“STM, STM, STM!!!” teriak kernet bus sambil mengetuk kaca pintu dengan uang koin.
Bus sekolah masa SMA yang aku jalani ini meamng tidak jauh dari kata STM yang berasal dari teriakan sang kernet. Teriakan dan ketukan itu adalah sebuah tanda kepada sopir untuk berhenti karena ada penumpang yang akan turun di seberang sebuah sekolah STM. Penumpang yang turun didominasi oleh para pelajar. Tidak hanya STM, namun juga beberapa SMA. Termasuk aku. Jumlah penumpang yang turun jumlah hampir setengah dari total penumpang yang memenuhi bus itu. Setelah penumpang turun, bus melanjutkan perjalanan dengan ruang yang lengang. Bus ini memang jadi pilihan utama bagi aku dan para pelajar di sekolah STM tersebut.
Setelah lulus SMP, aku memilih untuk masuk ke SMA. Awalnya disarankan untuk masuk di salah satu STM bergengsi di Kota Semarang. Meskipun secara nilai ujian bagus, rasanya aku tidak cukup percaya diri untuk masuk ke sekolah tersebut. Belum lagi saat itu aku sedang sakit, sehingga ada kekhawatiran jika tidak bisa lulus melewati ujian fisik dan kesehatan. Ayahku memberikan sebuah kebebasan kepadaku untuk memilih dimana aku bersekolah. Bagi beliau, yang terpenting aku tetap bersekolah dengan bersungguh-sungguh. Pilihanku masuk ke sebuah SMA negeri.
Baca Juga: Bus Sekolah Masa SMP
Banyak yang bilang kalau SMA-ku itu salah satu SMA favorit di Kota Semarang. Tapi memang benar favorit, karena rata-rata yang masuk sini memang adalah anak-anak pintar dan terpilih. Sedangkan aku, merasa beruntung bisa masuk SMA ini. SMA ini terletak di seberang taman kota, dan bertetangga dengan dua sekolah STM dan satu sekolah SMK. Siswa di SMK ini didominasi oleh perempuan. Sedangkan siswa STM mayoritas adalah laki-laki. Meski letak kedua STM ini sangat dekat, namun keduanya memiliki lingkungan yang sangat berbeda. Satu sekolah STM sangat disiplin dan selalu mendatangkan aparat TNI ketika proses masa orientasi sekolah. Sedangkan STM satunya seperti STM pada umumnya.
Pada saat aku SMA, perkembangan teknologi belum pesat seperti sekarang. Handphone masih biasa, bukan smartphone. Layanan masih sebatas telepon dan SMS. Belum ada layanan aplikasi chatting seperti sekarang. Apalagi layanan ojek online atau taksi online. Tapi sudah dilengkapi dengan kamera. Tiga tahun selama masa SMA aku tidak memiliki handphone. Jadi aku mencatat no telepon temanku untuk aku hubungi jika ada keperluan.
Bisa dibilang sekolahku cukup ketat dan disiplin. Jam masuk sekolah berbeda dengan sekolah pada umumnya. Jika rata-rata jam masuk sekolah ada pukul 07:00, jam masuk sekolahku adalah pukul 06:45. Jika terlambat datang, akan diberi hukuman untuk lari keliling lapangan upacara sebanyak lima kali. Selama bersekolah, aku hanya sekali datang terlambat. Alhasil masuk kelas dengan baju yang basah dengan keringat.
Pukul 06:10 biasanya aku sudah berada di halte. Menunggu kedatangan bus bersama dengan para penumpang lainnya. Jika tidak ingin terlambat ke sekolah, pukul 06:20 aku harus sudah naik bus. Bus menuju sekolahku memang tidak banyak. Namun penumpangnya cukup banyak. Terutama para siswa STM. Tidak jarang ada penumpang yang bergelantungan di pintu. Pada saat itu adalah hal yang wajar dan biasa. Para penumpang ini tidak memiliki pilihan lain. Mereka memilih untuk bergelantungan, dibandingkan terlambat datang ke sekolah.
Bus yang aku tumpangi memiliki rute melewati kawasan kampus sebuah universitas. Setelah beberapa bulan terbiasa dengan bus ini, aku mulai memperhatikan apa saja yang aku lihat setiap harinya. Salah satunya adalah beberapa mahasiswi yang biasa naik bus ini. Aku tahu karena mereka selalu turun di kawasan kampus tersebut. Turun sesuai dengan gedung fakultas mereka. Dari beberapa mahasiswi itu, aku merasa tidak asing dengan salah satunya. Dia adalah Kak Sonia. Kakak kelasku ketika SMP. Ternyata Kak Sonia berkuliah di Fakultas Fisip di kampus tersebut.
Baca Juga: Sendiri di Jambi
Karena terbiasa hampir setiap hari bertemu dalam bus yang sama, tanpa terasa terjadi sebuah keterikatan. Meskipun banyak dari kami tidak saling kenal. Sopir dan kernet seperti hafal para penumpangnya naik dan turun dimana. Bahkan sopir pernah menunggu seorang penumpang yang sedang berjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus.
Bus sekolah masa SMA ini hanya berjalan dua tahun. Ketika naik ke kelas 3, aku berangkat dan pulang bareng teman sekelas. Kebetulan rumah kami berdekatan, sehingga tidak ada masalah jika berangkat bareng. Di masa kelas 3 ini kami mulai fokus dengan ujian nasional dan persiapan masuk perguruan tinggi.
Gimana dengan pengalaman masa SMA-mu…?
42 comments
mangkang-bukit kencana memang juara banget ya, sampe miring-miring segala itu busnya, sekarang ke mana ya busnya?
pas kuliah, saat belum bisa mengendarai motor sendiri, aku cukup bersahabat dengan bus ini, karena kalo naik angkot harus dua kali naik belum lagi ke dalam harus naik ojek juga, jadi untuk menghemat ongkos aku naik bus ini.
masalah keterikatan antara sopir, kernet dan penumpang, ibuku pernah cerita ketika blio ditugaskan di daerah demak, untuk berangkat ke kantornya, blio menggunakan bus, dan benar penumpang hampir selalu sama, bahkan mereka pernah piknik wisata bareng-bareng satu bus. aku diceritakan ibuk, yang masih membuat takjub, segitunya ya terikatnya.
sayang, pengalaman SMAku tak banyak, hanya naik truk saat pembagian zakat di sekitar lokasi sekolah tempat aku menuntut ilmu, setiap liburan selalu dijemput keluarga, pernah sekali naik kereta sendiri, sayang untuk ke Semarang hanya ada 1 kereta yang berhenti di stasiun itu, kereta ekonomi dan lumayan perjuangan untuk menaikinya, karena dulu belum serapi sekarang, masih banyak pedagang asongan, merokok pun bebas, dan ya banyak yang berada di lantai demi bisa pergi ke tempat tujuan.
BUs Ridho Illahi jurusan Bukit Kencana-Mangkang. Yaa karena jam 6-7 selalu ramai dengan anak sekolah. Ga banyak bus yang mengarah ke sekolahku. Bus ini yang paling dekat jarak turunnya.
anak fakultas ekonomi kalau turun di depan gedung. Tinggal nyeberang jalan aja. Anak ekonomi berasa diantar menggunakan mobil pribadi..hahhahaha
wuih, keren donk kalau bisa sampai piknik bareng. Biasanya keterikatan kayak gini hanya kenal sekilas aja. Tapi cerita dari ibumu sungguh beda, ternyata bisa sangat akrab.
Aku juga mengalami kereta yang seperti itu. Kadang menjengkelkan dan mengganggu, tapi kadang membuat perjalanan tidak membosankan. Kalau rokok biasanya langsung ditegur sih. Asapnya sangat mengganggu penumpang lainnya. Terutama ibu-ibu dan anak-anak.
Masih hapal nama busnya dong… aku cuma inget jurusannya. dia shift2an sama bis warna putih. Yaaa aku menaiki mana saja yang datang duluan, temenku pun sampe cinlok juga di bis itu. Hihi.
Iya, kalo bus menuju pemuda memang lebih banyak.
Haha rute legend sih bus ini, di hapal sama semua karena rutenya paling jauh.
Iya sampe piknik bareng, bahkan cerita ibuk juga, kalo ada yng sakit, rame2 jenguk bareng, berasa punya teman baru yang peduli.
Banyak yang bisa diceritakan dr kereta itu, karena banyak pengalaman juga kisah2nya. Biasanya merokok kalo kereta sedang berhenti untuk menunggu kereta lainnya lewat, jadi turun dr gerbong atau hanya berdiri di sekat antar gerbong situ sambil mandangin sawah.
iyalah pasti ingat. Hampir 2 tahun tiap hari naik kok. Busnya emang terjadwal. jadi tinggal disesuaikan saja dengan jadwal masuk kelasnya.
kalau sampai cinlok yaa emang ngeri banget efek dari sebuah kebiasaan naik bus..hahahhaa
Aku ga nyangka sebuah ikatan yang sangat kuat terbentuk melalui rutinitas naik bus.
Kalau kereta hampir mengalami banyak jaman. Pernah mengalami melihat penumpang yang naik melalui jendela. Iyaa jendela, bukan pintu kereta.
kemudian ketemu dengan para penjual asongan yang biasa naik dari stasiun tegal, hingga stasiun poncol.
Oh yang putih itu nugroho, baru inget namanya, dr kemarin ingetnya sindoro terus.
Iya, jd aku naik bis itu bertiga sama 2 temen cewekku, kebetulan dpt tempat duduk, jadi kami kepisah, aku sama 1 temenku, dan temenku satunya duduk di belakang, aku noleh ke belakang buat liat kondisinya dia dan liat dia lagi senderan di sebelah cowok. Udah janjian ternyata, soalnya ni cowok enggak naik bareng di titik aku naik. Aku tahu karena cowoknya juga temanku
Dulu waktu aku kecil, buat pulang ke rumah eyang di cepu naik KRD dan aku pernah jadi orang yang dinaikin lewat jendela karena saking penuhnya dan kalo bapak maksa naik lewat pintu sambil gendong aku, pasti aku kegencet.
Pernah ngalami beli anggur 1000 rupiah di kereta sekitar tahun 2006-2008 nggak?
Kalo kereta ke cepu, seringnya naik pedagang pecel gambrengan.
Dulu nugroho pukul 06:05 baru tiba di halte kesatrian. itu terlalu pagi untuk memulai perjalanan.hahhaha
oalah, janjian ketemu di bus..boleh juga ini. Dulu satu bus dengan beberapa teman cewek. AKhirnya dekat karena tiap hari ketemu di bus..hhahaha
kereta dari semarang kearah blora dan cepu itu salah satu kereta yang padat. Makanya mesti lihat jadwal agar tidak terlalu ramai.
emang pagi banget sih nugroho, makanya pake nugroho juga pas pulang kuliah aja, hihi naik dari hayam wuruk,,
iya janjian ketemu di bus, berasa sweet ya bisa ketemu gitu, kan kalo enggak jodoh bisa aja kan salah bus.
sekarang alhamdulillah kereta ke cepu cukup nyaman dan tidak berjubelan seperti dulu. hehe
kereta cepu juga mengalami perkembangan seperti kereta lainnya. Lebih nyaman dan menyenangkan 😀
Kalau kemarin saya naik pete-pete pas SMP, kalo SMA saya jalan kaki karena sekolah hanya beberapa ratus meter dari rumah. Kalo
wah enak kalau gitu mas. Jalan kaki jadi sehat dan heamt ongkos 😀
Kalau kemarin saya naik pete-pete pas SMP, kalo SMA saya jalan kaki karena sekolah hanya beberapa ratus meter dari rumah. Kalo masalah terlambat, paling hanya beberapa kali karena malamnya habis begadang atau nungguin teman untuk pergi bareng.
Kadang kalau terlambat, sama guru sering diadakan pemeriksaan rambut dadakan. Atau paling tidak, disuruh membersihkan halaman sekolah. Kalo diingat-ingat, memori yang paling membekas kebanyakan yang bandel-bandel saja
kalau pemeriksaan rambut, di sekolahku biasanya diadakan pas olahraga. Jadi kalau rambutnya gondrong bakal dipotong saat itu juga. Lumayan potong gratis..hahhahaa
Jaman SMA memang mesti bandel mas. Biar sekolah SMA-nya lebih berkesan..hahahaa
Fotonya bagus masssss, tone warnanya syuka 😀
Seru yah kalau sudah bahas masa-masa sekolah hehehe. Bahkan sampai dihapal oleh kernetnya hahaha, berarti bus yang mas Rivai naiki itu-itu saja donggg, bisa jadi bus jurusan serupa nggak banyak stock-nya 😀
By the way masuk STM memang ada test fisik segala ya, mas? Baru tau saya ~ atau hanya untuk STM jurusan tertentu saja seperti mesin dan sejenisnya?
Makasih mbak eno 😀
editing kali ini dipersembahkan oleh lightroom..hahhahaa
mungkin karena tiap hari ketemu, jadi mau ga mau sampai hapal dengan penumpangnya..hahhahaa
Dulu bus datang dengan jadwal 06:10 dan 06:20. Jadi kalau pernah naik di dau jadwal itu, mestinya bakal tahu kernet dan sopirnya. Busnya memang ga banyak >tapi sangat membantu para siswa pada saat itu. Kayaknya bus tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Kalau menjalani masa itu, banyak yang bilang kalau bus tersebut adalah legenda bus di kota semarang dengan jalur yang berbeda dengan bus lainnya.
Ujian fisik masuk STM itu berupa lari muter lapangan selama 3x, pushup, dan situp. Itu hampir semua jurusan mbak. Tapi emang STM tersebut seleksinya sangat ketat. Maklum STM tersebut adalah STM terbaik di kota semarang.
Apakah berikutkanya akan ada postingan Bus Sekolah masa Kuliah setelah tayang yang SMP dan SMA nya Mas Rivai? hehehe..
Wah kalau telat dulu hukumannya keliling lapangan ya mas, lumayan bikin kapok ya. Kalau SMA ku dulu hukumannya ga boleh masuk. Eh abis itu malah dijadikan ajang ngebolos, jadi aku dan bbrapa teman pura2 telat trus masang muka kecewa ga bisa masuk. Abis itu kita pergi main deh. Hahhaa.. Tapi sekali2 doank kok itu, pas lagi males belajar. 😀
jaman kuliah aku pakai mulai pakai motor mbak. Lagian kampusku tidak dilalui jalur bus. Jadi agak ribet kalau mesti naik bus 😀
Bisa dibilang kapok sih, malu juga kalau sering telat. Guru BK sampai hapal siapa aja biasa telat..hahhaa
dulu aku pernah sengaja bolos karena pelajaran seni musik. Entah kenapa saat itu tidak suka pelajaran itu. hahahaa
Jadi kalau telat tetap masuk. Paling ketinggalan jam pertama saja. Kalau bolos yaa paling janjian ketemu dimana, kemudian pergi kemana..wkkwkwk
Lawangg seeewwuuuu….. Kangennnn… Seharusnya tahun ini saya kesana lagi … hahahahaha ada saudara yang mau nikahan.. errrgggg baataaalll semuaaaaa…. hahaha
Kangen suasana sore disana… enak banget….
Fotonyaaaa bagussss mass
Pandemi menggagalkan semua rencana jalan-jalan mas anton..hahhaa
itu saudaranya di semarang daerah mana mas..?
siapa tahu wilayah dekat dengan rumahku..ahhahaha
Sore adalah waktu yang tepat untuk menikmati kota semarang 😀
Di jalan stonen mas… Tante dan Om saya disana. Biasanya saya iseng lewat Sam Po Kong yah.. hahaha.. kalau maen sering jalan-jalan ke Tugu Muda dan Lawan Sewu mas..
tahu daerah sana 😀
emang daerah yang dekat dengan sampokong, tugu muda, dan lawangsewu 😀
Baca cerita Kak Rivai jadi membuatku terbayang ikut berada di dalam bus
Memori-memori seperti ini meninggalkan kenangan yang mendalam sekaliii. Ada perasaan ingin mengulang masa-masa itu nggak, Kak? Hihihi.
Kalau aku waktu kelas 1 SMA, naik antar jemput terus kelas 2 semester 2 bawa motor sendiri padahal belum ada SIM. Tolong jangan ditiru
Tidak kepikiran untuk mengulanginya sih. Khan jaman sudah banyak berubah. Tapi memang sangat menikmati jaman-jaman sekolah dulu..haahahaa
Pada jamanku dulu, banyak temanku yang bikin sim dengan cara “nembak”. Bahkan sejak SMP, dengan cara menuakan usianya dan membayar lebih uang pembuatan sim tersebut..hehhee
Aku tidak punya pengalaman di SMA mas karena memang ngga sekolah, tapi aku punya pengalaman saat SMP yang agak mirip. Jadi aku tinggal di Tegal tapi sekolah di kota sebelahnya yaitu Brebes. Tiap mau berangkat sekolah harus nunggu mobil colt diesel. Biarpun penuh tapi tetap naik juga dari pada terlambat.
Kalau mau terlambat, walaupun angkutan sudah penuh, tetap dipaksakan untuk naik. Biasanya selama perjalanan akan banyak penumpang yang turun. Jadi secara ga langsung mengurangi penumpang.
Kenangan yang indah dan berkesan ya Mas.
Kalo saya dulu sekolah SMP, SMA hingga kuliah selalu pake sepeda sih.
Meski saat SMA dan kuliah itu saya udah ngekost, tapi sepeda tetap jadi transportasi pilihanku saat itu.
Naik bus hanya untuk pulang ke kampung halaman doang.
Waah seru yaa mas naik sepeda. Dulu pas SMP pernah naik sepeda, hanya saja jalan yang naik turun. Akhirnya cuma bertahan selama satu minggu saja naik sepedanya 😀
Wah berarti mas Rivai termasuk pintar ya. Lumayan pagi jam masuk sekolahnya.
Eh iya benar, sih. kalau armada bus sedikit memang lama-lama kita kenal sama siapa kenek/sopir atau bahkan beberapa penumpang yang sering naik bareng. Asal mau sok akrab ya.
lumayanlah mbak. Itu juga pengaruh dari teman-teman pas SMP. Jadi bisa masuk ke salah satu SMA favorit. Karena favorit, jadi aturannya ketat.
Kejadian seperti itu memang sering terjadi. Akhirnya kenal baik dan malah berteman. Bus memberikan kesan tersendiri selama masa sekolah 😀
kalau zaman SMAku nggak pernah naik bus, Mas. hhh
soalnya deket rumah, paling bonceng teman atau bawa motor sendiri 😀
asyik itu. Bbisa hemat ongkos dan tidak lelah dalam perjalanan 😀
Masa SMU itu yg paling ngangenin sih :D. Masa2 udh pacaran soalnya wkwkwkwk. Jd pulang pergi sekolah aku dianter trus Ama si pacar :D. Jaraaaaang bgt rasain bus sekolah. Rata2 pas SMU itu siswanya udh banyak yg bawa mobil dan motor sendiri. Maklum aja mas, tinggalnya di komplek, sekolahpun di dlm komplek. Jd banyak yg diksh izin bawa kendaraan walopun SIM blm ada. Krn dianggab aman ga jalan di jalan raya :D. Jd bisa dibilang pengalamanku naik bus pas SMU, hampir g ada 😀
Di SMA ku sebetulnya banyak yang bawa motor dan mobil mbak fany. Mungkin salah satu sekolah negeri yang elit di kota semarang. Banyak anak pejabat yang bersekolah di sana. Meskipun begitu, banyak yang naik bus dan angkot juga. Jadi siswanya bernagkat dengan pilihan kendaraannya masing-masing. Termasuk aku yang nebeng teman ketika kelas 3..hahhaha
Mana foto SMA nya Vai? SMA depan taman kota,, jangan-jangan kita satu almamater. Lagu mars SMA-nya ada kata-kata “almamater kita semuuaaaa” nggak Vai?
Sengaja ga ditampilkan, biar jadi teka-teki saja..hahhaa
Aku lupa dengan mars lagunya. Tapi yang pasti SMA ku berada di belakang kantor Gubernur Jawa Tengah. Pasti tahu itu dimana..hehhehe
SMA mu mana mbak dinilint?
smansaaaa
walah…ternyata satu almamater…hahahhaha
angkatan berapa…? wkwkwkkwk
oh ternyata mas vay orang semrang toh. bulan lalu habis motoran nih ke sana. rame banget jalanan. ih itu lawang sewu kan yaaa? btw, saya baru tahu kalau smk dan sma dulu itu putra putri di pisah nih, apakah mas vay masih ngalamain pas ada SMEA juga?
Masa SMA saya agak suram sih. Karena ayah buka sekolahan, mau nggak mau saya harus sekolah di sana, sekolahnya di rumah sndiri, waktunya siang abis dhuhur, dengan kondisi guru yg mengajar dengan tenaga sisa karena habis ngajar di sekolah lain paginya. Karena baru dan muridnya sedikit, untungnya kita kompak nakal bareng, hihi
Iyaa mbak ghina, aku orang asli semarang. Jalanan sudah mulai ramai mbak. Sering macet di jam-jam sibuk. Mbak ghina merasakan panasnya semarang juga ga..?hehehhee
itu lawangsewu, seberangnya tugu muda. Di sana termasuk jalanan yang sering macet dan lampu lalu lintas bisa dibilang lama..hahhaha
waah, keren dong. Bapaknya mbak ghina bisa membuka sekolah sendiri. heheheh
Sebetulnya SMA, SMK, STM, SMEA itu setingkat. Kalau SMA yaa mirip seperti SMA lainnya. Sedangkan SMK/STM itu mayoritas muridnya adalah laki. karena sebagian besar jurusannya adalah jurusan teknik (otomotif, listrik, bangunan, elektronika, mmesin, dll). Sedangkan SMEA itu sebutan lain dari SMK yang sebagian besar muridnya adalah perempuan dan jurusannya biasanya bukan berkaitan dengan administrasi (administrasi perkantoran, akuntansi, tata boga, dll).
Jadi kalau ada smk yang sebagian besar jurusannya teknik biasanya disebut STM. KSedangkan jika SMK dengan jurusan administrasi disebutnya SMEA..hehhehe
Oalaaaah, jebul cah SMNA 3 Semarang. Hmmm. meskipun aku wong Pati, cukup pahamlah dengan SMA ini. Hehehehe …
aku bukan lulusan sma n 3 kak. dulu sempat disuruh masuk ke sana, tapi nilai ga memungkinkan. Akhirnya ke sekolah negeri lainnya 😀
Bener juga, sih, Masvay. Zaman sekolah dulu, karena nunggu angkutan selalu di tempat yang sama dan jam yang sama, jadi pada kenal, minimal kenal wajahlah. Saya jadi berkawan akrab dengan banyak teman sekolah karena nunggu angkutan umum. 😀
Pas SMA, saya biasanya naik angkot. Baru kalau ada les di tempat yang jauh saya naik bus kota. Kelas 1 SMA, cuma 1 orang teman saya yang pakai motor ke sekolah. Kelas 3 masih nggak sampai 10 orang kayaknya. Terakhir kali ke SMA dulu, saya lihat udah banyak motor di parkiran. 😀
SMA ku tidak dilalui jalur angkot secara langsung. Kalau naik angkot mesti oper. Jadi lebih sering naik bus kota kalau ke sekolah.
Teman-teman sma-ku banyak yang bus. Tapi naik bus setiap harinya memberikan kesan tersendiri..hehehhe