Hari ini adalah hari kelima di bulan Ramadhan. Cuaca di sekitar sini cerah di pagi hari dan mendung di sore hari. Terkadang malam hari akan diguyur hujan. Aku dan seluruh tim sudah tidak ada yang di lapangan. Semuanya sudah berada di sebuah rumah yang kami kontrak selama berada di sini. Setelah dari Desa Nanga Kenepai aku tidak lagi melakukan pekerjaan lapangan. Semuanya sudah selesai sebelum memasuki bulan Ramadhan. Hanya sesekali ke desa untuk mengurusi kekurangan data. Seperti Desa Tanjung, Marsedan Raya, atau ke Desa Nanga Kenepai. Tidak hanya aku, tim lain juga melakukan hal serupa. Desa Mantan menjadi desa terakhir yang menjadi lokasi pekerjaan kami.
Wisnu, salah seorang temanku sudah bersiap untuk menuju Desa Mantan. Desa yang menjadi tempat dia datangi bersama timnya. Awalnya dia akan berangkat seorang diri ke desa tersebut. Kemudian aku menawarkan diri untuk menemaninya. Saat itu pekerjaanku sudah selesai dan aku bosan berada di rumah kontrakan itu. Aku butuh suasana baru. Jadi tidak ada salahnya menemani Wisnu ke Desa Mantan.
Desa Mantan merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Suhaid. Desa ini berada di area perkebunan kelapa sawit. Perjalanan menuju Desa Mantan bisa ditempuh dalam waktu 40 menit dari Kantor Kecamatan Suhaid. Desa Mantan terdiri dari dua dusun yang jarak tempuhnya sekitar 20 menit. Mayoritas warga desa merupakan keturunan Suku Dayak dan bekerja di perkebunan kelapa sawit. Selain itu, mereka juga memiliki area perkebunan pribadi.
Baca Juga: Menyeberang ke Desa Nanga Kenepai
Kami berangkat menuju Desa Mantan pada pukul 13:30. Sengaja siang hari karena ketika pagi hari banyak warga dan perangkat desa yang pergi lahan perkebunan kelapa sawit. Hampir semua warga memiliki profesi sebagai pekebun. Di sebelah utara langit sudah terlihat mendung. Sedangkan Desa Mantan yang berada di sebelah selatan masih terlihat cerah berawan. Kami menuju Desa Mantan menggunakan motor. Wisnu yang bertugas mengendarai motor karena dia yang mengetahui jalan menuju desa tersebut.
Keluar gang kami langsung disambut jalan tanah yang berdebu. Jalan ini bukanlah jalan utama, tapi jalan untuk akses ke perkebunan kelapa sawit. Jadi bukan jalanan beraspal atau beton, tetapi jalan tanah. Di beberapa ruas jalan, jalanan tanah berubah menjadi lumpur karena hujan semalam. Papan kayu dipasang untuk memudahkan kendaraan melintasi jalan berlumpur ini. Setelah melewati perkebunan warga, kami tiba di persimpangan jalan yang mengarah ke beberapa desa. Dari persimpangan ini kami akan melewati jalan perkebunan kelapa sawit untuk menuju ke Desa Mantan.
Sejauh mata memandang hanya terlihat jalan tanah dan pohon kelapa sawit. Beberapa kali terlihat beberapa pekerja yang sedang memuat buah sawit ke dalam bak truk. Buah sawit ini akan diangkut menuju pabrik pengolahan yang berada di Desa Tua Abang. Perjalanan truk ini akan melalui dermaga penyeberangan Sungai Kapuas yang ada di Desa Marsedan Raya. Dermaga ini khusus digunakan untuk truk pengangkut kelapa sawit. Di area perkebunan ini juga terdapat beberapa area pemukiman para pekerja sawit. Rata-rata mereka ada perantau dari luar desa-desa sekitar.
Wisnu pernah bertemu dengan salah satu perantau yang bekerja di perkebunan sawit ini. Sebut saja namanya Pak Andi. Pak Andi berasal dari Kota Ngawi, Jawa Timur dan pertama kali tiba di perkebunan ini pada tahun 2009. Awal-awal area perkebunan sawit mulai dibuka. Saat itu Pak Andi bekerja sebagai juru ukur di perkebunan. Bukan hal mudah ketika tiba di tempat ini. Area yang jauh dari pemukiman warga, sepi dan sulitnya sinyal menjadi masalah tersendiri bagi dia.
Seiring berjalannya waktu Pak Andi mulai terbiasa dengan keadaan ini. Pak Andi akhirnya tinggal menetap dan menikah dengan salah satu perempuan dari Desa Mantan. Menurutnya, dulu dia tidak pernah menyangka akan tiba dan menetap di tempat ini. “Semua sudah ada yang mengatur mas. Aku cuma mengikuti jalan yang sudah dikehendaki.” Kenang Pak Andi.
Baca Juga: Ikan Bakar di Desa Marsedan Raya
Kami langsung disambut sebuah gapura desa yang berwarna biru ketika memasuki area pemukiman warga. Tak jauh dari gapura, terdapat satu-satunya bangunan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di desa ini. Jalan tanah sudah berganti dengan jalan beton begitu memasuki area permukiman. Banyak warga yang sedang beristirahat di depan rumah. Mereka melepas lelah setelah bekerja di kebun kelapa sawit. Kami langsung menuju rumah kepala desa, Pak Simon.
Kedatangan kami langsung disambut oleh Pak Simon. Pak Simon sangat membantu kami dengan memberikan semua data-data yang kami butuhkan. Beberapa warga juga ikut membantu kami. Salah seorang warga menyuguhi kami dengan minuman ringan dan beberapa camilan. Meskipun berada di area perbukitan, rumah warga desa masih berbentuk rumah panggung. Bukan sebuah rumah tapak. Di depan rumah terdapat tiang-tiang bambu dengan tinggi belasan meter. Tiang ini berfungsi sebagai penguat sinyal internet. Perangkat dan bambu ini sangat membantu warga untuk mendapatkan sinyal internet sehingga bisa mengakses informasi yang dibutuhkan.
Sekitar satu jam kami berada di Desa Mantan. Segala urusan telah diselesaikan. Kami bersiap untuk kembali ke rumah kontrakan. Kami akan melewati jalan yang sama dengan ketika kami berangkat. Jalanan tanah, berdebu, dan sejauh mata memandang hanya terlihat perkebunan kelapa sawit. Kami akan melewati beberapa bagian area perkebunan dan bertemu dengan truk-truk pengangkut buah kelapa sawit. Aku tidak menyesal bisa ikut menemani Wisnu untuk kembali ke Desa Mantan. Mungkin aku akan tersesat bila melewati jalan perkebunan kelapa sawit yang mirip dengan labirin ini seorang diri.
Cerita dari Kapuas
Desa Mantan
14 April 2021
10 comments
Lihat jalannya, yang terbayang di benakku itu gimana kalau tiba-tiba ada babi hutan menyeberang. Hahahaha
Jalan seperti ini serba salah ya. Kering banyak debu, hujan mesti jadi lumpur.
Mungkin lebih baik berdebu sih, karena kalau sampai jadi lumpur bakal menyulitkan kendaraan untuk melintasi jalan ini. Aku pernah melintasi jalan lumpur, dan aku memilih untuk berjalan kaki ketimbang tergelincir di jalan tersebut.
Melewati desa2 yg jalannya aja masih begini, kadang aku mikir, terlalu besar ya Indonesia, sampe ada desa terpencil yg blm ngerasain jalanan di aspal, listrik mungkin masih mati bergilir dll. Jadi inget, beberapa jalan di Sorkam, Tapanuli pun masih begini bentukannya. Dari aku kecil, sampe trakhir aku mudik kemarin, ttp aja ga berubah. Malah ada yg lebih parah. Mungkin bagi penduduknya sih udah biasa ya mas. Tapi aku berharap sih mereka yg tinggal di desa yg masih terpencil gini, nantinya bisa ngerasain pembangunan lah .
Namanya unik banget sih … Bikin salah paham kalo ga tau itu nama desa
Ketika berada di pedalaman selalu merasa indonesia itu luas sekali. Hal-hal yang biasa ditemukan di jawa, ternyata ga bisa ditemukan di tempat lain yang ada di indonesia. Walaupun masih ada jalan rusak di jawa, namun jumlah ga sebanyak di luar pulau jawa. Jalan perkebunan seperti ini sulit terjangkau oleh pemerintah. Biasanya yang bertanggung jawab adalah perusahaan pengelola. Di area pemukiman desa, jalannya sudah beton yang layak. Tetapi di luar area pemukiman masih berupa tanah seperti yang ada di foto.
pertama kali dengar nama desanya juga merasa kalau namanya sangat unik. Beda dengan desa-desa yang ada di sekitarnya.
Desa Mantan.. langsung ke distrak sama judul artikelnya..
Oh ternyata memang namanya Desa Mantan tho haha… aku kira ada click bait atau cerita alasan disebut desa mantan.
Perkebunan sawitnya dan desanya terpencil ya sampai-sampai hanya satu SD dan SMP saja.. jalannya sepertinya juga susah untuk dilalui untuk ke kebun, apalagi ketika habis hujan 🙁
Namanya beneran kok. Terdengar unik dan bisa bikin salah paham..hiiks
di sana satu desa memiliki satu SD dan SMP. Beberapa desa memiliki TK dan PAUD. Jumlah muridnya tidak banyak. Satu kelas bisa kurang dari puluhan murid. Jadi murid di sd dan smp tidak banyak seperti yang ditemui di pulau jawa. Ketika SMA, anak-anak akan bersekolah di SMA yang ada di ibukota kecamatan. Satu kecamatan minimal memiliki satu SMA atau sederajat.
di kalimantan barat masih banyak jalan tanah seperti ini.
jauh juga ada pendatang dari Ngawi, bisa reunian sama mas Vay ya hehehe
memang bener juga kata si Bapak, semua sudah ada yang mengatur. Dan nggak nyangka bisa menjadi warga Desa Mantan
Baideweii, memang nama desanya menarik, Mantan, kan jadi gimana gitu.
misal aku ditanyai, mau kemana? mau ke rumah mantan #lahhh
jalanan di desa Mantan terliat udah cukup baik ya, di paving begitu, ngebayangin kalau malam melewati jalanan yang penuh kanan kirinya dengan sawit, terus ga ada penerangan, cuma penerangan dari motor, lumayan juga ya, apalagi kalau perjalanan hampir sejam
kebetulan yang ketemu orang tersebut adalah temanku. Aku hanya dapat cerita dari dia.
Sejak tahu nama desanya, aku juga merasa namanya unik. Makanya tertarik buat datang ke sini juga.
Kalau jalan desa sudah bagus. Hanya jalan akses menuju desa yang masih berupa tanah dan tanpa penerangan. Warga desa jarang melakukan perjalanan jika sudah malam
waw, jalanannya sungguh anti nyasar sih. aman jadinya meski pake gomaps karena nggak ada jalan lain wk
tapi rada ngeri ya kalo jalan pas sore menjelang malam. berarrti satu2nya penerangan cuma dari kendaraan ya? kalo di tengah jalan tiba2 kehabisan bensin begimane? *overthinking duluan haha
kalau belum pernah lewat sana juga bakal bingung sih. Berasa seperti masuk dalam labirin dengan sisi jalan yang sama, yaitu kelapa sawit.
bener banget, tidak ada lampu penerangan sama sekali. Tapi kalau udah malam, biasanya warga sekitar juga tidak keluar rumah. Mereka lebih banyak menonton televisi dan berkumpul dengan keluarga di malam hari.
Kalau bensin habis yaa paling nunggu warga sekitar lewat. Dengan senang hati mereka akan bantu 😀