Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the soledad domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/masvayco/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Kuala Tungkal: Cerita Yang Telah Usai - Rivai Hidayat

Kuala Tungkal: Cerita Yang Telah Usai

by Rivai Hidayat
“Perjalanan dari Jambi ke Kuala Tungkal sekitar 3-4 jam. Jalan sudah bagus untuk dilewati.”
Begitu kata Bang Duty kepada kami berdua, aku dan Bang Tasko. Sesuai rencana, besok pagi kami akan melanjutkan perjalanan dari Jambi menuju Kuala Tungkal.

Selamat Datang di Kuala Tungkal

Mungkin Kuala Tungkal terdengar asing bagi sebagian orang. Namun tidak bagi temanku. Eeh, bisa dibilang sahabatku juga. Saking dekatnya, dia itu satu-satunya nama kontak di smartphone-ku yang memiliki embel-embel “cantik” di belakang namanya. Yang tidak ada yang seperti itu. Tentu saja dia seorang perempuan. Dulu dia terbiasa dengan nama Kuala Tungkal. Dia yang mengenalkanku dengan Kuala Tungkal. Meskipun dia belum pernah kesana. Mungkin juga tidak akan pernah ke sana.

Oyaa, rencana kedatanganku ke Kuala Tungkal dalam agenda kerja. Namun, aku lebih suka menyebut kerja sekalian jalan-jalan dan silaturahmi. Perjalananku dimulai dari Kota Bengkulu, transit di Kabupaten Sarolangun dan Kota Jambi. Kemudian dilanjutkan menuju Kuala Tungkal. Total jarak yang aku tempuh dari Kota Bengkulu menuju Kuala Tungkal sekitar 600 km. Dalam perjalanan sejauh itu, kami mesti berhenti di beberapa tempat untuk keperluan survei.

Kuala Tungkal terletak di provinsi Jambi dan merupakan ibukota dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar). Karena merupakan sebuah ibukota kabupaten, kota ini sangat ramai dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Tanjabar. Seperti kota pesisir laut lainnya, perkampungan nelayan dan rumah-rumah panggung masih bisa dijumpai di kota ini.

Ketika transit di Jambi. Aku dan Bang Tasko diajak ngopi bersama teman-teman dari Jambi Backpackers. Tentu saja aku senang sekali bisa bersilaturahmi bersama mereka. Kami saling bertukar cerita dalam banyak hal. Mulai dari traveling, komunitas, hingga agenda perjalanan selanjutnya. Termasuk cerita beberapa hal tentang Kuala Tungkal kepada kami. Dalam sebuah perjalanan ke daerah tertentu, hal yang paling menyenangkan bagiku adalah bisa bersilaturahmi dengan teman-teman yang tinggal di daerah tersebut.
Baca Juga: Menyapa Kota Pagaralam

Ngopi bareng teman-teman Jambi Backpackers

Teriknya sinar matahari menemani perjalanan menuju Kuala Tungkal. Tidak ada bonus sejuknya udara, apalagi penjual durian yang berdagang di pinggir jalan. Sepanjang perjalanan itu pula kami mesti bersaing dengan truk-truk pengangkut kelapa sawit dan hasil tambang. Jalanan yang kami lalui memiliki kondisi yang bagus dan layak. Banyak perkebunan kelapa sawit dan area tambang yang beroperasi di sekitar Kuala Tungkal. Terlihat juga beberapa tenda komando milik polisi, dan BNPB yang didirikan untuk mengantisipasi kebakaran hutan.

Becak di Kuala Tungkal

Gapura bertuliskan “Selamat Datang di Kuala Tungkal” menyambut kedatangan kami. Kami langsung menuju dermaga pelabuhan Kuala Tungkal. Dermaga menjadi lokasi survei kami di Kuala Tungkal. Hari sudah beranjak senja ketika kami tiba di dermaga. Akhirnya kami menikmati senja di dermaga Kuala Tungkal. Terlihat perahu-perahu nelayan hilir mudik melewati dermaga. Sedangakan anak-anak dengan gembira berenang di dekat dermaga. Senja sore itu dibungkus dengan pengalaman baru dan tempat yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Hari beranjak malam, kami mulai mencari penginapan untuk beristirahat.
Baca Juga: Trekking di Gunung Andong, Kampung Para Pendaki Gunung

KULINER
Masyarakat Kuala Tungkal terdiri dari berbagai suku, seperti suku Jambi, suku Minang, suku Melayu, suku Jawa, dan suku Bugis, menyebabkan kuliner di Kuala Tungkal sangat beraneka ragam. Banyak tempat makan dengan mengusung menu kuliner dari berbagai daerah. Seperti masakan Minang, Jawa, dan Melayu. Bagi yang doyan Sate Padang, di sini banyak gerobak yang menjajakannya. Rumah makan Padang juga berjejer di berbagai sudut kota. Ada sebuah rumah makan Palembang yang terdapat di perempatan jalan yang selalu ramai di tiap malam. Rasa makanannya juga sangat enak.

Senja di Kuala Tungkal

Di Kuala Tungkal banyak warung-warung yang menjual makanan laut. Sebelum memesan, jangan sungkan untuk menanyakan harga dan porsi setiap menu yang ada. Pada malam pertama setibanya di Kuala Tungkal, aku memasuki warung tenda yang menjual makanan laut.
Aku: “Bang, satu porsi ikan kakap harganya berapa?”
Penjual: “Satu porsi Rp 70.000,- Bang”
Aku: “Ouw gitu” (menatap temanku)
     “Ya sudah bang, kami ga jadi pesen. Nanti saja bang. Terima kasih, Bang” Jawabku sambil meninggalkan warung tersebut.

Dermaga Kuala Tungkal

Harga seporsi ikan kakap ternyata tidak sesuai dengan anggaran kami. Akhirnya kami meninggalkan warung tersebut. Untungnya kami tak segan untuk bertanya terlebih dahulu. Dengan begini kami terhindar dari merasa dibohongi tentang harga makanan dan tentu saja defisit anggaran. Malam itu, akhirnya kami makan ayam bakar yang tidak jauh dari Stadion Kuala Tungkal.

*****
Pasar dan dermaga menjadi pusat keramaian  di Kuala Tungkal. Kuala Tungkal juga menyediakan penyeberangan untuk menuju beberapa pulau. Salah satunya adalah Pulau Kijang. Warga yang tinggal di Pulau Kijang sesekali datang ke Kuala Tungkal untuk berbelanja kebutuhan. Kota Kuala Tungkal begitu hidup dan ramai dengan aktivitas perekonomian. Hotel dan penginapan banyak tersedia di kota pesisir ini.
Baca Juga: Menjelajah Kawasan Pecinan, Semarang

Anak-anak berenang di dekat Kuala Tungkal

Malam semakin larut, kami segera kembali ke penginapan. Esok hari kami mesti ke Jambi untuk menjemput seorang kawan yang akan membantu proses survei. Kemudian kembali lagi ke Kota Kuala Tungkal. Lusanya melanjutkan perjalanan menuju Bengkulu. Aku begitu menikmati dua hari di Kuala Tungkal. Pengalaman ini mungkin bisa aku ceritakan kepada sahabatku itu. Dia yang mengenalkanku kepada Kuala Tungkal. meskipun dia tak akan pernah data ke kota kecil ini.

Beberapa tahun yang lalu, dia pernah menjalin hubungan dengan seorang lelaki yang berasal dari Kuala Tungkal. Namun karena adanya perbedaan prinsip, akhirnya mereka berpisah. Saat ini  mereka hidup nyaman dengan pasangannya masing-masing. Baginya, cerita tentang dia dan Kuala Tungkal telah usai. Namun tidak bagiku. Karena kemungkinan aku datang kembali ke kota ini.
Kuala Tungkal,
3 Agustus 2018

You may also like

0 comment

Ikrom Zayn August 15, 2018 - 2:20 pm

70 rebu gila itu kayak pizza aja
meski simpel aku suka sunsetnya mas
asyik banget

Reply
Rivai Hidayat August 15, 2018 - 11:47 pm

Waah, makasih gus. Jadi makin semangat ngblog kalau ada yang ngingetin kayak gini 😀

Reply
Rivai Hidayat August 15, 2018 - 11:48 pm

Sunset yang apa adanya mas. Semua berjalan seperti hari-hari biasanya 😀

Reply
Yokhanan Prasetyono August 16, 2018 - 10:03 am

Saya berharap ada letupan-letupan keseruan cerita dari sekian paragraf; namun saya nggak menemukannya. Mungkin bisa digali lagi sisi menariknya dari kisah ini, mas. Bisa cari insight cerita perjalanan ini.

Semangat menulis, mas.

Salam.

Reply
SiKlimis August 16, 2018 - 1:39 pm

baca tulisan ini aku jadi ingat temanku yg sekarang jadi guru di tanjung Jabung barat…. udah sering disuruh main kesana tp blm sempat

Reply
Mechta August 17, 2018 - 5:26 am

Wah bagus yah..aku blom pernah ke sana.. moga2 suatu saat nanti..

Reply
Rifiaubiet August 17, 2018 - 1:55 pm

Waahh Jambi.. pernah ke sana tapi sebatas Jambinya aja. Ditunggu cerita selanjutnya di Kuala Tungkal mas, cerita belum usai kan? 😉

Reply
Mara solehah August 18, 2018 - 7:49 am

70rb untuk kakap seberapa ya ? Pdhl daerah pinggir laut tapi ikan kok mahal hmm.
Klo segitu sih mnding keputing telor ya.

Woia aku to baru tau nama Kuala Tungkal. Fix dolanku kurang jauh

Reply
Anugrahni August 18, 2018 - 8:07 am

Kuala Tungkal versi komplit ala mas Vay ini bikin saya penasaran. Bagi yang belum pernah ke sana, kisah Kuala Tungkal cukup memberi sedikit gambaran tentang apa yang akan saya dapat di sana. Ditunggu cerita selanjutnya, kak.

Reply
yudo rahadya August 18, 2018 - 1:39 pm

Jadi penasaran pengen kesana

Reply
Linda Leenk August 19, 2018 - 6:56 pm

Di sana kamu ga kulineran lain selain masakan laut yg ga jadi dibeli tadi?

Reply
Dwi Septianingsih August 20, 2018 - 2:39 am

wadaaww sayang gabisa nyobain kakapnya karena mahal. padahal sepertinya menggiurkan yaa

Reply
Matius Teguh Nugroho August 24, 2018 - 5:30 am

Seru ya bisa jalan-jalan sambil bisnis, mas. Kenapa harga ikan mahal banget, ya? Itu kan kota kecil sekaligus kota pesisir.

Reply
jagbir August 26, 2018 - 6:13 pm

Usually, I never comment on blogs but your article is so convincing that I never stop myself to say something about it. You’re doing a great job Man. Best article I have ever read

Keep it up!

Reply
Nia Nurdiansyah September 4, 2018 - 9:22 am

Aku tu yaa, nggak tau kenapa kayaknya beberapa waktu sekali harus selalu mampirin blognya Vai…hahaha. aku suka baca tulisanmu yg ngalir, dan tempat2 yg dikunjungin kadang ati mainstream.

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:19 am

waah, mainlah ke sena kalau ada kesempatan 😀

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:20 am

makasih untuk saran dan masukannya mas 😀

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:22 am

semoga suatu saat bisa ke jambi lagi 😀

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:23 am

kurang tahu ukurane seberapa.hahhahaa
tapi rata-rata disini ikan dijual per ons. aku pun juga baru tahu ini..hahaha

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:25 am

bisa dibilang kuala tungkal cukup ramai. banyak pendatang di sana. Termasuk orang-orang Jawa.

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:25 am

semoga bisa ke sana mas 🙂

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:25 am

Jadinya makan ikan pari 😀

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:30 am

Iyaa mbak sept, padahal di beberapa tempat harga ikan yang dijual dihitung per ons. Jatuh harganya sama aja 😀

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:31 am

Waah…makasih yaa mbak nia 😀
lebih suka cerita sesuai dengan apa yang dilihat dan kebetulan dapat tempat yang unik dan penuh cerita 😀

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:32 am

thanks jagbir

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:34 am

seru banget kalau bisa sering dinas luar kota mas. setahuku, harga ikan laut dihitung per ons. Tapi entah di kedai itu harga ikan langsung dihitung bulat. 😀

Reply
Rivai Hidayat October 11, 2018 - 12:34 am

semoga suatu saat bisa ke sana mbak 😀

Reply
dudukpalingdepan December 25, 2018 - 11:04 am

Wah, ayah saya berasal dari Kuala Tungkal. Jadi kangen sama Tungkal karena semenjak kakek udah nggak ada jadi jarang lagi kesana. Btw, kalau datang ke Tungkal pas bulan Ramadhan akan lebih semarak karena ada festival/pawai beduk dengan aneka kreasi dari masyarakat 😀

Reply
Rivai Hidayat December 26, 2018 - 3:31 am

ke kuala tungkal juga karena kerjaan mbak, dulunya ga tahu kuala tungkal itu di mana dan seperti apa. Ahamdulillah bisa singgah di Kuala Tungkal… hheheehe

Reply

Leave a Comment