah aku amati, ternyata bangunan tersebut digunakan sebagai kandang burung merpati. Area permukiman yang padat menyebabkan rumah-rumah di kampung ini dibangun ulang secara vertikal.

Aloon-Aloon Masjid Agung Semarang

Dalam perjalanan menyusuri gang, kami diajak untuk melewati sebuah jalan tembus yang lebarnya kurang dari satu meter. Kami mesti berjalan secara bergantian dengan warga yang akan berjalan dari arah sebaliknya. Jalan tembus ini masih sering digunakan oleh warga untuk mempersingkat perjalanan dibandingkan mesti berjalan memutar dengan jarak yang lebih jauh.

Perjalanan menyusuri Kampung Kauman pun berakhir di depan Masjid Kauman. Kampung Kauman menjadi daya tarik tersendiri dalam perkembangan permukiman yang ada di Kota Semarang. Pada masa lalu di sekitar masjid terdapat kantor pemerintahan, pasar, penjara, dan Alun-Alun Kota Semarang. Letaknya kawasan ini berdekatan dengan Jalan Pemuda (Jalan Bodjong) yang menjadi jalan penting yang ada di Kota Semarang.

Selama beberapa dekade alun-alun tersebut berubah menjadi sebuah pasar yang kemudian dikenal dengan nama Pasar Yaik. Para pedagang di Pasar Yaik direlokasi dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi lahan sebagai alun-alun. Pada tahun 2018, Pemerintah Kota Semarang mulai membangun kembali alun-alun. Kini Alun-Alun Kota Semarang menjadi ruang terbuka publik.

Cerita dari Semarang
Kampung Kauman
1 Juni 2023

You may also like

24 comments

Furisukabo December 1, 2023 - 11:52 am

memang ya kalo tata letak alun-alun tuh pasti berdekatan dengan pasar, penjara, masjid, dan kantor pemerintahan. Alun-alun di kota kelahiranku juga begituu. Tapi bedanya kantor pemerintahan berubah jadi kantor pos, lalu ada masjid agung, dan pasar, penjaranya ga ada hehehe

Jalan di kampung kauman sempit juga ya.. Cuma masuk motor, warganya berarti ga ada yang punya mobil dong ya?

Reply
Rivai Hidayat December 2, 2023 - 11:16 am

Biasanya penjaranya sudah dipindahkan. Kalau masa lalu yaa dekat alun-alun. Di semarang juga dipindah kok. Kantor pos besar juga dekat dengan alun-alun. Mungkin jaraknya sekitar 100 meter. Alun-alun lama kota semarang bentuknya sudah banyak berubah. Dulu lebih luas lagi. Sekarang sudah beralih fungsi.

Kurang tahu sih kalau warga yang punya mobil, tapi yang jelas pas jalan ga ketemu dengan mobil di dalam gang.

Reply
Heni December 1, 2023 - 4:07 pm

Saya ngebayangin ada beberapa etnis di kampung Kauman , seperti apa ya mas…ada Tionghoa juga Arab,selain melayu…apakah ada juga anak hasil campuran ke duanya ? Pasti cakep banget hehehe…..nah Lumpia Semarang yg bikin kangen, isi rebung dan udang, di tambah cocolan kuahnya yg khas…,kenapa alun-alun mesjid Semarang penulisannya aloon-aloon ya ?..

Reply
Rivai Hidayat December 2, 2023 - 11:44 am

Etnis arab, melayu, pribumi, dan tionghoa. Paling mudah bisa dilihat dari bentuk rumah yang ada di kampung ini. Setiap etnis punya bentuk rumah yang berbeda. Kalau sekarang sudah bercampur. Namun, bentuk rumah masih bertahan.

Mungkin emang niatnya pakai ejaan lama. Makanya lebih memilih menggunakan aloon-aloon dibandingkan alun-alun.

Reply
fanny_dcatqueen December 1, 2023 - 11:47 pm

Aku pikir Kauman yg di solo mas . Ternyata di Semarang pun ada nama kampung Kauman yaa.

Lumpia mba lies aku ga rezeki bisa beli. Pas kesana, pesanan mereka udh membludak. Kalo mau nunggu sekitar 2-3 jam . Padahal udh mau balik JKT. Raka langsung emoh. Aku disuruh cari lumpia lain aja. Hahahaha. Untung ya dpt yg enak juga, walo ga terkenal.

Penasaran juga liat kondisi kampungnya, apalagi kalo banyak ras berkumpul di sana. Pasti rukun sih, kayak udah saudara kan. Apalagi kampung ini udah lama exist nya. . Sukaaa yg begini, drpd yg dipisah2, antara ras satu dengan lainnya.

Reply
Rivai Hidayat December 2, 2023 - 11:58 am

Nama kampung kauman itu terdapat di banyak kota mbak. tidak hanya di solo, dan semarang, tapi juga di pekalongan, jogja, dan kota lainnya. Kalau di jogja dekat dengan masjid gedhe jogja. kampung kauman dekat dengan masjid. Karena kampung ini diisi oleh orang-orang yang menyebarkan agama islam.

kalau yang antri lama kayaknya lumpia gang lombok mbak. Kalau mbak lien antrinya belum selama gang lombok. Yaa lumpia gang lombok dikenal sebagai cikal bakal lumpia yang ada di semarang.

keberadaan kampung di semarang memiliki sejarah yang berbeda-beda. Kayak pecinan yang memang dikhususkan untuk etnis tionghoa. Lokasi pecinan pun juga dekat dengan kampung etnis-etnis lainnya 😀
Ayo ke semarang aja, nanti aku ajak keliling kampung tua yang ada di semarang 😀

Reply
Nadya Irsalina December 2, 2023 - 7:12 pm

Yesss benerr di Jogja juga ada namanya kampung kauman. Vibesnya sama kayak yang di Semarang ini, banyak gangnya.. ada masjid yang disebut masjid kauman juga, dan tempatnya juga deket banget sama alun-alun utara jogja
Kayaknya emang udaj template nya gini ya wkwk

Reply
Rivai Hidayat December 5, 2023 - 3:12 pm

nah, salah satu yang ikonik itu kauman, Jogja. Tempat persebaran agama islam juga. Menyusuri gang sempitnya punya cerita tersendiri.

Reply
Cerita Fotografi December 2, 2023 - 9:51 am

Lucu nama festivalnya Dugderan. Detail sekali sejarah tentang daerahnya, mas. Mungkin hanya orang-orang tertentu yang bisa tahu banyak hal seperti itu. Memang kalau ngerti jadi lebih seru jalan-jalan di sebuah tempat. Kalau di Jakarta ada komunitas sejarah sendiri yang bisa kasih tahu di daerah sini dulu Belanda ngapain aja…sampai segitunya.

Reply
Rivai Hidayat December 2, 2023 - 12:08 pm

nama dugderan juga ada filosofinya kok. Sengaja ga aku tulis biar ga terlalu panjang..hiks

Di semarang juga ada kelompok walking tour. Jadi rutenya menyusuri tempat-tempat yang memiliki cerita di semarang pada masa lalu. Salah satu rutenya ya kampung kauman. Aku sudah sering menceritakan pengalaman walking tour itu di blogku. tinggal cari aja 😀

Reply
morishige December 2, 2023 - 3:30 pm

Saya baru tahu kalau “Kauman” itu singkatan dari Kaum Aman. Kalau di daerah-daerah yang ada keratonnya, biasanya daerah Kauman ini dekat-dekat sama istana dan masjid gede-nya, Masvay.

Kalau dipikir-pikir, orang-orang zaman dulu cerdas sekali menamai wilayah-wilayah berdasarkan karakternya. Sebelum ada GPS, itu pasti menolong sekali. Ada yang mau cari teh, tinggal ke Kepatehan, yang mau cari pandai besi tinggal ke Pandean. Kalau sekarang, nama jalan aja kadang-kadang tak ada hubungannya sama kelokalan. 😀

Reply
Rivai Hidayat December 5, 2023 - 3:51 pm

Kampung kauman selalu identik dengan masjid. Hal ini jadi penanda kalau kampung ini jadi tempat penyebaran agama islam.

Penamaan seperti ini bisa jadi penanda sebuah daerah yaa mas. Jadi orang tidak akan kesasar ketika akan ke tempat tersebut. Setuju, nama sekarang sering kehilangan kelokalan dan ciri khasnya.

Reply
rezkypratama December 3, 2023 - 7:30 pm

seru ya mas bisa jalan kaki keliling semarang.
btw panasnya kota semarang gimana mas
mendukung enggak untuk walking tour
kalau kota saya gresik kayaknya tidak friendly untuk jalan kaki
karena panasnya tidak main2

Reply
Rivai Hidayat December 5, 2023 - 3:10 pm

Panas, makanya walking tour di pagi hari dan sore hari. Jadi tidak terlalu panas ketimbang siang hari.
daerah pantura memang terkenal panas yaa mas 😀

Reply
Nasirullah Sitam December 4, 2023 - 7:30 am

Sebenarnya dari dulu pengen blusukan di Semarang, tapi belum ada waktu yang tepat saja. Pernah sih asal blusukan sendirian, malah bingung mau nulis apa heheheh

Reply
Rivai Hidayat December 5, 2023 - 3:15 pm

ayo mas sitam ke semarang ikut walking tour biar bisa blusukan sekaligus denar cerita sejarah. 😀

Reply
Titik Asa December 4, 2023 - 9:45 am

Terima kasih Mas saya serasa diajak-ajak jalan-jalan menyusuri Kampung Kauman.
Saya baru tahu Kampung Kauman lewat foto-foto Mas. Menyesal juga dulu ketika saya ke Semarang ga sempat mampir di Kampung Kauman ini.

Salam,

Reply
Rivai Hidayat December 5, 2023 - 3:19 pm

Kalau ada kesempatan, semoga bisa balik lagi ke semarang. Kemudian berlanjut jalan kaki blusukan ke kampung-kampung yang ada di semarang 😀

Reply
Djangkaru Bumi December 5, 2023 - 5:51 pm

Di Jogja juga ada nama kampung Kauman
Tadi saya kira bahas kauman jogja
Saya tertarik dengan cerita masjid Kauman
itu nama tokoh yang dibunuh jepang, apakah menjadi pahlawan atau namanya diabadikan di gang yang ada di sekitar kauman?

Reply
Rivai Hidayat December 6, 2023 - 10:51 am

Kampung kauman banyak tersebar di kota-kota yang ada di kota jawa. Kayak di solo, pekalongan, kudus, blora, dll
Aku kurang tahu tentang informasi pemberian gelar pahlawan. Tapi di sekitar masjid tidak ada nama gang dengan nama tokoh tersebut.

Reply
Pipit Widya December 10, 2023 - 8:52 pm

Ya ampuuuuun selalu suka sama tulisan ttg Semarang. Beneran nostalgia diriku, hehehe. Dulu saya sering diajak ibu belanja di Pasar Johar. Parkirnya yg dekat Masjid Kauman. Kalau pulang lewat Kauman terus tembus ke Pemuda. Aaahhh…ada Hotel Dibya Puri. Omaigaattt…masih ada hotelnya ya? Semoga setelah renovasi, hotelnya makin rame.

Iya, bener. Kauman memang kampung lama dan menyimpan banyak cerita sejarah. Saya pernah lihat rumah kayu kuno. Vintage banget. Dan saya juga pernah salat di Masjid Kauman.

Sumpah, saya nggak tahu yang Alun2 itu Mas. Itu di mana? Sekarang saya benar2 gagap dengan yg baru2 di Semarang. Arus lalin aja berubah kan ya. Dulu bisa lewat jalan onoh sekarang dibikin satu jalur. Serasa pendatang di kota sendiri. Duh,,

Reply
Rivai Hidayat December 11, 2023 - 4:46 pm

Bangunan hotelnya masih ada, tapi belum beroperasi lagi. Kalau ke pasar johar paling enak parkir di depan masjid kauman.

Di kauman masih banyak rumah dengan desain jadul kok. Jadi sepanjang jalan-jalan bakal sering disuguhi perkampungan padat dengan rumah-rumah dengan desain jadul.

Masa gatau alun-alun lama kota semarang?
kalau dulu mbak pipit biasa parkir di depan masjid kauman pasti tahu kalau di sebelahnya adalah pasar yaik. Nah pasar yaik itu menempati alun-alun lama. Kemudian sekitar tahun 2018 pedagang pasar yaik direlokasi dan kemudian lahannya dibalikkan lagi menjadi alun-alun kota semarang. Jadi alun-alun kota semarang itu sebelahnya bangunan pasar johar. Kalau besok Mbak Pipit balik semarang jangan lupa untuk singgah di alun-alun dan masjid kauman 😀

Reply
Edot January 10, 2024 - 1:58 pm

Aloon-Aloon masjid Agung Semarang saya baru denger, ternyata dibangun lagi 2018 ya.

Yang unik nama gang di daerah kauman sih, beneran ada maknanya semua ngasih nama gangnya.

Reply
Rivai Hidayat January 12, 2024 - 10:21 am

Karena alon-alon lama kota semarang dulu beralih fungsi jadi pasar. Sekarang fungsinya dikembalikan lagi.
Cara orang dulu menandai sebuah tempat agar mudah diingat 😀

Reply

Leave a Comment