Kembali Ke Kuala Tungkal

Pagi itu kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Kota Kuala Tungkal. Perjalanan kami mulai dari Kabupaten Muara Sibak. Dua bulan yang lalu aku datang ke Kota Kuala Tungkal dalam rangka pekerjaan. Karena pekerjaan ini pula aku kembali lagi ke Kuala Tungkal.

Dermaga Kuala Tungkal

Sebelum masuk ke kota, aku singgah terlebih dulu di sebuah SPBU. Bukan untuk mengisi bensin, namun untuk numpang mandi. Kamar mandi SPBU tidak terlalu besar, terkesan sempit, namun airnya sangat segar. Yang aku sadari ternyata itu adalah air hujan yang disaring kemudian ditampung dalam wadah. Di sini air bersih sangat susah ditemukan karena merupakan daerah rawa yang memiliki air payau.
Baca dulu: Kuala Tungkal: Cerita Yang Telah Usai
Kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Taman PKK yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman. Alat sudah terpasang dengan benar dan mesti terpasang selama enam jam. Taman PKK merupakan salah satu tempat keramaian di kota ini. Jadi aku tak merasa bosan meski harus berada di tempat ini selama enam jam.

Taman PKK Kuala Tungkal

Hari mulai beranjak siang. Aku sudah merasa lapar. Di seberang Taman PKK terdapat sebuah rumah makan masakan Padang. Rumah Makan (RM) Simpang Ampek, begitu nama rumah makan ini. Menu yang disajikan sangat bervariasi dan harganya sangat terjangkau. Seperti rendang, gulai ayam, telor, lele, perkedel, ikan nila, dan ayam bakar. Selain itu, di sini juga menyediakan kepala kakap, ikan pari, ikan bawal, dan cumi. Tentu saja sambal lombok ijo dan daun singkong yang tidak ketinggalan untuk disajikan. Aku memesan nasi ikan pari. Rasanya aku belum pernah makan ikan pari, jadi tidak ada salahnya untuk sekalian mencicipinya di sini. Menurut salah satu pegawainya, rumah makan ini merupakan salah satu yang paling ramai dibandingkan rumah makan lainnya yang ada di Kuala Tungkal. Pemiliknya merupakan orang Minang asli. Kelezatan masakan Minang memang tak perlu diragukan lagi. Tapi, menurutku masakan Minang yang terlezat yang pernah aku makan adalah masakan yang disajikan di sebuah meja makan sebuah keluarga Minang. Tentu saja makan bersama dengan keluarga Minang.
Baca Juga: Menjelajah Kawasan Pecinan Semarang

RM. Simpang Ampek
Menu Masakan di RM Simpang Ampek

Hari mulai beranjak sore, Taman PKK mulai dipenuhi dengan aktivitas warga. Selalu ramai ketika sore hingga malam hari. Ada anak-anak yang sedang bermain bola, ibu-ibu yang sedang momong anaknya, para penjual makanan, mainan, dll. Taman PKK telah berubah menjadi tempat interaksi antar warga. Seperti yang aku alami sore itu. Aku bertemu dengan orang Jawa, tepatnya dari Demak yang merantau dan berjualan mainan di Kuala Tungkal. Dia baru beberapa bulan di sini. Dia juga bilang jika di Kuala Tungkal banyak orang Jawa.

Area Dermaga Kuala Tungkal

Pekerjaanku di Kuala Tungkal telah usai. Sebelum kembali ke Jambi, aku menyempatkan diri untuk berkunjung ke dermaga baru. Hari mulai beranjak petang. Senja mulai menyambut di ufuk barat. Dermaga Kuala Tungkal sangat ramai dengan warga yang ingin menikmati senja. Banyak orang berjualan di sepanjang dermaga. Meja dan kursi berbaris dengan rapi di area dermaga. Aku sengaja memilih meja yang berada di ujung agar bisa menikmati suasana dermaga dan melihat aktivitas kapal nelayan yang lalu lalang.
Baca Juga: Menyapa Kota Pagaralam

Sambil Menikmati Senja
Senja di Kuala Tungkal

Rasanya sangat menyenangkan bisa kembali lagi ke Kuala Tungkal. Melihat segala aktivitas warga yang terdiri dari berbagai suku dan etnis yang membaur jadi satu. Mulai dari etnis Melayu, Jawa, Minang, Batak, Bugis, hingga Tionghoa. Seperti kata seorang warga yang asli Demak, “Di sini aman mas, meskipun terdiri dari berbagai suku, semuanya hidup rukun.”

9 Comments

Add Yours →

nasi padang for lyfe.. dimana2 ada ya nasi padang. itu gimana rasa ikan pari? enak?

asik tuh nikmatin senja di dermaga,, tapi sayang awannya lagi tebel kayanya yah..

-Traveler Paruh Waktu

Waah ikan pari, itu ikan favoritkuuuuu mas :D. Kampungku di Sibolga kan daerah pesisir yaa. Di sana ikan pari, ikan hiu banyak dijual dan dijadikan kuliner khas . Biasanya digulai. Walopun banyak kontroversi kalo seharusnya ikan hiu jangan dimakan. Tapi masalahnya di Sibolga itu udh kayak lauk rumahan. Mamaku jago bikin gulainya.

Aku suka dagingnya Krn putih tebel dan tulangnya lunak :). Tp sejak banyak kampanye yg melarang makan hiu dan pari, aku mulai ngurangin kok. Lagian di JKT langka ikan itu. Cm tiap pulang ke Medan dan Sibolga, agak susah menghindari ikan ini secara mama pasti masakin :D.

Leave a Reply