Menyapa Kota Pagaralam

by Rivai Hidayat
Pesawat Wings jenis ATR 72-600 berhasil mendarat dengan sempurna di landasan Bandara Atung Bungsu, Kota Pagaralam. Pesawat yang memiliki sekitar 70 tempat duduk ini membawa kami dari Bandara Sultan Badaruddin II, Kota Palembang.  Penerbangan  dari Kota Palembang menuju Kota Pagaralam berlangsung selama 45 menit. Aku berada di Kota Pagaralam karena ada suatu pekerjaan dengan perkiraan waktu selama tiga minggu. Aku tidak akan bercerita tentang tempat tempat wisata, karena aku tidak sedang berwisata di kota ini. Apalagi tentang pekerjaanku di sana. Namun, aku akan bercerita tentang beberapa hal yang aku temui di kota ini.

Tulisan Pagaralam yang terletak di Tugu Rimau

Kota Pagaralam merupakan kota yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan. Dahulu Pagaralam masih termasuk dalam wilayah Kabupaten Lahat. Namun, sekitar tahun 2001 Pagaralam mengalami pemekaran menjadi sebuah kota mandiri. Kota Pagaralam bisa dijangkau melalui jalur darat dengan waktu sekitar 6-7 jam dari Palembang. Pagaralam tidak terletak di jalur barat, timur, dan tengah Pulau Sumatera. Sehingga kota ini bukanlah kota yang ramai, apalagi macet. Malah cenderung sepi. Sekitar pukul 21:00, jalanan di kota ini mulai sepi. Wilayah Pagaralam dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan. Yang paling terkenal adalah Gunung DempoSehingga udara di kota ini sangat sejuk, dingin, tenang, dan ramah. Cocok sebagai tempat untuk menikmati hari tua.

Bandara Atung Bungsu, Kota Pagaralam

Gunung Dempo
Bagi sebagian besar pendaki gunung di wilayah Sumatera Selatan dan sekitarnya tentu tidak asing dengan Gunung Dempo. Jalur pendakian gunung ini terletak di Kota Pagaralam. Salah satunya adalah jalur Tugu Rimau. Tempat ini bisa dikenali dari tulisan “Pagaralam” yang bisa dilihat dari kawasan kota. Selain itu, terdapat patung harimau dan seekor burung di kawasan Tugu Rimau.
Baca Juga: Sunrise Trip Gunung Telomoyo

Tugu Rimau yang diselimuti kabut
Pemandangan Gunung Dempo dari halaman rumah warga


Perjalanan menuju Tugu Rimau bisa ditempuh dalam waktu satu jam perjalanan dari pusat kota. Sepanjang perjalanan bakal disuguhi dengan hamparan kebun teh dan jalan yang berkelok-kelok. Khas jalan sebuah daerah pegunungan. Kebetulan wilayah kerjaku juga terletak di daerah yang mengarah ke Gunung Dempo. Kabut dan sejuknya udara selalu menemani perjalananku.

Pemandangan kebun teh dari Tugu Rimau
Gunung Dempo yang tertutup awan

Gunung Dempo merupakan gunung berapi yang masih aktif. Seringkali aku menikmati pemandangan Gunung Dempo ketika pagi atau sore hari. Terkadang kabut dan awan membuat gunung ini menarik untuk dipandangi. Pemandangan Gunung Dempo ini bisa dinikmati dari penjuru Kota Pagaralam. Kalau menurutku, Gunung Dempo adalah Kota Pagaralam, dan Pagaralam adalah Gunung Dempo. Bahkan nama Gunung Dempo digunakan sebagai nama brand sebuah kopi di Pagaralam.

Kopi Pagaralam
Ketika kita bicara tentang kopi Sumatera, hal pertama yang selalu terlintas dalam pikiran adalah kopi Gayo, kopi Aceh, kopi Sumatera Utara, dan kopi Lampung. Padahal beberapa daerah di Pulau Sumatera merupakan penghasil kopi dengan kualitas yang baik, salah satunya adalah Pagaralam. Bahkan, beberapa biji kopi yang diolah di Lampung juga dikirim dari Pagaralam. Begitulah yang diceritakan oleh salah satu petani kopi yang bertemu denganku di desa Dempo Makmur.
Kemungkinan para petani belum terbiasa mengolah biji kopi dan memilih untuk menjual biji kopi kering ke daerah lain, seperti Lampung. Sekali kirim bisa lebih dari seratus kilogram. Mereka masih berpikir yang terpenting masih bisa panen, bisa langsung menjualnya untuk mendapatkan penghasilan. Aku pernah menyarankan untuk mengolah biji kopi tersebut agar harga jualnya bisa lebih tinggi. Selain itu, ini merupakan salah satu cara mengenalkan Kopi Pagaralam kepada masyarakat luas.
Baca Juga: Menjelajah Kawasan Pecinan Semarang
Kota Pagaralam menghasilkan kopi jenis robusta yang memiliki rasa dan wangi yang istimewa. Perkebunan kopi terhampar luas. Pernah aku disuruh singgah di rumah seorang warga. Kami berbincang banyak hal. Kemudian aku disuguhi kopi yang dihasilkan dari kebunnya. Beliau juga menyuguhkan pisang yang baru dipetik dari kebunnya.
“Silahkan diminum kopinya mas, itu kopi dan pisang dari kebun kami.” ujar beliau menawariku.
Aku juga pernah dijamu di rumah seorang ketika menunggu hujan reda. Seperti biasa suguhan secangkir kopi menemani obrolan kami. Bahkan, aku meminta menambah satu cangkir lagi. Nama pemilik rumah tersebut adalah mas Imam. Kedua orang tua mas Imam adalah perantauan yang berasal dari Boyolali. Beliau masih bisa berbahasa Jawa. Kami sesekali mengobrol menggunakan Bahasa Jawa. Rumah Mas Imam memiliki bentuk dasar rumah panggung. Namun, rumah diubah menjadi rumah dua lantai. Lantai pertama menggunakan bahan baku semen. Sedangkan lantai dua menggunakan kayu. Tinggi plafon di lantai pertama juga tidak tinggi. Sekitar 2.25 meter. Hal ini dilakukan agar ruangan di lantai pertama tetap hangat, meskipun rumah berada di daerah perbukitan dan perkebunan teh yang memiliki udara yang dingin. Apalagi ketika hujan.

Kebun teh di depan rumah Mas Imam

Pernah di siang hari yang hujan deras, aku menumpang berteduh di salah satu rumah warga. Aku dipersilahkan untuk masuk ke rumah. Namun, aku memilih untuk berada di teras rumah. Aku ingin menikmati hujan dan pemandangan Gunung Dempo. Suguhan kopi dan kue menemani obrolan santai kami. Dalam obrolan itu, aku baru tahu ternyata istri pemilik rumah berasal dari Magelang.
“Matur suwun nggih bu kopine” ujarku pada istri pemilik rumah.
“Inggih mas, monggo kopine diunjuk rumiyin” jawabnya dengan bahasa Jawa juga.

Gunung Dempo ketika hujan

Beliau bercerita bahwa beberapa petani kopi mulai mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk. Kemudian mengemas dan memasarkannya ke beberapa daerah, salah satunya Palembang. Beberapa kopi juga dijual di pasar di dekat kota.
Ketika belanja di salah satu toko di pasar, aku melihat bungkusan kopi Pagaralam dengan merk Gunung Dempo. Aku membeli dua bungkus untuk diminum di mess. Kopi tersebut dikemas dalam plastik yang cukup sederhana dengan sablon bergambar Gunung Dempo. Namun soal rasa, kopi ini memiliki rasa yang enak dan nyaman diperut. Aku punya masalah dengan asam lambung, tapi tak mengalami masalah ketika meminum kopi Pagaralam.

Kopi Pagaralam merk Gunung Dempo

Cerita kopi ini pun berlanjut ketika aku singgah di Palembang sebelum kembali ke Jakarta. Aku bertemu dengan teman-temanku yang tinggal di Palembang di kedai kopi. Kedai kopi ini merupakan milik salah satu temanku. Di kedai kopi ini menyediakan Kopi Pagaralam. Dia bilang jika kopi Pagaralam memiliki kualitas yang baik.

Ngopi dulu gan..!!!


Selain sebagai penghasil kopi terbesar di Sumatera Selatan, Pagaralam juga menghasilkan berbagai hasil pertanian dan perkebunan. Antara lain aneka sayuran, teh, wortel, kubis, dan kentang. Aku pernah diberi 1kg wortel oleh warga yang sedang memanen sayuran wortel di kebun mereka. Mungkin ibunya tahu kalau aku suka wortel.

*****
Sebetulanya banyak sekali destinasi wisata yang bisa dikunjungi ketika berkunjung ke Kota Pagaralam. Sebagian besar merupakan wisata alam. Mulai dari gunung, bukit, air terjun/curug, kebun teh, hingga kegiatan rafting. Selain itu, terdapat beberapa situs sejarah jaman megalitikum yang tersebar di beberapa lokasi. Bahkan, beberapa batuan terletak di area persawahan warga. Aku hampir tiap hari melihat situs-situs tersebut. Dalam perjalanan itu, aku juga sangat tertarik dengan keberadaan sebuah rumah panggung yang terletak di area persawahan dengan latar belakang Gunung Dempo. Sungguh menyenangkan ketika membuka jendela di pagi hari langsung disuguhi pemandangan hijaunya sawah dan birunya langit Gunung Dempo.
Baca Juga: Minggu Pagi di Pasar Karetan

Rumah panggung di tengah persawahan

Selama di Pagaralam, aku tidak menemukan kuliner yang sangat khas dari kota ini. Kuliner di Pagaralam tidak jauh beda dengan kota-kota di Sumatera Selatan. Di kota ini juga mudah ditemui makanan pempek dan model. Lengkap dengan  cukonya. Oyaa, di Pagaralam banyak yang berjualan bakso. Mungkin karena Pagaralam yang begitu dingin, oleh sebab itu banyak masyarakat yang berjualan bakso.
Setelah berkeliling untuk mencari makan, akhirnya aku singgah di CFC. CFC ini merupakan satu-satunya restoran cepat saji yang ada di Pagaralam. Ada yang lainnya, tapi belum setenar CFC, apalagi McDonalds dan KFC. Beberapa kali aku dan teman-temanku singgah di sini. Biasanya ketika kami ingin makan banyak, enak, dan murah.

Full Team

Kota Pagaralam memang tak pernah masuk daftar kota yang ingin aku kunjungi atau tinggali dalam beberapa waktu. Namun, di kota ini aku malah mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman baru. Mulai dari Gunung Dempo, Tugu Rimau, kopi, teh, dan keramahan masyarakatnya. Ini semua jauh melebihi dari apa yang aku bayangkan dari kota kecil ini. Aah, dahulu tak pernah terpikir dalam benakku untuk menyapa Kota Pagaralam. Tapi aku sangat menikmati ketika tinggal di kota kecil ini. Semoga aku bisa menyapamu lagi di lain waktu.
Kota Pagaralam, November 2017

You may also like

0 comment

gus Wahid United July 1, 2018 - 3:14 am

Jujur aku krg suka gaya penulisan yg ini pai…focus interestnya krg kuat, gaya ganti orang pertama jg terlalu mendominasi. Tp masing2 punya gaya nulis sendiri2 kok. Jk nyaman ya lanjuttt *sokritikus #dikrikititikus

Reply
Johanes Anggoro July 1, 2018 - 6:00 am

Hwaaaa ke Sumatera lagi nih 😀

Reply
Rivai Hidayat July 1, 2018 - 11:56 am

Itu tahun kemanrin mas. Kalau tahun ini belum tahu 😀

Reply
Rivai Hidayat July 1, 2018 - 11:57 am

Maksude ga dijelaske detail mas,hehehe

Daerah wisata di sana masih sepi mas. Masih asyik dan nyaman 😀

Reply
Rivai Hidayat July 1, 2018 - 11:59 am

Waah, makasih buat masukannya mas 😀
Lagi belajar nulis model gini mas. Mngkin perlu latihan lagi agar lebih enak dibaca.
Suwun mas gus 😀

Reply
Hidayah Sulistyowati July 1, 2018 - 12:22 pm

Wah krasan kalo tinggal di sana, adem udaranya. Pemandangannya juga bikin damai di hati

Reply
Affan Ibnu Rahmadi July 1, 2018 - 1:49 pm

saya pertama kali melihat pagaralam yang hijau dari program 86 net tv yang sempat mengupas pagaralam.. luar biasa.. saya tidak menyangka, masih ada kota yang hijau dan sejuk.. meskipun terlalu jauh dari tempat saya, saya yakin pagaralam dapat menjadi contoh yang baik kota lain dalam menyelaraskan sosial dan alam.. 🙂

Reply
Rizka Nidy July 3, 2018 - 2:18 am

Ini dari kampung saya kurang lebih 5 jam perjalanan. Dari dulu mau mampir ke Pagar Alam belum kesampaian. Enak ya kayaknya sejuk banget, kalau di kampung saya cenderung panas tapi di tepi Sungai Musi banget. 😀
Baru tahu ada pesawat ATR sampai ke Pagar Alam, tarifnya berapaan tu kira-kira, mas?

Reply
Mawardi July 4, 2018 - 3:17 am

indahnya Pagar Alam

Reply
Rivai Hidayat July 4, 2018 - 9:55 am

Iyaa mas, disana minim polusi udara. Jadi tiap hari bisa melihat langit biru yang bersih. Di sana juga dingin. Bisa main ke kebun kopi dan kebun teh juga

Reply
Rivai Hidayat July 4, 2018 - 9:56 am

Secara suasana dan pemandangan jadi betah dan kerasan mbak. Adem dan langitnya sering biru. Belum lagi pemandangan gunung demponya yang selalu menggoda 😀

Reply
Rivai Hidayat July 4, 2018 - 9:58 am

Indah banget mas

Reply
Rivai Hidayat July 4, 2018 - 10:00 am

Di pagaralam banyak yang bisa dikunjungi mbak. Ga nyesel kalo ke sana karena pemandangannya bagus 😀

Kemarin sekitar 300anribu. Berangkat dari palembang.

Reply
Idris Hasibuan July 5, 2018 - 10:45 am

Kebun Tehnya bikin adem, perpaduan kabut dan alam sangat sejuk.

Reply
Rivai Hidayat July 5, 2018 - 10:54 pm

Dan daerahnya belum memiliki banyak polusi

Reply
Liana July 6, 2018 - 3:42 am

adem bener mas, bikin betah tempatnya ya.
saya jadi fokus banget ke kue dan kopinya. kopinya enak? ga bawa pulang kopi aja mas?
itu wortel dibawa ke Semarang pulangnya masih awet ga? >.< haha

Reply
Andi Nugraha July 6, 2018 - 1:03 pm

Pemandangan gunung dempo dari rumah warga itu begitu indah, kalau rumahnya disitu foto tinggal ke samping rumah aja ya, Mas..he

Duh lihat kebun tehnya pengen deh rasanya kesitu, Mas. Seger banget pemandangannya, belum kesampean juga nih maen ke kebun teh.

Terkadang memang suatu tempat yang gak masuk dalam list perjalan kita selalu memberikan kejutan. Ya itu salah satunya seperti ilmu, pengalaman dan pemandangan yang indah.

Reply
Wisnu Tri July 7, 2018 - 8:30 am

Kayaknya seneng–adem–tenang gitu ya, kalau punya rumah di daerah pegunungan. Selain bisa dapet view gunung Dempo, mata juga seger karena lihat perkebunan teh yang ijo royo-royo. Weh, ada orang Boyolali di Sumatra 🙂

Reply
Adi Stia Utama S July 7, 2018 - 8:31 am

Lebaran kemren Motoran kesana bareng temen2 komvoi..

Reply
putueka jalanjalan July 7, 2018 - 10:49 am

Ngopi ditemani hujan itu bener bener luar biasa rasanya. Tenang dan damai…

Reply
Ella fitria July 8, 2018 - 9:10 am

Waah kita samaan mas, ada sedikit masalah asam lambung kl minun kopi. .Hhh
Jd pengen nyoba itu kopi deh

Reply
Tugu July 9, 2018 - 3:57 am

sueger banget pemandangannya mas…

Reply
Endah Kurnia Wirawati July 9, 2018 - 5:12 am

duhh gunung Dempo. beberapa tahun silam sempat punya niat mau nanjak kesana. pas ngejemput teman di Lampung ternyata diinfokan lagi ada pendaki yang hilang disana dan ditutuplah tuh gunung buat pencarian.
Akhirnya melipir main-main di Lampung aja deh. hehehe

Reply
Rivai Hidayat July 9, 2018 - 9:09 am

Aku lebih bermasalah sama kopi sachet, daripada kopi hitam 😀

Reply
Rivai Hidayat July 9, 2018 - 9:10 am

Waah pasti asyik thu mas. Apalagi jalannya berkelok-kelok

Reply
Rivai Hidayat July 9, 2018 - 9:12 am

Bikin betah mas. Apalagi kalau pagi hari, bakal mager di bawah selimut 😀

Reply
Rivai Hidayat July 9, 2018 - 9:34 am

Kalau hujannya lama, malah ga bisa pulang mas dan resikonya habisin banyak gelas kopi 😀

Reply
Rivai Hidayat July 9, 2018 - 9:35 am

Banyak orang jawa di sumatera mas, di kalimantan juga banyak 😀

Reply
Rivai Hidayat July 10, 2018 - 2:05 am

beberapa perbukitan juga punya pemandangan ke arah gunung dempo. jadi Gunung Dempo bisa dinikmati dari hampir seluruh penjuru kota 😀

Bener banget mas, kejutan-kejutan itu menjadikan perjalanan kita semakin beragam 😀

Reply
Rivai Hidayat July 10, 2018 - 8:51 am

Mungkin belum berjodoh dengan gunung dempo mbak. Perlu diagendakan buat ke sana mbak. Apalagi gunung dempo juga belum terlalu ramai dengan pendaki 😀

Reply
Rivai Hidayat July 10, 2018 - 8:55 am

Kopinya enak banget. Apalagi diminum pas hujan 😀

Yang dibawa pulang cuma kopi, wortelnya sudah dihabiskan di sana 😀

Reply
Nasirullah Sitam July 11, 2018 - 7:10 am

Adem rasanya di sana, kadang tempat-tempat jauh dari kampung kita menyajikan pemandangan yang indah. Buat foto lanskap bagus di sana mas.

Reply