Jelajah Kampung Kulitan Semarang

by Rivai Hidayat
kampung kulitan

Seperti di kota-kota lainnya, pemberian nama daerah, jalan, dan kampung di Kota Semarang juga berdasarkan hal-hal yang biasa ditemui di daerah atau kampung tersebut. Seperti pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan oleh warganya. Nama tokoh juga sering digunakan untuk menamai suatu daerah atau kampung. Hal ini juga terjadi di Kota Semarang. Termasuk kampung yang berada di sekitar jalan Mataram. Seperti Kampung Grajen, Kampung Jagalan, Kampung Kulitan, dan Kampung Bustaman.

Dari Kampung Kembang Anom kami menyeberang Jalan Mataram untuk menuju ke Klenteng Grajen. Sekilas klenteng ini mirip dengan klenteng pada umumnya. Identik dengan warna merah, aroma dupa, dan patung-patung dewa. Namun, ada keunikan pada nama dan bentuk klenteng ini.

Klenteng Grajen

Nama klenteng diambil berdasarkan nama kampung tempat klenteng ini berdiri, yaitu Kampung Grajen. Kata grajen sendiri berarti tukang gergaji. Di masa lalu warga Kampung Grajen berprofesi sebagai tukang gergaji. Selain itu, bentuk atap bangunan klenteng memiliki desain atap tiga susun atau atap tumpang yang mirip dengan masjid-masjid dan bangunan di Jawa pada masa itu.

Kami melanjutkan perjalanan kami dengan menyusuri Kampung Grajen menuju Kampung Jagalan. Sesuai dengan namanya, kampung ini dulunya dikenal sebagai tempat tinggal orang-orang yang berprofesi sebagai tukang jagal hewan atau tukang potong hewan. Jalan ini akan bisa mengarahkan menuju kawasan Pecinan, Semarang. Kami langsung menuju ke Kampung Kulitan.
Baca Juga: Sepotong Cerita dari Jalan Mataram

Kami diajak melewati Kampung Kentangan dan melihat sebuah rumah tua yang dulu termasuk dalam proyek pembangunan rumah dan permukiman oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dikerjakan sekitar tahun 1920-an. Terdapat empat rumah yang masih berdiri dengan kokoh dan memiliki bentuk yang berbeda dengan rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Hanya satu rumah yang bentuknya masih terlihat sangat jelas. Rumah tersebut masih ditempati. Pemiliknya merupakan generasi ketiga.

Rumah warga yang termasuk dalam program perbaikan permukiman

Kami sempat mengobrol dengan pemiliknya. Seorang perempuan lansia yang usianya lebih dari 70 tahun. Beliau bilang bahwa rumahnya merupakan peninggalan kakeknya. Bangunan rumah masih sesuai dengan bentuk aslinya dan belum pernah mengalami renovasi besar. Beberapa bagian unik yang bisa dilihat dari rumah ini adalah kombinasi penggunaan kayu dan semen pada dindingnya, daun pintu yang berjumlah dua buah, dua buah jendela kuno yang berada di depan, lantai yang masih menggunakan ubin, penggunaan genteng merah, dan atap rumah yang menjulang tinggi.

Pada masa itu Pemerintah Hindia Belanda pernah mengadakan program kampongs verbetering, yaitu program perbaikan lingkungan kampung. Seperti pembangunan jalan, gang, selokan, dan pembangunan fasilitas mandi, kakus, dan sanitasi. Salah satu tujuannya adalah mengurangi kampung-kampung kumuh dan meningkatkan kualitas hidup warga kampung.

Kami menyusuri Kampung Kentangan hingga kembali lagi ke Jalan Mataram. Perjalanan berlanjut ke Kampung Kulitan. Kampung ini merupakan salah satu kampung tertua yang ada di Semarang. Sesuai dengan namanya, Kampung Kulitan merupakan area sentra pengolahan kulit hewan pada masa lalu.

Kampung Kulitan

Kami mulai memasuki sebuah gapura bertuliskan Kampung Kulitan Tempo Doeloe. Kami langsung disambut dengan mural yang bercerita tentang sejarah Kampung Kulitan di masa lalu. Mural dimulai dengan tulisan nama kampung yang ditulis dalam aksara Jawa. Kemudian ada mural seorang laki-laki berkumis yang memakai blangkon, beskap, dan kain jarik. Sosok mural tersebut adalah Tasripin.

kampung kulitan
Gapura Kampung Kulitan
kampung kulitan
Mural yang menceritakan Tasripin dengan usahanya

Keberadaan Kampung Kulitan tidak bisa dilepaskan dari Tasripin yang merupakan seorang saudagar pribumi pengusaha pengolahan kulit. Ia menjalankan semu usahanya dari Kampung Kulitan. Ia merupakan satu dari dua saudagar sukses yang berasal dari Semarang pada masa itu. Satunya adalah Oei Tiong Ham, yang dijuluki seorang Raja Gula dari Semarang.

Tasripin mendapatkan izin untuk penyembelihan hewan ternak di tempat penjagalan miliknya. Kulit hewan ternak ini kemudian diolah menjadi bahan wayang kulit. Bisnis pengolahan kulit ini terus berkembang. Kulit-kulit tersebut diolah menjadi wayang kulit dan berbagai produk. Pada masa itu, permintaan kebutuhan wayang kulit sangat tinggi. Kemudian Tasripin mengembangkan bisnisnya ke berbagai bidang, seperti tanah dan bangunan, kopra, kapas, dan pabrik es batu.
Baca Juga: Merekam Karnaval & Pawai Ogoh-Ogoh di Semarang

Tanah dan bangunan yang dimiliki oleh Tasripin tersebar di berbagai wilayah di Semarang. Selain untuk mengembangkan bisnisnya, Tasripin sengaja membeli tanah dan bangunan dengan tujuan untuk mengurangi kepemilikan tanah dan bangunan oleh orang-orang Belanda. Tasripin juga menyediakan rumah-rumah bagi para pekerjanya yang berasal dari luar Kota Semarang. Para pekerja pendatang ini dikenal dengan nama kaum boro. Salah satunya berada di tepi Kali Kuping atau dekat dengan Kampung Kulitan. Karena banyaknya tanah dan bangunan yang ia miliki maka ia dijuluki sebagai tuan tanah di Kota Semarang.

Jalan di Kampung Kulitan

Kampung Kulitan menjadi pusat usahanya. Tidak hanya rumah, tetapi juga kantor dan tempat usahanya di kampung ini. Beberapa bangunan yang aku temui di Kampung Kulitan memiliki corak seperti bangunan Melayu yang dilengkapi dengan ornamen-ornamen pada pintu dan atap rumah. Salah satu keunikan rumah Tasripin adalah bentuk bangunan–khususnya teras–lebih tinggi dari jalan. Tujuannya adalah untuk memudahkan ia ketika akan naik kuda atau kereta kuda.

Di tengah kampung padat ini terdapat sebuah masjid yang merupakan peninggalan Tasripin. Pada awalnya berbentuk langgar atau musala yang dibangun Tasripin untuk tempat beribadah para pekerjanya. Pada awalnya Tasripin merupakan seorang penganut Kejawen, seperti kebanyakan orang Jawa di masa lalu. Kemudian ia memeluk agama Islam dengan bimbingan pamannya.

kampung kulitan
Salah satu rumah kuno di Kampung Kulitan

Menurut beberapa sumber, kekayaan Tasripin mencapai 45 juta gulden. Ia juga dikenal dekat dengan pemerintah Hindia Belanda dan menjadi satu-satunya pengusaha pribumi yang pernah mendapat kado ulang tahun dari Ratu Wilhelmina. Tasripin diberi hadiah sejumlah uang koin emas yang bergambar wajah ratu di kedua sisinya. Uniknya, ia meminta izin untuk memasang koin emas tersebut di ubin rumahnya.
Baca Juga: Bubur India di Masjid Jami Pekojan

Hal ini mengundang protes dan marah para pejabat Hindia Belanda. Para serdadu tidak berani memasuki dan melakukan penggeledahan di rumahnya. Jika menggeledah rumah Tasripin berarti sama saja menghina Ratu Wilhelmina, Ratu Belanda saat itu. Tasripin memang dikenal dekat dengan pemerintah Hindia Belanda, tetapi sesungguhnya ia tidak menyukai penjajah ini.

Masjid di Kampung Kulitan
Warga Kampung Kulitan

Masa kejayaan Tasripin mulai memudar ketika ia meninggal dunia pada tahun 1919 pada usia 85 tahun. Beberapa bisnisnya masih diteruskan oleh anak-anaknya. Keturunan Tasripin memiliki ciri khas khusus, yaitu ia selalu menyematkan kata “Tas” pada nama anak-anaknya. Salah satunya Amat Tasan yang juga meneruskan usaha milik ayahnya.

Kemudian Amat Tasan meninggal pada tahun 1937 dalam usia 72 tahun. Selama hidupnya, Tasripin memiliki beberapa istri. Sebelum meninggal, Tasripin mewajibkan agar anak-anaknya menikah dengan kerabat keluarganya. Tujuannya untuk menjaga harta agar tidak berpindah ke orang lain. Namun, hal tersebut malah membuat perkawinan sedarah di keluarga besar Tasripin. Beberapa keturunannya mengalami gangguan jiwa. Terutama bagi keturunan ke satu, dua, dan ketiga.

Memasuki Kampung Bang Inggris

Aset berupa rumah yang tersebar di beberapa tempat masih ditempati oleh keturunannya. Sedangkan badan usaha yang bernama Tasripin Concern terakhir eksis sekitar tahun 1950-an. Kisah tentang kejayaan Tasripin telah berlalu, tetapi beberapa peninggalannya masih bisa ditemukan di Kampung Kulitan.

Kami mulai meninggalkan Kampung Kulitan dengan menyusuri jalan di tepi Kali Kuping. Nama “Kuping” diambil dari nama Koh Ping yang merupakan seorang pedagang Tionghoa yang tinggal di sebelah kali ini. Kemudian kami kembali memasuki sebuah kampung yang bernama Kampung Bang Inggris. Di kampung ini terdapat banyak rumah dengan ciri khas melayu yang memiliki ventilasi yang dilengkapi dengan ornamen-ornamen. Selain itu, rumah-rumah ini memiliki tiga pintu. Setelah dari Kampung Gang Bang Inggris kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung Bustaman.

Cerita dari Semarang
Kampung Kulitan
26 Februari 2023

You may also like

56 comments

kotanopan.com June 14, 2023 - 9:11 am

saya malah lebih tertarik membaca kisah hidup Tasripin daripada keseluruhan, apalagi jika benar memang mereka akhirnya banyak memiliki keturunan dengan ganguan jiwa passti pada masa itu akan dikaitkan dengan “kutukan, Hal magic, pesugihan, atau sejenisnya”

Reply
Rivai Hidayat June 16, 2023 - 12:32 pm

Kayaknya sejak jaman dulu pernihakan sedarah sudah dilarang mas. Tapi pada kenyataannya masih aja ada yang melakukan hal tersebut dengan berbagai kepentingan tiap orang.

Reply
kotanopan.com June 21, 2023 - 5:59 pm

iya, bahkan di masa kini saya juga masih sering lihat yang seprti itu juga, sedarah demi agar kekayaan tidak keluar keluarga katanya,

Reply
Rivai Hidayat June 22, 2023 - 12:59 pm

Prosentasenya kecil. Mungkin banyak yang sadar kalau hal tersebut dilarang oleh agama dan berbahaya untuk kesehatan. Khususnya pada keturunan yang dihasilkan.

Reply
Cipu June 15, 2023 - 2:12 am

Sayang banget ya kisah hidup Tasripin ini jika tidak dibukukan, pasti ada banyak catatan-catatan menarik yang mungkin terkait dengan sejarah perjuangan Indonesia. Jadi penasaran, apa Tasripin juga menyumbangkan kekayaannya untuk perjuangan para pahlawan zaman dulu

Reply
Rivai Hidayat June 16, 2023 - 12:34 pm

Waah, bener juga mas. Belum ada buku yang membahas tentang tasripin. Kalau buku tentang oei tiong ham sudah ada beberapa.

Sepertinya dia juga aktif dalam organisasi pergerakan mas. Salah satunya sarekat islam.

Reply
Ayu Fajri June 22, 2023 - 8:20 am

di paragraf sempet bingung, judulnya kampung kulitan tp kok malah banyak kampung lain yg disebut, oh ternyata belum sampai… hehehe…

dari Taspirin saya belajar bahwa ketamakan (seringkali) berakhir buruk. Kali ini dengan perkawinan sedarah lalu menghasilkan keturunan terganggu kesehatannya.

Reply
Rivai Hidayat June 22, 2023 - 1:04 pm

Ceritanya sesuai dengan alur perjalanan. Jadi ga langsung memasuki tentang kampung kulitan.

Sebetulanya Tasripin bukanlah orang yang tamak. Bahkan dia sangat peduli terhadap para pekerjanya. Pernikahan sedarah itu terjadi karena pada masa itu banyak orang yang ingin ikut menguasai kekayaannya dengan cara menjadi menantunya. Apalagi di salah satu saudagar terkaya pada masa itu. Tidak heran banyak orang yang mengincar kekayaannya.

Perkawinam darah terjadi, meskipun sudaha da yang menentangnya.

Reply
Fajar Fathurrahman June 15, 2023 - 4:51 am

Seru juga yah mengulik kisah sejarah seperti ini. Untungnya ada beberapa dokumentasi mural yang memudahkan kita untuk memvisualisasi. Saya jadi kagum dengan kisah Tasripin dan berbagai kejayaannya di masa lampau.

Sayang sekali di akhir hayatnya, malah memerintahkan untuk melakukan pernikahan sedarah. Hal yang membuat generasi setelahnya justru jadi menderita karena gangguan jiwa dll

Reply
Rivai Hidayat June 16, 2023 - 12:37 pm

Mural di kampung kulitan sangat membantu untuk menjelaskan tentang tasripin dan kampung kulitan mas.

Padahal itu sudah dilarang, tapi tetap saja dilaksanakan untuk sebuah kepentingan. Pada akhirnya membawa dampak buruk pada keturunannya.

Reply
Titik Asa June 15, 2023 - 12:16 pm

Asik juga nih Mas jelajah sudut-sudut kota Semarang yang ternyata mempunyai makna historis. Selalu, peninggalan Belanda manjadi fokus apalagi masih sesuai dengan aslinya.

Nama-nama kampung unik juga ya Mas. Dari kampung Grajen dan kampung Kulitan, bermakna aktivitas yang dilakukan penduduk disana yang berpengaruh kepada kehidupan warga disana.

Terima kasih sharingnya Mas. Minimal saya menjadi lebih kenal dengan kota Semarang.

Salam,

Reply
Rivai Hidayat June 16, 2023 - 12:40 pm

Banyak tempat di semarang yang memiliki kisah dan historis di masa lalu. Begitu juga dengan bangunan belanda yang masih terawat dengan baik.

Kebanyakan nama kampung diambil dari aktivitas masyarakat di sana dan menurutku itu samgat unik.

Sama-sama om asa. Semoga kelak bisa ke semarang lagi

Reply
Djangkaru Bumi June 15, 2023 - 2:29 pm

Rumah tuanya itu lo
yang menjadi pusat perhatian saya
ngeri-ngeri sedap, jadi ingat rumah saya di kampung.

Reply
Endah April June 16, 2023 - 11:01 am

Wah menarik. Ini masih ada lanjutannya kah mas Vay? Sayang banget ya Tasripin niatnya jaga harga malah inces 🙁 Btw tentang rumah zaman Belanda, memang ciri khasnya jendelanya banyak gitu ya, supaya aliran udara lancar dan gak gerah di dalam. Cuman ya itu, penampilannya agak horor wkwkwkwk.

Reply
Rivai Hidayat June 16, 2023 - 12:43 pm

Kelanjutan tentang kampung kulitan ga ada. Lanjutannya berupa pindah ke kampung lainnya.

Padahal pernikahan sedarah sudah dilarang, tapi tetap dilanggar. Akhirnya membawa dampak buruk pada keturunannya.

Bener banget, sebagai sirkulasi udara. Semarang daerah pesisir sehingga perlu banyak jendela dan ventilasi untuk sirkulasi udara

Reply
Rivai Hidayat June 16, 2023 - 12:31 pm

Rumah tua punya bentuk yang unik yaa mas

Reply
Keza felice June 16, 2023 - 12:25 pm

Bener2 baca sejarah ini mah. Tapi menarik, nggak membosankan sama sekali
Aku juga baru tau tentang Tasripin. Kayaknya belum ada yg bahas Tentang Tasripin di Google. Pdhal namanya cukup berpengaruh di jaman Belanda dan terkenal.

Btw, di sana memang nama2 tempatnya unik yak. Aku taunya yg modern2 aja namanya krna beberpa temen dari semarang, ternyata ada banyak tempat bersejarah yg namanya unik dan menyimpan kisah2nya sendiri

Reply
Rivai Hidayat June 16, 2023 - 12:45 pm

Tidak membosankan sama sekali. Malah terasa lebih menyenangkan. Namanya kalah tenar sama oei tiong ham. Meskipun mereka hidup pada era yang sama.

Tiap kampung kota memiliki nama yang unik dan itu masih dipertahankan hingga saat ini.

Reply
Lina June 17, 2023 - 9:39 pm

Oho, menarik ni jelajah kota yang seperti ini, jadi menyusuri asal muasal suatu nama daerah ya. aku pernah baca buku judulnya kurang lebih asal nama daerah di Jakarta. Dulu pengetahuan ini aku jadiin modal utk nemenin temen2 bule yg lagi melancong di Jakarta (cari uang tambahan waktu mahasiswa wkkk), jadi yaa walau tempatnya ga menarik, tp sok2an dikemas pake cerita sejarah nama tempatnya wkk aku per Mei tgl di Semarang dan belum ke mana-mana xD

Reply
Rivai Hidayat June 17, 2023 - 11:20 pm

Rata-rata wisatawan asing suka mendengarkan cerita-cerita sejarah tentang tempat yang ia kunjungi. Aku beberapa kali ikut temanku jari guide untuk wisman. Mereka antusias untuk ikut dan bertanya.

Selaamat datang di semarang mbak lina.
Kalau butuh teman keliling semarang, kabari aja mbak lina 😀

Reply
rezkypratama June 18, 2023 - 1:21 pm

saya semarang taunya mochi semarang sama lumpia semarangnya doang

Reply
Rivai Hidayat June 19, 2023 - 4:27 am

keduanya sudah jadi ikon oleh-oleh kota semarang mas 😀

Reply
Suci Margi Pangesti June 24, 2023 - 11:09 am

Entah kenapa yah kalau baca tulisannya MasVay ini berasa ikutan ngulik ke kampung sana. Nanti kalaau aku ke Semarang lagi, ajakin jalan ke kampung2 bersejarah yang jarang diketahui orang begini yah, Mas. Dan sepertinya cerita begini haru berputar di kalangan masyarakat lokal saja. Perlu anak muda yang mau blusukan begini untuk diangkat menjadi sebuah tulisan yang bisa dinikmati dan menambah pengetahuan kita tentang sejarah yang (mungkin) mulai dilupakan.
Nice kali lah!!!

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 1:34 am

Yaa nanti diajakin keliling kampung-kampung tua yang ada di semarang. Jumlahnya banyak dan semua punya ceritanya masing-masing.

Cerita tentang sejarah kota perlu dikenalkan lagi kepada anak muda. Cerita kayak ini bakal jadi warisan dari generasi ke generasi. Mesti tetap dijaga dan berkembang dalam masyarakat.

Reply
rezkypratama July 3, 2023 - 1:04 pm

saya dulu pernah ke semarang rencana beli mochi gemini dan lumpia
jadi batal gegara macet panjang
waktu lebaran idul fitri kmrn

Rivai Hidayat July 4, 2023 - 2:15 am

daerah pusat oleh-oleh semarang selalu macet di akhir pekan dan libur nasional mas. Jadi yaa sebaiknya cari lokasi parkir di sekitarnya.

Febi June 18, 2023 - 1:56 pm

Kisah Tasripin sangat menarik.. dari kisahnya bisa diambil hikmah tertentu, terutama dalam hal nasihatnya agar menikah dg kerabat sendiri.. meskipun keturunannya punya hak untuk menolak nasihat orang tuanya tapi nyatanya mereka mengikuti nasihat tersebut.. hikmahnya adalah orang bisa jatuh bukan karena tidak pintar tapi bisa jadi karena “blunder” yg dibuatnya.. dan terkadang blunder ini bs terjadi karena kurang hati2 / ceroboh..

Reply
Rivai Hidayat June 19, 2023 - 6:10 am

Kayaknya dulu juga sudah ada larangan pernikahan sedarah, tapi tetap dilanggar. Akhirnya berdampak buruk pada keluarga dan keturunannya. Setiap kisah dari seseorang bisa kita jadikan nasihat buat kita.

Reply
morishige June 18, 2023 - 1:57 pm

Selama ini yang lebih sering dibahas Oei Tiong Ham. Saya suka sekali tulisan ini, Masvay. Saya jadi tahu kalau ada sosok pengusaha legendaris lain dari Semarang.

Reply
Rivai Hidayat June 19, 2023 - 6:02 am

Sosok Oei Tiong Ham sering dibaahas dalam sebuah buku dan tulisan. Sedangkan sosok Tasripin belum banyak dikenal, meskipun seorang saudagar sukses pada masanya.

Reply
RULY June 19, 2023 - 8:25 am

Lagi-lagi selalu menyenangkan membaca cerita sejarah terlebih mengunjungi secara langsung, Semarang memang selalu meniliki cerita-cerita Unik, Kulitan diambil dari kata kulit, karena tempatnya sentra penghasil pengrajin kulit, Kisah hidup Taprin juga unik, selama ini taunya kisah saudagar gula Oei Tiong Ham, yang konon katanya terkaya Se-Asia Tenggara.

Reply
Rivai Hidayat June 21, 2023 - 7:57 am

Buku tentang Oei Tiong Ham dan keluarganya cukup banyak. Belum lagi tentang buku, dan artikel tentang dirinya. Oei Tiong Ham lebih dikenal karena dia memiliki bisnis yang penting pada masa itu, yaitu pabrik gula. Walaupun penerimaan dia dari bisnis candu atau opium lebih besar ketimbang dari bisnis gula.
Tasripin memiliki bisnis pengolahan kulit. Sebuah bisnis yang tidak sepopuler bisnis gula milik Oei Tiong Ham.

Reply
Heni June 20, 2023 - 1:23 am

Aku baca di google Tasripin ternyata pengusaha terkenal dari Semarang, unik “memang nama kampungnya, nama”nya berdasarkan pekerjaan warganya ya mas…nah kadang orang memang ga paham ttg perkawinan sedarah, memang ada yg mengalami gangguan jiwa jika melakukan perkawinan sedarah, walau saya belum pernah ketemu hal gini tapi pernah baca jika terjadi perkawinan sedarah ya seperti tadi itu..,walahualam

Reply
Rivai Hidayat June 21, 2023 - 8:01 am

Nama kampung di semarang banyak yang unik. Mungkin sudah jadi pola penamaan sebuah kampung berdasarkan jenis pekerjaan atau sesuatu yang terkenal di tempat tersebut.
Paman Tasripin seorang pemuka agama, mungkin sudah diberitahu tentang larangan perkawinan sedarah. Namun tetap saja dilanggar dan akhirnya memberi dampak buruk kepada keturunannya.

Reply
Dayu Anggoro June 20, 2023 - 11:22 pm

Menarik banget nih wisata ke tempat sejarah kayak Kampung Kulit ini, btw apakah sampai sekarang keturunan Taspirin masih ada yang ngelanjutin bisnisnya kah?

Reply
Rivai Hidayat June 21, 2023 - 7:43 am

untuk bisnisnya sudah tidak ada lagi mas. Namun, beberapa keturunannya masih tinggal di Kampung Kulitan.

Reply
Retno June 21, 2023 - 1:38 pm

Semua nama kampungnya unik2 dengan cerita asal usulnya, kampung yang dikunjungi tadi adanya di kabupaten apa ya mas?

Reply
Rivai Hidayat June 22, 2023 - 12:57 pm

Ada di kota semarang mbak retno

Reply
Antin Aprianti June 22, 2023 - 5:15 am

Menarik ya cerita Taspirin ini. Itu koin pemberian ratu apa jadi ditaruh dilantai? kalau iya, apakah ada jejaknya yang bisa dilihat sekarang?
Keturunannya yang mengalami gangguan jiwa nasibnya bagaimana mas? jadinya tidak ada penerus keturunan kah?
Apakah tentang Kampung Bang Inggris ada di arisan selanjutnya? ditunggu ceritanya 🙂

Reply
Rivai Hidayat June 22, 2023 - 1:08 pm

Koinnya memang benar-benar ditanam di lantai rumahnya. Aku ga ketemu dengan jejaknya. Mungkin sudah dicopoti agar tidak menarik perhatian orang lain.

Beberapa keturunannya ada yang gila dan meninggal. Saat ini keturunannya masih ada dan tidak ada usaha yang dilanjutkan lagi.

Aku ga bahas tentang kampung bang inggris, tapi langsung lompat ke kampung bustaman. Tulisannya bisa langsung dibaca di minggu ini.

Reply
Furisukabo June 22, 2023 - 9:42 am

wahh jalan-jalannya seru nih. Aku jadi penasaran dengan keturunannya Taspirin sekarang. Ngomong-ngomong rumahnya Taspirin sudah ga ada ya? Aku ga nemu fotonya hehe kirain bakal ditunjukin rumahnya

btw kalo kampung bang inggris kenapa diberi nama seperti itu ya? apakah yang tinggal orang inggris dulu di situ?

Reply
Rivai Hidayat June 23, 2023 - 4:30 am

Saat ini keturunannya masih tinggal di kampung kulitan juga. Kayaknya sih rumah yang bercat krem adalah rumahnya. Soalnya rumah ini salah satu terbesar dibandingkan rumah-rumah lainnya.

Kalau dari jurnal yang aku baca, nama kampung bang inggris berawal dari adanya taman bunga (kebon) milik seorang tuan tanah bangsa inggris. kata kebon berubah jadi -bon dan akhirnya dikenal dengan sebutan Bang Inggris.

Reply
Deny Oey June 22, 2023 - 12:05 pm

Seru juga ya kalo menjelajah kota seperti ini dan tau sejarah dan budayanya jg. Semoga diperbanyak lagi tulisan tentang semarang dan kota2 menarik lainnnya Masvay.

Reply
Rivai Hidayat June 23, 2023 - 3:11 am

setuju, cara lain belajar tentang sebuah sejarah kota. Tidak hanya membaca sebuah cerita, tetapi juga diajak untuk melihatnya secara langsung.
Okeh koh..makasih banyak 😀

Reply
Ristiyanto June 24, 2023 - 1:25 am

Hebat juga ya Tasripin, karena pernah mendapat kado ulang tahun dari Ratu Wilhelmina, berupa koin emas. Namun koin emasnya dipasang di ubin rumahnya wkwkwkw…

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 12:04 am

Cara tasripin protes ke ratu belanda sungguh berbeda.

Reply
tia June 24, 2023 - 10:51 am

Wah, paling seneng bisa jalan-jalan sambil belajar sejarah. Tambah seru kalau ternyata ada keturunan atau tetangganya Taspirin untuk tahu lebih lanjut kisahnya dari saksi mata hehehe

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 12:11 am

Setuju, belajar sejarah tidak selalu di dalam kelas. Belajar langsung di lokasi sejarah jadi pengalaman tersendiri.

Reply
Suci Margi Pangesti June 24, 2023 - 2:43 pm

Entah kenapa yah kalau baca tulisannya MasVay ini berasa ikutan ngulik ke kampung sana. Nanti kalaau aku ke Semarang lagi, ajakin jalan ke kampung2 bersejarah yang jarang diketahui orang begini yah, Mas. Dan sepertinya cerita begini haru berputar di kalangan masyarakat lokal saja. Perlu anak muda yang mau blusukan begini untuk diangkat menjadi sebuah tulisan yang bisa dinikmati dan menambah pengetahuan kita tentang sejarah yang (mungkin) mulai dilupakan.
Nice kali lah!!!

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 1:34 am

Yaa nanti diajakin keliling kampung-kampung tua yang ada di semarang. Jumlahnya banyak dan semua punya ceritanya masing-masing.

Cerita tentang sejarah kota perlu dikenalkan lagi kepada anak muda. Cerita kayak ini bakal jadi warisan dari generasi ke generasi. Mesti tetap dijaga dan berkembang dalam masyarakat.

Reply
Iqbal June 25, 2023 - 3:47 am

Sayang banget anak turunnya kurang kuat nerusin bisnis yah… Perlu belajar sm tionghoa yg terlihat sering berhasil meneruskan bisnis ke anak turunnya

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 1:40 am

Usaha sudah diteruskan, walaupun tidak bertahan hingga sekarang. Beberapa pengusaha tionghoa yang berasal di masa lalu juga tidak semuanya diwariskan. Contohnya seperti oei tiong ham yang terjadi perebutan warisan dan perusahaannya dinasionalisasi oleh soekarno.

Reply
Anni NS June 25, 2023 - 10:44 am

Seru ya cerita dari Kampung Kulitan ini, serasa jadi belajar sejarah dengan cara yang menyenangkan. Sama sekali jadi tidak membosankan untuk mengetahui kisah cerita seseorang di masa lalu.
Aku sendiri juga suka ingin tahu lebih lanjut tentang cerita peranakan Tionghoa di Semarang, tentang klenteng juga tentang sejarah-sejarah serta kisah-kisah sukses yang mengikutinya.

Reply
Rivai Hidayat June 26, 2023 - 8:38 am

Tidak ada rasa membosankan ketika belajar sejarah dengan cara seperti ini.
Aku pernah nulis tentang pecinan semarang. Termasuk sedikit cerita tentang klenteng dan budaya di pecinan semarang. Mungkin nanti bakal ditulis ulang lagi.

Reply
fanny_dcatqueen July 3, 2023 - 10:24 am

Kenapa ya orang dulu itu takuuut banget kalo keluarga atau anaknya menikah Ama orang yg berbeda suku atau ras dari mereka. Pada kuatir jadi perebut harta kayaknya .

Tapi jadinya Krn kawin sedarah, keturunannya jadj membawa gen ga baik juga :(.

Menarik banget sejarahnya mas. Tadi pas denger kata kulitan aku pikir banyak perajin barang2 kulit kayak dompet, tas, jaket dll. Ternyata lebih ke wayang kulit yaaa. Aku penyuka aksesoris kulit soalnya. Asal pinter merawat, bisa banget awet

Reply
Rivai Hidayat July 4, 2023 - 2:14 am

Kalau aku baca beberapa sumber, banyak yang ga mau orang menikah dengan keluarganya hanya untuk mendapatkan hartanya. Jadi banyak yang memanfaatkan kondisi agar bisa jadi bagian dari orang terkaya. Mungkin pada saat itu terjadi kesenjangan yang begitu tinggi antar keluarga. Saat ini keturunan mereka hidup dengan normal dan telah meninggalkan perkawinan sedarah.

produk utamanya memang wayang kulit. Ada produk lainnya juga. Aksesoris kulit emang bagus, tapi emang harus pinter dalam merawatnya.

Reply

Leave a Comment