Selamat Datang di Kuala Tungkal |
Mungkin Kuala Tungkal terdengar asing bagi sebagian orang. Namun tidak bagi temanku. Eeh, bisa dibilang sahabatku juga. Saking dekatnya, dia itu satu-satunya nama kontak di smartphone-ku yang memiliki embel-embel “cantik” di belakang namanya. Yang tidak ada yang seperti itu. Tentu saja dia seorang perempuan. Dulu dia terbiasa dengan nama Kuala Tungkal. Dia yang mengenalkanku dengan Kuala Tungkal. Meskipun dia belum pernah kesana. Mungkin juga tidak akan pernah ke sana.
Kuala Tungkal terletak di provinsi Jambi dan merupakan ibukota dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabar). Karena merupakan sebuah ibukota kabupaten, kota ini sangat ramai dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Tanjabar. Seperti kota pesisir laut lainnya, perkampungan nelayan dan rumah-rumah panggung masih bisa dijumpai di kota ini.
Ketika transit di Jambi. Aku dan Bang Tasko diajak ngopi bersama teman-teman dari Jambi Backpackers. Tentu saja aku senang sekali bisa bersilaturahmi bersama mereka. Kami saling bertukar cerita dalam banyak hal. Mulai dari traveling, komunitas, hingga agenda perjalanan selanjutnya. Termasuk cerita beberapa hal tentang Kuala Tungkal kepada kami. Dalam sebuah perjalanan ke daerah tertentu, hal yang paling menyenangkan bagiku adalah bisa bersilaturahmi dengan teman-teman yang tinggal di daerah tersebut.
Baca Juga: Menyapa Kota Pagaralam
Ngopi bareng teman-teman Jambi Backpackers |
Becak di Kuala Tungkal |
Gapura bertuliskan “Selamat Datang di Kuala Tungkal” menyambut kedatangan kami. Kami langsung menuju dermaga pelabuhan Kuala Tungkal. Dermaga menjadi lokasi survei kami di Kuala Tungkal. Hari sudah beranjak senja ketika kami tiba di dermaga. Akhirnya kami menikmati senja di dermaga Kuala Tungkal. Terlihat perahu-perahu nelayan hilir mudik melewati dermaga. Sedangakan anak-anak dengan gembira berenang di dekat dermaga. Senja sore itu dibungkus dengan pengalaman baru dan tempat yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Hari beranjak malam, kami mulai mencari penginapan untuk beristirahat.
Baca Juga: Trekking di Gunung Andong, Kampung Para Pendaki Gunung
Senja di Kuala Tungkal |
Di Kuala Tungkal banyak warung-warung yang menjual makanan laut. Sebelum memesan, jangan sungkan untuk menanyakan harga dan porsi setiap menu yang ada. Pada malam pertama setibanya di Kuala Tungkal, aku memasuki warung tenda yang menjual makanan laut.
Aku: “Bang, satu porsi ikan kakap harganya berapa?”
Penjual: “Satu porsi Rp 70.000,- Bang”
Aku: “Ouw gitu” (menatap temanku)
“Ya sudah bang, kami ga jadi pesen. Nanti saja bang. Terima kasih, Bang” Jawabku sambil meninggalkan warung tersebut.
Dermaga Kuala Tungkal |
Harga seporsi ikan kakap ternyata tidak sesuai dengan anggaran kami. Akhirnya kami meninggalkan warung tersebut. Untungnya kami tak segan untuk bertanya terlebih dahulu. Dengan begini kami terhindar dari merasa dibohongi tentang harga makanan dan tentu saja defisit anggaran. Malam itu, akhirnya kami makan ayam bakar yang tidak jauh dari Stadion Kuala Tungkal.
Baca Juga: Menjelajah Kawasan Pecinan, Semarang
Malam semakin larut, kami segera kembali ke penginapan. Esok hari kami mesti ke Jambi untuk menjemput seorang kawan yang akan membantu proses survei. Kemudian kembali lagi ke Kota Kuala Tungkal. Lusanya melanjutkan perjalanan menuju Bengkulu. Aku begitu menikmati dua hari di Kuala Tungkal. Pengalaman ini mungkin bisa aku ceritakan kepada sahabatku itu. Dia yang mengenalkanku kepada Kuala Tungkal. meskipun dia tak akan pernah data ke kota kecil ini.
0 comment
70 rebu gila itu kayak pizza aja
meski simpel aku suka sunsetnya mas
asyik banget
Waah, makasih gus. Jadi makin semangat ngblog kalau ada yang ngingetin kayak gini 😀
Sunset yang apa adanya mas. Semua berjalan seperti hari-hari biasanya 😀
Saya berharap ada letupan-letupan keseruan cerita dari sekian paragraf; namun saya nggak menemukannya. Mungkin bisa digali lagi sisi menariknya dari kisah ini, mas. Bisa cari insight cerita perjalanan ini.
Semangat menulis, mas.
Salam.
baca tulisan ini aku jadi ingat temanku yg sekarang jadi guru di tanjung Jabung barat…. udah sering disuruh main kesana tp blm sempat
Wah bagus yah..aku blom pernah ke sana.. moga2 suatu saat nanti..
Waahh Jambi.. pernah ke sana tapi sebatas Jambinya aja. Ditunggu cerita selanjutnya di Kuala Tungkal mas, cerita belum usai kan? 😉
70rb untuk kakap seberapa ya ? Pdhl daerah pinggir laut tapi ikan kok mahal hmm.
Klo segitu sih mnding keputing telor ya.
Woia aku to baru tau nama Kuala Tungkal. Fix dolanku kurang jauh
Kuala Tungkal versi komplit ala mas Vay ini bikin saya penasaran. Bagi yang belum pernah ke sana, kisah Kuala Tungkal cukup memberi sedikit gambaran tentang apa yang akan saya dapat di sana. Ditunggu cerita selanjutnya, kak.
Jadi penasaran pengen kesana
Di sana kamu ga kulineran lain selain masakan laut yg ga jadi dibeli tadi?
wadaaww sayang gabisa nyobain kakapnya karena mahal. padahal sepertinya menggiurkan yaa
Seru ya bisa jalan-jalan sambil bisnis, mas. Kenapa harga ikan mahal banget, ya? Itu kan kota kecil sekaligus kota pesisir.
Usually, I never comment on blogs but your article is so convincing that I never stop myself to say something about it. You’re doing a great job Man. Best article I have ever read
Keep it up!
Aku tu yaa, nggak tau kenapa kayaknya beberapa waktu sekali harus selalu mampirin blognya Vai…hahaha. aku suka baca tulisanmu yg ngalir, dan tempat2 yg dikunjungin kadang ati mainstream.
waah, mainlah ke sena kalau ada kesempatan 😀
makasih untuk saran dan masukannya mas 😀
semoga suatu saat bisa ke jambi lagi 😀
kurang tahu ukurane seberapa.hahhahaa
tapi rata-rata disini ikan dijual per ons. aku pun juga baru tahu ini..hahaha
bisa dibilang kuala tungkal cukup ramai. banyak pendatang di sana. Termasuk orang-orang Jawa.
semoga bisa ke sana mas 🙂
Jadinya makan ikan pari 😀
Iyaa mbak sept, padahal di beberapa tempat harga ikan yang dijual dihitung per ons. Jatuh harganya sama aja 😀
Waah…makasih yaa mbak nia 😀
lebih suka cerita sesuai dengan apa yang dilihat dan kebetulan dapat tempat yang unik dan penuh cerita 😀
thanks jagbir
seru banget kalau bisa sering dinas luar kota mas. setahuku, harga ikan laut dihitung per ons. Tapi entah di kedai itu harga ikan langsung dihitung bulat. 😀
semoga suatu saat bisa ke sana mbak 😀
Wah, ayah saya berasal dari Kuala Tungkal. Jadi kangen sama Tungkal karena semenjak kakek udah nggak ada jadi jarang lagi kesana. Btw, kalau datang ke Tungkal pas bulan Ramadhan akan lebih semarak karena ada festival/pawai beduk dengan aneka kreasi dari masyarakat 😀
ke kuala tungkal juga karena kerjaan mbak, dulunya ga tahu kuala tungkal itu di mana dan seperti apa. Ahamdulillah bisa singgah di Kuala Tungkal… hheheehe