Aku mulai mengayuh pedal sepeda dan meninggalkan Pak Adi yang masih sibuk dengan kerupuk tahunya. Kembali menyusuri Jalan Inspeksi yang ada di tepi Kali Semarang. Kemudian melambatkan laju sepeda ketika berada di depan Gang Buntu. Dengan sedikit ragu aku mengarahkan stang sepeda memasuki gang ini. Ini merupakan pengalaman pertamaku memasuki Gang Buntu.
Aku mengetahui tentang Gang Buntu dari film dokumenter yang tayang pada tahun 2012. Film dokumenter itu berjudul Gorila dari Gang Buntu. Film ini bercerita tentang aktivitas warga yang berolahraga angkat beban di gang ini. Perlengkapan yang digunakan terbilang sangat sederhana. Bukan sebuah alat terbaik dari yang seperti ada di pusat kebugaran. Kerangka besi yang digunakan dibuat dari sisa besi-besi pengelasan. Bahkan beban yang digunakan berupa batu-batu dari semen. Warga selalu semangat ketika berlatih, meskipun dalam keterbatasan alat.
Gang Buntu ini ternyata tidak benar-benar buntu karena di ujung gang tersambung dengan Jalan Pedamaran. Jalannya gang tidak lebar. Hanya muat untuk satu mobil, tapi saat itu aku tidak melihat mobil melintas di gang ini. Bangunan-bangunan tua masih berdiri kokoh di gang ini. Aku melintas dan memberi salam kepada seorang ibu-ibu yang sedang duduk santai di depan sebuah rumah yang dekat dengan alat-alat angkat beban.
Di ujung gang aku memutar balik lagi menyusuri Gang Buntu yang pagi itu terlihat sepi. Tidak terlihat ada aktivitas warga. Namun, di kejauhan masih terlihat ibu-ibu yang tadi aku temui. Jarak kami di antara kami semakin mendekat. Ibu-ibu itu mempersilahkan aku untuk singgah di tempatnya. “Mas, sini mampir dulu!” ujar ibu-ibu itu.
Baca Juga: Cerita dari Tepi Kali Semarang
Aku pun segera memarkirkan sepedaku dan menghampiri ibu-ibu itu. Bersalaman dan duduk di dekatnya. Ibu-ibu itu bernama Ibu Vera. Usianya sudah lebih dari 60 tahun. Kami memulai obrolan dengan aktivitas angkat beban yang masih dilakukan di gang ini. Ternyata suami Ibu Vera merupakan perintis aktivitas angkat beban di gang ini. Namun, suaminya meninggal dunia pada lima tahun yang lalu karena sakit.
Aku ditawari untuk latihan angkat beban, tetapi aku menolaknya dan lebih memilih untuk mendengarkan cerita Ibu Vera. Beliau bukan orang asli Gang Buntu, tapi seorang pendatang dari sebuah desa di Kabupaten Semarang. Pada awal merantau Ibu Vera bekerja sebagai asisten rumah tangga di sebuah keluarga yang tinggal di daerah Pecinan, Semarang.
Seiring berjalannya waktu, Ibu Vera muda ditawari oleh majikannya untuk ikut kursus salon dan kecantikannya. Selang beberapa bulan akhirnya dia bekerja di salon yang dimiliki oleh majikannya itu. Menurut majikannya, Ibu Vera dinilai memiliki ketekunan dan kesungguhan untuk belajar dan berkembang. Dia merasa senang karena awalnya yang bantu bersih-bersih, kini memiliki keahlian tertentu, yaitu dalam bidang kecantikan dan memotong rambut.
Ibu Vera memiliki seorang anak perempuan yang sudah menikah dan memiliki cucu yang berusia empat tahun. Anaknya tinggal bersama suaminya di daerah yang tidak jauh dari Gang Buntu. Sebetulnya Ibu Vera diajak tinggal bersama oleh anaknya, tetapi beliau menolaknya dan lebih memilih tinggal di rumahnya di Gang Buntu. Menurutnya, lebih betah tinggal di rumah sendiri. Selain itu, terlalu banyak kenangan yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja di rumah yang dia tempati.
Satu hal yang sangat menarik perhatianku dalam obrolan pagi itu adalah momen ketika Ibu Vera sering mengungkapkan rasa syukurnya. Rasa syukur atas apa yang beliau dapatkan selama ini. Ibu Vera bercerita bahwa dia selalu melibatkan Tuhan dalam setiap apa yang dia kerjakan. Termasuk ketika mengikhlaskan kepergian suaminya untuk selamanya.
Baca Juga: Antara Kopi Giling dan Tanjakan Tanah Putih
Di hari Minggu pagi biasanya Ibu Vera pergi beribadah ke gereja. Namun, hari itu dia lebih memilih beribadah di gereja pada sore hari. Ibu Vera heran melihatku bersepeda seorang diri. Dia sering menjumpai rombongan pesepeda melintas di dekat gereja tempatnya beribadah. Namun, jarang sekali melihat seseorang bersepeda seorang diri.
Keheranan terus berlanjut ketika mengetahui dimana aku tinggal. Baginya, jarak antara Gang Buntu dan rumahku cukup jauh untuk bersepeda. Belum lagi ada beberapa jalan tanjakan yang mesti dilewati sehingga membuat perjalanan semakin berat. Aku menghadapi keheranan Bu Vera dengan tersenyum. Tidak lupa juga menjelaskan aku suka berkeliling kampung-kampung di Semarang. Oleh sebab itu, tidak ada yang aneh ketika aku tiba di Gang Buntu dengan bersepeda.
Lebih dari 20 menit aku mengobrol dengan Ibu Vera. Aku merasa sangat senang. Banyak pelajaran hidup yang aku dapatkan dalam obrolan ini. Salah satunya pesan untuk mencari istri yang baik kepada orang tua, mandiri, dan pintar cari duit. Aku bersiap untuk pamit dan melanjutkan perjalanan. Aku juga berjanji ke Ibu Vera untuk berkunjung lagi.
Tak berselang lama terlihat seorang pemuda yang datang di tempat latihan angkat beban. Sepertinya memang datang untuk latihan. Gang Buntu, sebuah nama yang unik untuk sebuah gang. Namanya boleh Buntu, tapi banyak hal yang aku temui di gang ini.
Cerita dari Semarang
Gang Buntu
22 Oktober 2023
22 comments
Saya baru tahu gang ini, Mas. Ini daerah Kauman dekat Johar lama apa bukan?
Menarik ya ada angkat beban yg unik di sana. Pengen nonton film dokumenternya. Semoga aja ada di YouTube.
Btw maaf saya mau tanya. Mas Rivai berani sepedaan ke daerah baru tikung ga? Hehehe. Daerah yg dianggap hitam tapi masyarakatnya guyub. Dulu ada pusat ikan asap di sana. Bagiku, ikan asap di Semarang enak krn kering dan baunya khas. Beda dgn ikan asap di Jakarta dan sekitarnya.
Kalau sepedaan rutenya bisa nyambung ke Tanah Mas, Jalan Hasanudin, ke Marina, Pelabuhan. Banyak, hahaha.
Iyaa dekat johar. Bisa masuk lewat jalan pedamaran. kalau lewat jembatan pecinan juga bisa.
Aku tahu tentang barutikung, cuma belum pernah masuk-masuk ke dalam kampungnya. Sudah ada rencana untuk ke sentral pengasapan ikan juga. Nanti kalau jadi ke sana bakal aku ceritakan di sini.
setuju, ikan asap di semarang punya ciri khas tersendiri dibandingkan daerah lainnya.
kalau masalah rute banyak pilihan sih. Jadi aman 😀
Di tempat seperti ini malah ada banyak kegiatan yang menarik, Keren di gang buntu
di sore hari biasanya banyak yang latihan angkat beban. Kapan-kapan ingin lihat pas latihan.
Seperti nya gang buntu yang ada lokasi tempat angkat beban ini pernah masuk di salah satu tv ,udah lama banget beritanya tapi saya masih inget, dapet petuah dari Bu Vera ya mas Vai, itung-itung kedepannya kalau mau membentuk keluarga kecil kriteria wanitanya begitu hehehe
Dulu di metro tv tahun 2012. Di youtube maish ada kok, meskipun dengan kualitas gambar yang belum maksimal.
Bener, kadang obrolan dengan orang tua selalu dapat petuah-petuah seperti ini. Sebagai yang lebih muda mesti belajar banyak tentang hal-hal seperti ini 😀
Ini istilah yg tepat ga ada excuse untuk olahraga . Dumbell, kettle bell, barbel lumayan mahaaal memang. Tapi kalo ada kemauan bikin sendiri, ya bisa2 aja .
Ibu nya mungkin LBH kaget lagi kalo tahu yg mas Rivai sepedaan ke kota tetangga waktu itu yaa .
Kampung di Semarang ini bersih2 yaaa. Suka deh liatnya. Jarang banget liat sampah. Beneran keurus baik. Dan ga kumuh juga. Beda Ama beberapa kampung di sini
Bukti kalo Orang2 di sana memang LBH sadar kebersihan juga keindahan kampungnya. Kan enak yaa kalo ngeliat tempat yg bersih, banyak tanaman. Ga sumpek pikiran.
Btw, Orang2 di sana kalo mau latihan apa gratis mas?
di kampung-kampung itu sering bikin dumbell dengan bahan semen, pipa, dan kaleng cat. Biasa dipakai untuk angkat beban.
Tersedia beberapa tempat sampah. Jadi warga bisa langsung buang sampah ke tempat sampah.
kalau mau latihan bisa memasukan uang ke kotak. Jadi bayarnya seikhlasnya.
di Youtube masih ada filmnya, tapi dengan kualitas gambar yang seadanya.
Ini istilah yg tepat ga ada excuse untuk olahraga . Dumbell, kettle bell, barbel lumayan mahaaal memang. Tapi kalo ada kemauan bikin sendiri, ya bisa2 aja .
Ibu nya mungkin LBH kaget lagi kalo tahu yg mas Rivai sepedaan ke kota tetangga waktu itu yaa .
Kampung di Semarang ini bersih2 yaaa. Suka deh liatnya. Jarang banget liat sampah. Beneran keurus baik. Dan ga kumuh juga. Beda Ama beberapa kampung di sini
Bukti kalo Orang2 di sana memang LBH sadar kebersihan juga keindahan kampungnya. Kan enak yaa kalo ngeliat tempat yg bersih, banyak tanaman. Ga sumpek pikiran.
Btw, Orang2 di sana kalo mau latihan apa gratis mas? JD penasaran Ama filmnya juga aku tuh.
di kampung-kampung itu sering bikin dumbell dengan bahan semen, pipa, dan kaleng cat. Biasa dipakai untuk angkat beban.
Tersedia beberapa tempat sampah. Jadi warga bisa langsung buang sampah ke tempat sampah.
kalau mau latihan bisa memasukan uang ke kotak. Jadi bayarnya seikhlasnya.
Ibu Vera ramah sekali
Mau berbagi cerita
Rasa syukur, semoga bisa menular dalam kehidupan saya
ibu vera memang orang yang baik.
waktu ngambil gambar
biar pas begitu gimana caranya ya mas
saya dari dulu belajar cara ngambil gambar
tapi entah kenapa ada yang janggal terus kalau ngambilnya
di hape atau kamera biasanya ada garis bantu mas. Garis bantu ini bisa jadi acuan untuk panduan ketika mengambil gambar. Terutama yang berhubungan dengan komposisi gambar.
Kreatif ya orang-orang di sana. Aku pikir hanya dumbell yang disusun dari besi lalu di kana kirinya diberi kaleng yang di dalamnya dikasih semen. Ternyata ada semcam gym juga di sana. Kayaknya ini cerita paling favorit menurutku dari perjalanan mas Vay bersepeda ke tiap sudut Semarang. Fotonya juga bagus-bagus. Kalo kata anak sekarang gangnya estetik.
Alat versi hemat emang bermodalkan pipa, kaleng cat, dan pipa/besi. Alat sederhana yang kemudian bisa digunakan untuk latihan angkat beban 😀
Kayaknya kamu bakal sering baca cerita-cerita kayak gini. Beberapa cerita sudah disiapkan 😀
Gang buntu tapi enggak buntu terus kenapa dinamain gang buntu?
Btw asik bgt yaa inteaksi sama orang asing gitu, apalagi orang tua. Suka ada aja nasehat nasehat yang dikasih. Kadang nasehatnya malah kayak jadi petunjuk atas apa yang lagi kita galauin belakangan ini.
Nah itu belum ketemu jawabannya. Biasanya nama gang karena berdasarkan sesuatu yang terjadi di tempat tersebut. Mungkin aja dulu gang ini ga tersambung dengan jalan lainnya.
Orang-orang tua emang sering kasih nasihat. Nasihat yang disampaikan sering berhubungan dengan apa yang sedang kita alami. Aku sering ngobrol dengan orang-orang asing, terutama dengan orang yang lebih tua
sepertinya gang ini di masa lampau rame sama penghuninya ya, dan sekarang udah sepi aja yang seliweran di sana
dan gangnya terlihat cukup menarik kalau dibuat background foto
Mungkin masih pagi dan hari minggu. Lokasinya dengan area pasar. Selain itu, banyak terdapat kost-kostan para pekerja pasar. Jadi kemungkinan di hari kerja gang ini bakal lebih ramai.
Luar biasa, byk kisah berharga ternyata di gang buntu. Terutama pesan dari Bu Vera itu ya mas..
Nasihat dari ibu vera sangat bagus dan pengalaman hidupnya bisa jadi pelajaran.