Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the soledad domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/masvayco/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Bubur India di Masjid Jami Pekojan - Rivai Hidayat

Bubur India di Masjid Jami Pekojan

by Rivai Hidayat
masjid jami pekojan

Jika ditarik lurus, sebetulnya lokasi Kota Lama dan Masjid Jami Pekojan berjarak kurang dari 1 km. Jika berjalan kaki, maka kira-kira membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Jalan yang dilalui sebenarnya bisa langsung dari Jalan Suari menuju Jalan Pekojan. Namun, Mas Ary malah mengajak kami melewati rute yang belum pernah kami lewati. Kami melewati kawasan Kota Lama dan kemudian menyusuri jalan di tepi Kali Semarang. Tujuan kami adalah menuju ke kawasan Pecinan, Semarang.

Berdasarkan cerita Mas Ary bahwa kawasan Pecinan, Semarang itu terbilang unik dibandingkan kawasan Pecinan yang ada di kota lain di Indonesia. Kawasan Pecinan di Semarang tidak bisa dilepaskan dari peristiwa Geger Pecinan yang terjadi di Batavia–Jakarta–pada tahun 1740. Kejadian yang melibatkan antara orang-orang etnis Tionghoa dan bumiputera melawan pemerintah Hindia Belanda. Kemudian kejadian ini menjalar hingga ke Semarang, Lasem, dan Tuban pada tahun 1741.

Gang di tepi Kali Semarang

Di Semarang pemerintah Hindia Belanda memindahkan orang-orang etnis Tionghoa dari daerah Simongan–sekitar Klenteng Sam Poo Kong–menuju kawasan Pecinan yang sekarang. Semua ditempatkan dalam satu kawasan yang letaknya tidak jauh dari kawasan Kota Lama yang menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Salah satu tujuannya adalah untuk mengawasi dan membatasi pergerakan orang-orang etnis Tionghoa. Bahkan mereka memberlakukan surat izin atau semacam paspor sebagai akses keluar masuk di kawasan Pecinan.
Baca Dulu: Menyusuri Sisi Lain Kota Lama

Dari Jalan K.H. Agus Salim kami langsung menuju ke gang kantor Kelurahan Purwodinatan. Gang ini akan membawa kami menuju jalan inspeksi di tepi Kali Semarang. Kali ini menjadi bagian penting dalam jalur perdagangan pada masa lalu. Banyak kapal pedagang yang hilir mudik melewati kali ini. Kali Semarang mengalir melewati kawasan Pecinan, Pasar Johar, Kota Lama, Kampung Melayu, dan akhirnya bermuara di Laut Jawa. Saat ini Kali Semarang sudah tidak bisa dilewati lagi oleh kapal-kapal.

Kali Semarang

Gang di tepi Kali Semarang dipadati oleh permukiman warga. Jalan tidak bisa dilewati oleh mobil. Hanya motor dan sepeda yang bisa melewati jalan gang ini. Namun, berjalan kaki adalah pilihan yang tepat untuk menikmati suasana permukiman padat ini. Semakin ke dalam maka permukiman semakin padat, jalan semakin sempit, dan suasana semakin ramai. Selain warga lokal, warga pendatang juga memadati permukiman ini. Biasanya mereka adalah para di pasar-pasar yang tidak jauh dari sini. Seperti Pasar Johar, Pasar Kranggan, dan area pertokoan di Pekojan dan Pecinan.

Bangunan pondok boro

Para pendatang ini biasa dikenal dengan kaum boro. Saking banyaknya kaum boro, beberapa bangunan lawas dialihkan sebagai tempat tinggal atau indekos kaum ini. Ruangan bangunan diberi sekat-sekat dan menghasilkan beberapa kamar. Harga penginapan ini sangat murah dan terjangkau. Penginapan khusus kaum boro ini biasa disebut dengan pondok boro. Mas Ary menunjukkan sebuah pondok boro yang ada di seberang kami. Milik seorang warga keturunan Tionghoa. Bangunannya memiliki corak rumah Tionghoa dengan ukuran yang besar. Atapnya menggunakan bentuk atap pelana kuda yang menjadi ciri khas dari bangunan Tionghoa.

Klenteng Tay Kak Sie

Akhirnya kami tiba di Klenteng Tay Kak Sie yang berada di Gang Lombok. Penamaan gang ini sesuai dengan kondisi dahulu yang merupakan kebun lombok. Klenteng Tay Kak Sie dibangun dengan menghadap ke Kali Semarang. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan para pedagang yang melintas di Kali Semarang untuk berdoa dan sembahyang dari atas perahu sebelum mereka melanjutkan perjalanan.

Di kawasan Pecinan, Semarang terdapat sebelas klenteng. Klenteng Tay Kak Sie menjadi klenteng termuda dibandingkan yang lainnya. Meskipun termuda, Klenteng Tay Kak Sie merupakan klenteng dengan dewa terlengkap dengan Dewi Kwan Im sebagai dewa utama. Di bagian tengah klenteng terdapat sumur langit yang digunakan sebagai altar atau tempat untuk berdoa. Klenteng Tay Kak Sie terbuka untuk umum. Pengunjung tetap harus menghormati umat yang sedang bersembahyang.
Baca Juga: Mendaki Gunung Ungaran Via Perantunan

Klenteng Tay Kak Sie

Di sekitar klenteng terdapat bangunan sekolah, balai pengobatan, dan rumah abu. Kemudian ada Sekolah Dasar (SD) Kuncup Melati yang tidak memungut biaya alias gratis kepada para siswa. Banyak warga sekitar klenteng yang menjadi siswa di sekolah ini. Klinik kesehatan terbuka untuk umum. Sedangkan rumah abu yang ada di Klenteng Tay Kak Sie pada tahun 2019 mengalami kebakaran karena korsleting listrik. Semua benda habis dilahap si jago merah. Namun, balok-balok kayu jati masih dalam bentuk yang utuh.

Waktu semakin sore dan kami mulai meninggalkan kawasan klenteng dan menuju Masjid Jami Pekojan. Dalam perjalanan menuju ke Masjid Jami Pekojan kami melewati beberapa toko obat. Beberapa toko sudah tutup, hanya satu toko yang masih buka di sore itu. Toko obat di sini hanya menjual obat-obat racikan dari etnis Tionghoa. Setiap toko obat memiliki seorang sinse yang bertugas meracik bahan obat-obatan.

Buka Puasa di Masjid Jami Pekojan

Sore itu Masjid Jami Pekojan sudah ramai dengan jamaah yang menunggu waktu berbuka puasa. Masjid Jami Pekojan berdiri pada tahun 1878 oleh Syekh Latief yang berasal dari Koja. Masjid yang dibangun di bekas area pemakaman warga Tionghoa ini dibangun sebagai tempat ibadah para pedagang yang berasal dari Gujarat, India, dan Pakistan pada masa lalu. Makam dipindahkan dengan melakukan ritual terlebih dahulu. Kemudian di bekas area makam dipasang sebuah cisoak atau prasasti penanda untuk tolak bala.

masjid jami pekojan
Masjid Jami Pekojan

Bentuk bangunan masjid masih asli sejak dibangun pertama kali, seperti empat pilar kayu, lantai marmer, pintu, mimbar, kaca patri, dan ornamen-ornamen yang ada di pintu dan ventilasi. Meskipun berarsitektur Timur Tengah, masjid ini juga masih menggunakan kentongan dan bedug yang menjadi ciri khas budaya Jawa.

Di sebelah halaman masjid terdapat sebatang pohon gandaria. Buah dari pohon ini terasa pahit dan biasa digunakan untuk memandikan jenazah. Selain itu terdapat beberapa makam tua para leluhur masjid. Salah satunya adalah makam Syarifah Fatimah binti Husain Al-Aidrus. Seorang perempuan tokoh masyarakat sekitar masjid yang masih keturunan Nabi Muhammad.

Kultum sebelum berbuka puasa

Di setiap bulan Ramadan, pengurus masjid menyediakan bubur India sebagai menu buka puasa. Bubur India ini menjadi sebuah tradisi yang sudah dilakukan sejak lama dan hanya dilakukan selama bulan Ramadan. Bahan-bahan bubur berasal dari donasi jamaah dan warga sekitar. Bubur India menggunakan beraneka macam bahan makanan seperti santan coer, santan kental, bawang merah, bawang putih, pandan, sereh, kayu manis, jahe, daun salam, beras, wortel, onclang, dan garam.

masjid jami pekojan
Proses pembuatan bubur India

Proses pembuatan bubur India dimulai pada pukul 12.00 atau setelah salat dhuhur. Prosesnya mirip seperti membuat bubur pada umumnya. Semua bahan dimasukkan ke dalam panci berukuran besar kemudian diaduk-aduk selama kurang lebih dua jam. Api yang digunakan berasal dari kayu bakar. Pak Ahmad–pembuat bubur–biasa memasak sekitar 18-20 kg beras. Tergantung dengan jumlah rata-rata jamaah setiap harinya. Tidak hanya kepada jamaah, warga sekitar juga bisa mengantri untuk mendapatkan bubur India.

Jamaah menunggu waktu berbuka puasa

Bubur India nanti akan disajikan dengan sayur berkuah. Jenisnya berbeda-beda tergantung dengan donasi dari warga. Biasanya gulai kambing atau sambal goreng. Sore itu kami mendapatkan sambal goreng labu siam dan krecek. Sebagai pelengkap disediakan kurma dan kopi susu. Tiap jamaah bisa mendapatkan menu pelengkap yang berbeda-beda. Semua tergantung dengan persediaan yang ada.

masjid jami pekojan
Bubur India

Setiap menjelang waktu berbuka puasa, Masjid Jami Pekojan mengadakan kegiatan kultum yang dibawakan oleh seorang penceramah di ruang utama masjid. Kegiatan ini diikuti oleh sebagian besar jamaah yang datang. Beberapa jamaah memilih untuk duduk di teras masjid. Setelah kultum selesai seluruh jamaah berpindah ke bagian selasar sebelah utara tempat bubur disiapkan. Seluruh jamaah bisa langsung menempatkan diri. Beberapa pengurus masjid memastikan semua jamaah mendapatkan bubur India. Semuanya sudah bersiap menunggu waktu buka puasa yang diawali dengan suara sirine, kemudian dilanjutkan dengan adzan maghrib.

Seluruh jamaah tampak bersukaria karena bisa berbuka puasa dengan bubur India. Mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan semangkuk bubur. Setelah selesai, jamaah akan meletakkan mangkuk bekas bubur ke tempat yang disediakan dan menuju tempat wudhu. Acara buka puasa dilanjutkan dengan salat maghrib secara berjamaah.

Perjalanan yang cukup singkat, tapi sangat menyenangkan dan penuh dengan ceritanya. Tujuan kami memang buka puasa dengan mencicipi bubur India di Masjid Jami Pekojan. Namun, dalam perjalanannya kami malah mendapatkan banyak cerita. Mulai dari sisi lain dari kawasan Kota Lama, permukiman padat di sepanjang Kali Semarang, cerita tentang Klenteng Tay Kak Sie di kawasan Pecinan, hingga pada akhirnya ditutup dengan gurihnya bubur India di Masjid Jami Pekojan.

Cerita Dari Semarang
Klenteng Tay Kak Sie & Masjid Jami Pekojan
8 April 2023

You may also like

12 comments

Titik Asa April 19, 2023 - 1:54 am

Masjidnya bangunan lama ya Mas. Dibangung tahun 1878. Tetap terawat baik sampai saat ini.
Penasaran saya dengan bubur India. Belum pernah saya mencobanya. Rasanya saya gak pernah ketemu dengan penjual bubur India di Sukabumi.

Salam dari Sukabumi, Mas

Reply
Rivai Hidayat April 25, 2023 - 8:43 am

Dulu banyak pedagang dari india, pakistan dan sekitarnya yang singgah dan menetap di semarang. Akhirnya bubur india dikenal oleh warga pribumi.
Semoga bisa menemukan buur india di sukabumi om 😀

Reply
fanny_dcatqueen April 21, 2023 - 5:01 pm

Bubur India ini agak mirip rasanya Ama bubur kanji Rumbi dari Aceh. Cuma kluar di bulan puasa. Aku sukaaa bgt rasanya. Tapi kalo yg bubur kanji rumbi Aceh, biasanya ga dicampur kuah lagi.

Btw, liat foto kali Semarang, aku ga bisa bayangin zaman dulu banyak kapal yg lewat. Berarti dulu kalinya lebih lebar dan dalam ya mas?

Reply
Rivai Hidayat April 25, 2023 - 8:40 am

Waah menarik kalau gitu karena terus menjaga tradisi makanan yang ada hanya pada saat ramadan.

Kalau lebarnya aku kurang tahu mbak fanny. Tapi sejak dulu emang banyak perahu yang melintas di kali semarang. Kali semarang juga melewati dekat kotalama. Jembatan mberok itu bawahnya kali semarang. Jadi kali ini memang sangat penting dalam jalur perdagangan di masa lalu.

Reply
Heni April 22, 2023 - 2:38 pm

Bubur India cita rasa Indonesia ya kalau lihat bahan”nya..Untung yang buat bubur Indianya pak Ahmad..coba kalau yg buat nya yg kayak di kulineran di India street food…beda cerita dan rasa ..ngeri” sedap

Reply
Rivai Hidayat April 25, 2023 - 8:35 am

bumbu yang digunakan mudah ditemukan dalam masyarakat. Bubur ini memang dikenalkan oleh kelompok masyarakat keturunan india, pakistan, koja dan gujurat.
Pak ahmad baru 2 tahun jadi tukang masak utama, menggatikan yang tukang masak sebelumnya karena sakit.
Street food india memang terkenal dengan “keunikannya” 😀

Reply
Peri Kecil Lia May 1, 2023 - 7:45 am

Hahaha kalau lihat video-video street food di India, cuma bisa geleng-geleng kepala dan salut dengan para pembeli yang kuat sekali mental dan fisiknya mengkonsumsi street food di sana :’)

Reply
Rivai Hidayat May 1, 2023 - 11:34 pm

Mungkin mereka ingin adu mekanik dengan street food India. Mungkin juga mereka ingin mencoba sensasi street food di sana dengan segala cerita dan semua cara memasaknya 😀

Reply
Cipu Suaib April 30, 2023 - 2:10 pm

Salam kenal mas, izin berkunjung.

Jadi penasaran dengan rasa bubur Indianya, tadinya saya pikir rasanya mirip bubur manado begitu lihat tampilannya dalam kuali, tapi sepertinya lebih gurih setelah melihat bumbu-bumbu yang digunakan.

Oh iya mas template blognya bagus banget, clean and clear kayak iklan shampoo. Boleh tahu desainnya pesan/buat dimana mas? Terima kasih

Keep posting mas

Reply
Rivai Hidayat May 2, 2023 - 4:23 am

Rasanya gurih mas. Beda dengan bubur manado.
Template blog beli di temanku mas. Emang suka dengan template yang clear and clean 😀

Makasih mas 😀

Reply
Cipu May 2, 2023 - 10:42 am

Boleh mas kontak temannya. Saya mau pesan dan minta dibuatkan juga jika berkenan. Terima kasih sebelumnya mas

Reply
Rivai Hidayat May 4, 2023 - 1:42 am

Tentu saja boleh mas. bisa kontak dia di email ini jantol2014@gmail.com
Dia biasa bikin website atau blog sesuai dengan permintaan.

Reply

Leave a Comment