Hari belum benar-benar pagi ketika aku mulai mengayuh pedal sepedaku. Saat itu waktu menunjukkan pukul 04.50. Terlalu pagi dibandingkan biasanya yang memulai perjalanan bersepeda pada pukul 06.00. Namun, perjalanan ini sudah sesuai dengan rencana yang aku buat. Pagi itu aku akan bersepeda ke Batang. Dalam perjalanan ini aku akan melewati Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Batang.
Udara segar pagi itu membuatku semangat untuk terus mengayuh pedalku. Jalanan yang masih gelap membuatku menyalakan lampu senter yang terpasang di stang sepeda. Aku mulai meninggalkan persimpangan Kalibanteng dan menyusuri jalur Pantura. Dari sini jalan akan semakin ramai dan bertemu dengan kendaraan besar di sepanjang perjalanan. Jalanan datar ke arah barat berhasil aku lewati dengan laju sepeda yang stabil. Aku tiba di batas kota ketika matahari mulai terbit dengan jarak yang sudah aku tempuh sejauh 20 km.
Aku berhenti sejenak untuk istirahat. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan memilih jalan kabupaten yang melewati Kecamatan Kaliwungu dibandingkan jalan lingkar Kendal. Aku mengurangi laju sepeda ketika tiba di alun-alun Kaliwungu. Sekitar alun-alun terlihat ramai dengan warga dengan segala aktivitasnya. Beberapa penjual jajanan pagi sudah menggelar barang dagangannya. Para pembelinya mayoritas adalah pekerja pabrik. Mereka membeli jajanan yang dijadikan bekal makanan mereka. Suasana ramai, banyak interaksi, dan aku menyukai suasana ini.
Aku membeli jajan di salah satu lapak penjual yang tidak jauh dari persimpangan rel kereta api. Tidak lama berselang terdengar suara peringatan bahwa kereta api akan melintas di persimpangan ini. Palang pintu kereta api sudah tertutup, tapi masih ada beberapa pengendara yang memaksa untuk melintas.
Baca Juga: Merekam Cerita di Pasar Jatingaleh
Kondisi seperti ini memang sering dijumpai di persimpangan kereta dimanapun lokasinya. Baik di kota-kota besar, maupun kota kecil seperti Kabupaten Kendal ini. Mereka sering abai dengan keselamatan diri mereka. Mereka dengan bangga menampilkan ketidakdisiplinan mereka dalam berkendara dan berperilaku di jalan raya. Sebuah perilaku yang tidak patut untuk ditiru, apalagi hingga dilestarikan secara turun temurun.
Kereta api Tawang Jaya melintas memecah keramaian pagi itu. Kereta yang melaju menuju Kota Semarang ini merupakan relasi dari Stasiun Pasar Senen menuju Stasiun Semarang Poncol. Tak berselang lama sebuah kereta dari arah timur ikut melintas di persimpangan ini. Kereta itu adalah kereta api Argo Merbabu dengan relasi Stasiun Semarang Tawang-Stasiun Gambir. Kereta ini merupakan rangkaian kereta yang baru saja diluncurkan oleh PT. KAI.
Palang pintu kereta mulai terbuka. Kendaraan-kendaraan bergegas untuk segera melintas. Aku melanjutkan perjalanan bersepeda ke Batang. Perjalanan masih panjang. Belum ada separo jarak yang aku lewati. Udara pagi masih membuatku bersemangat untuk terus mengayuh pedal sepeda.
Ketika memasuki kawasan Kota Kendal, aku bertemu dengan rombongan pesepeda yang mayoritas adalah bapak-bapak. Usia mereka lebih dari 55 tahun. Mereka memberi salam ketika menyalip aku yang melaju seorang diri. Aku mengikuti rombongan ini dari belakang. Mereka mengarahkan stang mereka menuju jalan alternatif. Aku terus mengikuti mereka. Pada awalnya aku akan melintasi jalan kota, tetapi aku merasa tidak ada salahnya untuk mencoba lewat jalan alternatif ini. Selain itu, aku berpikir kalau bergabung dengan rombongan ini pasti akan terasa lebih seru ketimbang melaju seorang diri.
Baca Juga: Bersepeda ke Kampung Jawi
Meskipun sudah berumur, bapak-bapak pesepeda ini melaju dengan kecepatan yang cukup kencang dan stabil. Usia tidak jadi masalah untuk terus bersepeda. Di sebuah persimpangan mereka berbelok ke arah selatan. Sedangkan aku tetap mengambil jalan lurus ke arah barat. Aku memberi salam perpisahan kepada mereka. Kini aku kembali melanjutkan perjalanan seorang diri. Bertemu dengan rombongan pesepeda itu memberikan kesenangan tersendiri bagiku dalam bersepeda ke Batang.
Jalanan mulai ramai dengan aktivitas warga. Termasuk beberapa siswa yang menuju ke sekolah dengan mengayuh sepeda. Aku memberi salam kepada mereka ketika menyalip. Pemandangan para siswa ini mengingatkanku pada salah satu temanku semasa SMP. Setiap hari, hampir selama tiga tahun dia selalu mengayuh sepeda ketika bersekolah. Padahal jalan dari rumahnya ke sekolah kami berupa tanjakan dan turunan. Alhasil begitu tiba di sekolah, seringkali seragam yang dia pakai basah karena keringat.
Waktu menunjukkan pukul 07.55 ketika aku tiba di perbatasan Kendal dan Batang. Matahari sudah meninggi. Jalanan terpantau lengang. Pagi itu aku sudah menempuh jarak sekitar 50 km. Masih ada sekitar 30-40 km lagi untuk tiba di Alun-Alun Kabupaten Batang yang menjadi tujuanku. Aku masih fokus mengayuh pedal sepedaku di jalanan yang datar ini. Tak lama lagi aku akan memasuki kawasan Alas Roban.
Cerita dari Sepeda
Bersepeda ke Batang
3 Juni 2023
24 comments
Juara tenan yen lewat jalur truk daerah kono, mas.
Aku kalau gowes di pantura sudah nyerah sejak awal hahahahh
Jalur pantura dengan segala kondisinya memang aduhai yaa mas. Mesti tetap fokus dan sabar…wkwkwk
Dulu kalo ke Jateng apa Jatim sebelum ada tol yg sekarang selalu lewat batang, jalannya bagus dan nanjak nurun berkelok”, kalo gak salah ada sate Utami apa yaa…alas Roban…udah gak pernah lagi lewat situ, biasanya hanya jenis mobil truk yg lewat situ krna lumayan serem jalannya yaa..tinggi dan berkelok…seru ya mas
Sebelum ada jalan tol, semua kendaraan dari yang akan ke jakarta pasti lewati Alas roba. Jalannya memang berupa tanjakan. Sekarang lebih banyak truk yang lewat, meskipun melewati jalut khusus truk.
Seru sekaligus melelahkan mbak..heheh
Hebaaat mas, kuat banget stamina . Tapi kayaknya kalo memang udah rutin sepedaan, jarak segitu belum ada apa2nya sih yaa. Apalagj kalo alurnya enak, udara masih bersih. Aku ga kebayang di JKT dari pondok indah ke Bekasi misalnya . Bengek sampe tujuan
Yaa mungkin karena terbiasa bersepeda jadi badan bisa menyesuaikan. Kalau pondok indah–bekasi jangan lewat kalimalang mbak. Panas banget kalau siang, dijamin sangat melelahkan ketika melewatinya..hehehe
Enaknya bisa mulai sepeda sebelum jam 5, suasana masih lengang, udara subuh masih sejuk dan belum banyak kendaraan berseliweran. Setuju mas dengan mereka yang bandel di perlintasan kereta, kok susah banget sabar beberapa menit demi keselamatan ya. Semoga selamat sampai alun alun Kabupaten Batang Mas
Aku memang lebih suka memulai sepeda lebih bagi. Udaranya masih sangat seger mas LD
Kalau lihat situasi seperti itu kadang jengkel dan ingin marah karena mereka tidak peduli dengan keselamatan diri mereka sendiri. Padahal sering terjadi kecelakaan di persimpangan jalur kereta.
wah, keren juga nih mas Vay… saya juga dulu suka bersepeda mas, tp blm pernah sejauh seperti yg mas lakukan. Maklum sepedanya butut, hehe… 😀
Mungkin ini sedikit nekat mas. Soalnya itu juga baru pertama kali bersepeda sejauh itu 😀
Lama banget saya tak ke kendal
mungkin saya terakhir sekitar tahun 2000-an
Saya jadi pengen ikut gowes, bareng-bereng jadi lebih seru. Tak terasa cepeknya.
Ayolah mas gowes!! Biar sekalian olahraga untuk jaga kesehatan.
Bersepeda memang banyak membangkitkan kenangan lama. Terutama kami yang tinggal di pedesaan pada zamannnya
Setuju sekali. Setiap hari minggu itu banyak orang-orang tua yang usianya lebih dari 50 tahun rutin bersepeda di simpang lima. Mereka berolahraga sekaligus silaturahmi dengan teman-temannya.
Wah wah udara pagi pasca subuh memang selalu juara. Aku biasanya abis kelar shalat subuh, selalu lari pagi keliling komplek. Haduh, paru-paru rasanya plong sekali. Meski harus hati-hati juga karena takutnya masuk angin.
Aku sebenarnya senang bersepeda, tapi tak suka jarak yang terlalu jauh. malas ngegowes pulangnya lagi, hahaha
Biasanya aku cuma keliling komplek saja, membakar kalori dan membuang lemak-lemak tubuh.
Udara pagi hari memang cocok buat olahraga mas. Masih sepi dan ga bising.
Bener mas, gowes paling males perjalanan baliknya. Makanya aku siasati dengan cara pergi dan pulang lewat jalan yang beda. Salah satu tujuannya biar ga bosan lewati jalan yang sama 😀
Wih, hebat dari Semarang ke Batang naik sepeda. Waktu ketemu rombongan peseda lain keder nggak Mas? Hehehe. Saya pernah naik motor ke arah Pucang Gading ketemu rombongan pekerja naik sepeda di Pedurungan keder banget.
Enak ya sepedaan pagi saat udara masih segar dan nggak panas. Apalagi bisa jajan dan melihat aktivitas baru. Kayaknya seru. Tapi kalau mikirin arah pulang ke Semarang kok berat ya soalnya panas. Hihihi.
Kalau ketemunya para pesepeda roadbike yaa keder juga. mereka terlalu kencang untuk dibuntuti. Yaa karena jenis sepeda kita beda, makanya ga bisa buntuti mereka..hahahhaa. Pada dasarnya biasa aja sih kalau ketemu rombongan. Malah kadang saling sapa sama mereka.
Yaa semarang memang selalu identik dengan panas. Jadi yaa pinter-pinternya kita atur jam dan rute bersepeda agar tidak terlalu panas.
kendal kota kelahiran nyong mas hehe, salam kendal beribadat..
Walah, ternyata kita tetangga sebelah mas 😀
Whoawhoaaa sungkem dulu
Ampuh juga nyepeda sejauh itu. Aku pokoknya kalo banyak tanjakannya rasanya pengen pulang ke rumah aja
Selama di sukabumi selalu nyepeda sama Memes dan begitu ketemu tanjakan yg lumayan tinggi dan panjang rasanya menggeh menggeh banget padahal disini paling nyepeda mentok PP 5 KM doang, ga ada apa apanya dibanding jarak yg km tempuh mas
Jam terbang dan pengalaman memang gabisa diboongin.
jangan begitu. Bisa dibilang aku belum pengalaman bersepeda jarak jauh. Masih perlu banyak belajar dari para pesepeda jarak jauh. Rumahku ada di perbukitan, jadi dipaksa untuk terbiasa dengan tanjakan..hiiks
Kalau rumah mbak nadya di daerah datar bisa cari rute yang datar aja. Apalagi sambil boncengin memes. Ga perlu jauh-jauh juga, yang penting bersepedanya dengan senang hati.
eehm,Sebetulnya bersepeda jarak jauh itu bukan jaraknya yang jadi tantangan, tetapi rasa sepi (yang biasa menghinggapi) ketika bersepeda sejauh itu 😀
Gerbang Kabupaten Kendal keren juga, ya, Mas. Baru kali ini saya lihat. Pas naik bus, seringnya malam. Jadi pemandangan ini terlewat.
Saya juga gumun sama rombongan bapak-bapak, Mas. Kuat-kuat mereka, padahal sudah senior. Soal kekuatan instan, mungkin orang muda yang menang. Tapi kalau soal “endurance”, wah, mereka jam terbangnya sudah lumayan itu. 😀
Rasanya bapak-bapak ini memang terlahir untuk bersepeda. Jadi yaa pengalaman bersepeda sejak muda ga pernah bohong. Rombongan bapak-bapak seperti ini sering aku temui ketika bersepeda.