Menikmati Kabut di Candi Cetho

by Rivai Hidayat
Awalnya kami berencana untuk mengunjungi Candi Sukuh, kab. Karanganyar. Namun ternyata Candi Sukuh masih dalam proses pemugaran. Terlihat beberapa kayu dan seng menutupi candi utama. Setelah berunding, kami putuskan untuk mengunjungi Candi Cetho. Candi Cetho bisa ditempuh dalam waktu 30 menit dari Candi Sukuh.
Gapura Candi Cetho

Selama perjalanan menuju Candi Cetho kami disuguhi pemandangan berupa hamparan Kebun Teh Kemuning. Selain itu, terlihat beberapa warga sudah memulai aktivitas mereka masing-masing, seperti berjualan makanan, berjalan kaki, pergi ke kebun dan kerja bakti di kampung mereka. Kalian jangan segan-segan untuk menyapa mereka. Mereka akan membalas salam kalian dengan ramah. Akhirnya kami memutuskan untuk singgah sejenak di kebun teh Kemuning.
Candi Cetho terletak di dusun Ceto, Desa Gumeng, kec. Jenawi, kab. Karanganyar. Menurut sejarah, Candi Cetho dibangun pada abad ke-15 Masehi. Candi ini merupakan candi bercorak agama Hindu. Hingga sekarang, Candi Cetho masih sering digunakan untuk sembayang atau pemujaan oleh umat agama Hindu. Terletak di lereng gunung Lawu, dengan ketinggian 1496 mdpl. Oleh karena itu, banyak pendaki yang mendaki gunung Lawu via jalur Candi Cetho.
Semua pengunjung menggunakan kain penutup
Akhirnya pukul 08:10 kami sudah sampai di Candi Cetho. Kami diharuskan membayar tiket masuk seharga Rp 7.500,-/orang. Sebelum masuk, kami bakal diberi kain untuk menutupi sebagian kaki kami. Hal ini untuk menghormati tempat ibadah umat Hindu. Candi Cetho masih sering digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu. Jadi kami tidak boleh berisik dan mengganggu umat Hindu yang sedang beribadah.
Gapura Candi Cetho
Selain bangunan bersejarah berupa candi, Candi Cetho juga menawarkan pemandangan yang sangat bagus. Sejauh mata memandang kami akan melihat hamparan hijaunya kebun teh Kemuning. Jika langit cerah, kami bisa melihat lukisan birunya langit diatas garis horison. Aku datang ketika berkabut. Menutupi birunya langit. Menjadikan suasana jadi lebih mistis. Kabut turun melewati pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi. Bergerak di sela-sela batuan candi. Kalian bisa memanfaatkan kabut-kabut ini untuk membuat foto-fotomu lebih hidup dan dramatis.
Tempat pemujaan
Candi Cetho memiliki struktur berupa punden berundak dengan beberapa teras. Terdapat satu bangunan yang terletak paling atas yang berfungsi sebagai tempat sembayangan. Ada beberapa pondok dan patung yang lengkap dengan dupanya. Mungkin ini menjadi tempat pemujaan. Terlihat beberapa orang sedang sembayang dengan penuh khidmat. Tanpa merasa terganggu dengan para pengunjung.
Candi Cetho
Aku sangat menikmati suasana di Candi Cetho. Kabut, mistis, dingin dan kemegahan sebuah bangunan telah melebur jadi satu di Candi Cetho. Duduk tanpa alas di teras-teras candi membuatku jadi lebih tenang. Udara dingin mengalir ke tubuh melalui celah-celah batuan candi.
Duduk santai di Candi Cetho
Dalam perjalanan turun, kami akan melewati beberapa warung. Mereka menjual berbagai barang, mulai dari makanan, minuman, barang antik, dan beberapa sayuran. Karena udara yang dingin, kami memilih membeli gorengan. Kebetulan masih hangat dan ternyata gorengannya enak banget. Gorengan yang enak dan perut yang mulai lapar. Ayok kami lanjutkan perjalanan, tapi kami mampir untuk sarapan dulu. Kami sudah mulai lapar.
Tips ketika mengunjungi Candi Cetho:
1. Hormati setiap orang yang sedang melakukan sembayang di area candi Cetho
2. Tidak boleh berisik yaa..!!
3. Dilarang memindahkan batu-batu candi
4. Dilarang merusak, mencoret-coret bangunan di area Candi Cetho
5. Jaga kebersihan dan buang sampah di tempat sampah yaa..!!
6. Belilah makanan atau barang yang dijajakan masyarakat yang berjualan sekitar Candi Cetho
7. Pastikan kendaraan dan pengemudi dalam keadaan baik
Candi Cetho
Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Gumeng
Kabupaten Karanganyar
Tiket Masuk: Rp 7.500,- /orang

You may also like

28 comments

Nur Sulis November 18, 2016 - 1:29 am

sekarang pakai slendang ya. dulu aku kesana ga ada gituan. perubahan yang positif 😀

Reply
Johanes Anggoro November 18, 2016 - 1:30 am

wuuuh tampilan baru nih hehehe..
kalo sedang kabut memang menambah kesan mistisnya sih mas,

Reply
Matius Teguh Nugroho November 18, 2016 - 5:40 am

Saat kabut turun membungkus seisi candi, rasanya jadi ingin bertapa di Candi Cetho 😀

Reply
Anonymous November 18, 2016 - 5:51 am

Kesan mistisnya dapet banget apalagi dengan adanya pohon pohon Pinus yang menjulang tinggi dengan kabut yang menutupinya. Sebagai pecinta pinus, gue keknya mesti dan wajib ke sini.
Tulisan yang bagus masvai 😉

Reply
Rivai Hidayat November 18, 2016 - 7:04 am

iyaa mbak sulis…buat menghormati tempat ibadah 😀

Reply
Rivai Hidayat November 18, 2016 - 7:05 am

tampilan baru…masih banyak yg perlu dilengkapi lagi 😀
iyaa…apalgi ada bau dupa yg dibakar

Reply
Rivai Hidayat November 18, 2016 - 7:06 am

bertapa sambil memasang dupa yaa 😀

Reply
Rivai Hidayat November 18, 2016 - 7:07 am

makasih mas heri 😀
wajib kesini mas heri…bisa datang pas pagi hari atau pas sunset.
katanya sunset disini juga bagus

Reply
Halim November 18, 2016 - 11:10 am

Baru tahu kalau alamat blogmu ganti, Rivai. ^^
Candi Cetho dan Candi Sukuh memang candi peninggalan Majapahit akhir yang mempesona banyak orang.

Reply
Dandy siswandy November 18, 2016 - 1:35 pm

itu pagar rantai mas ? engga boleh masuk ngelihat dalam candinya ya ?

Reply
Rivai Hidayat November 18, 2016 - 8:41 pm

yang boleh masuk orang-orang yang mau ibadah aja mas 😀

Reply
Rivai Hidayat November 18, 2016 - 8:44 pm

iyaa lim…barusan ganti..biar ga kepanjangan 😀
apalagi candi ini juga terletak didataran tinggi dan terawat dengan baik

Reply
Eksapedia November 19, 2016 - 10:34 am

Pas ke Jumog mau mampir kesini tapi malah sampainya Tawangmangu. Hahaha
next time dicoba gan,,
Ohh ya sekarang ky Borobudur ya, musti pake Selendang..

Reply
Rivai Hidayat November 21, 2016 - 8:33 am

emang wajib buat kesini 😀
biar terlihat sopan di tempat ibadah 😀

Reply
Mesra Berkelana November 21, 2016 - 9:15 am

Haha temen aku ada yang ke cetho eh pakai motor gigik gt, gasnya gak kuat dan mesti nuntun ��. Memang kalau mau kesana harus cek kendaraan soalnya jalanya berliku2 dan naik turun ��

Reply
Cumilebay MazToro November 22, 2016 - 2:53 am

Cetho ini mmg sangat mistis yaaa ditemani gerimis

Gw waktu kesana bawa honda jazZ dan pas tanjakan yg pake belok, mobil bgak kuat salah pasanf gigi dan akhirnya mundur

Reply
Rivai Hidayat November 22, 2016 - 4:11 am

kebetulan pas kesana naik mobil..ga tau kalo naik pake motor matic 😀

Reply
Rivai Hidayat November 22, 2016 - 4:19 am

tanjakan terakhir emang ngeri-ngeri sedap yaa om cum 😀

Reply
Hendi Setiyanto November 22, 2016 - 11:17 am

Perpaduan jawa kuno dengan nuansa Bali banget, tapi sekilas lumayan mistis ya suasananya hehehe

Reply
Rudi Chandra December 4, 2016 - 9:02 am

Kabutnya itu bikin nuansa mistisnya terasa banget.

Reply
Zainal MuttaQien December 5, 2016 - 6:04 am

Ada conynya gak mas

Reply
Miftha Kaje December 18, 2016 - 8:33 am

Sekarang pake sarung yak…
Dulu aku ke situ belum ada sarungnya.
Ada rencana mau ke situ lagi..
Tapi rencana tinggallah rencana.. Gak jadi2 melulu nih..
Jajanan favorit bakso tusuk panas.

Reply
Elisabeth Murni December 18, 2016 - 9:36 am

Cetho masih masuk dalam bucket list, paling tahun depan baru kesana, sekalian ke Kemuning dan Ndoro Donker hehehe. Pengen nyunset disana.

Reply
Rivai Hidayat December 18, 2016 - 9:59 pm

apalagi ditambah kabut…ayok kesana mas 😀

Reply
Rivai Hidayat December 18, 2016 - 10:01 pm

iya mas,..di foto juga bagus 😀

Reply
Rivai Hidayat December 18, 2016 - 10:02 pm

ayo agendakan buat kesana…hahhaa
sarung buat hormati tempat ibadahnya mbak 😀

Reply
Rivai Hidayat December 18, 2016 - 10:03 pm

iyaa kak sash…semuanya satu paket 😀

Reply
Ilham January 25, 2017 - 11:26 pm

seperti di bali ya mas

Reply

Leave a Comment